Sektor pariwisata tampaknya masih menjadi andalan Pemprov DKI Jakarta dalam menggenjot perolehan pendapatan asli daerah (PAD). Tahun ini, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) menargetkan PAD sebesar Rp 2,065 triliun dari sektor pariwisata. Jumlah ini lebih besar dibanding perolehan PAD tahun 2010 yang hanya mencapai Rp 1,9 triliun. Dalam konteks Pendapatan Asli Daerah maka sektor pariwisata khususnya hiburan dapat menjadi andalan untuk daerah dalam pendapatan daerah selain mekanisme yang didapat dari Pajak PBB, Bea Perolehan Hak Atas Tanah, Pajak Penjualan dan PPh. Bahwa mekanisme perputaran uang pada dunia bisnis hiburan sesungguhnya mempunyai prospek yang menarik. Namun meski jenis hiburan secara ekonomis telah membawa dampak positif bagi masyarakat dan pemerintah, pada prakteknya mengandung kerumitan tersendiri. Yakni pola pengaturan harus menjadi landasan kebijakan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya selain sebagai fasilitator dan membina tetapi juga harus mampu mengintervensi dalam setiap kegiatan perekonomian termasuk juga bisnis hiburan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka dalam penulisan ini penulis menyoroti masalah tentang kebijakan pengaturan waktu penyelenggaraan industri hiburan di DKI Jakarta pada bulan Ramadhan setelah SK Gubernur tersebut efektif berlaku periode 2004. Evaluasi kebijakan dari pengaturan ini menjadi bahan penulisan ini, karena didasari apakah efektif dengan SK Gubernur tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan tentang bagaimana evaluasi kebijakan pengaturan waktu penyelenggaraan industri pariwisata bidang hiburan. Sehingga dilakukan pengambilan sampel secara non probality sampling dengan teknik sampling purposive 110 sampel yang bekerja di sektor hiburan seperti bartender, waiter, terapist guna mendapat penjelasan tentang kebijakan ini dan pengaruhnya bagi penghasilan mereka dan juga mendapatkan informasi secara mendalam tentang kebijakan ini serta wawancara mendalam dengan tokoh FPI, pengusaha hiburan serta Ketua Asosiasi. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang efektif diberlakukan mulai tahun 2004 ternyata efektif untuk menjaga kondusifitas dan ketertiban antar umat beragama dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. The tourism sector still seems to be the mainstay of the city government in the acquisition to boost revenue (PAD). This year, the city government through the Department of Tourism and Culture (Disparbud) revenue target of 2.065 trillion rupiahs from tourism. This amount is greater than the acquisition of PAD in 2010 which only reached 1.9 trillion rupiahs. In the context of local revenue, especially the tourism sector of entertainment can be a mainstay for the region in addition to the mechanism of local revenue derived from the UN Tax, Customs Acquisition Rights on Land, Sales Tax and Income Tax. The mechanism of circulation of money in the world of entertainment business has an exciting prospect indeed. In relation to the matter, in writing, the writer highlighted the problem of policy implementation timing entertainment industry in Jakarta during Ramadan after the decree of the Governor of the effective period of 2004. Policy evaluation of this arrangement the subject of this writing, because it is based is effective with the Governor Policy. This research was conducted with the aim to describe how the evaluation of the timing of implementation of the policy areas of the tourism industry of entertainment. Thus conducted a random sample of non probability sampling with 110 samples purposive sampling technique that works in the entertainment sector such as bartender, waiter, therapists in order to get an explanation of this policy and the effect on their income and also get in depth information about this policy. as well as in-depth interviews with prominent FPI, entertainment entrepreneur and Chairman of the Association. Regulation of the Governor of DKI Jakarta, which takes effect starting in 2004 was effective to maintain conduciveness and inter-religious order in the conduct of worship in Ramadan. The decline of the entertainment tax during this gubernatorial run the range of 2 billion per year but the rate of decline in income from the entertainment sector workers reached more than 60% as there are workers who do not work at all in the month of Ramadan which is the therapist that his business should be closed, and restrictions on hours work of 8 hours of operating time only be 4 hours time to try to like in a karaoke, disco, bar business. |