Peristiwa tsunami 26 Desember 2004 memang sangat memilukan, tidak hanya bagi korban, tetapi juga mereka yang menyaksikannya secara tidak langsung. Namun di sisi lain, peristiwa ini juga dapat menjadi bahan pembelajaran dan refleksi yang baik untuk dipelajari bersama. Salah satunya adalah mengenai aksesibilitas. Sebagai wilayah yang paling banyak memakan korban jiwa, NAD mengalami peningkatan dalam jumlah penyandang cacat sehingga mereka perlu diberikan bantuan yang dapat menunjang kehidupannya di masa yang akan datang. Salah satu caranya adalah dengan membenkan lingkungan fisik atau binaan yang sesuai. Kondisi tersebut tercapainya pnnsip aksesibilitas diterapkan di dalamnya. Aksesibilitas bukan berarti memberikan fasilitas, tetapi menghilangkan semua hambatan agar sebuah lingkungan fisik ataupun bangunan dapat dipakai oleh sstiap orang, tanpa membedakan kekurangan dan kelebihan vany ada pada dirinya. Pihak yang membantu NAD. terutama Non-Government Organization (NGO). memiliki desain masing-masing dalam menerapkan aksesibilitas. Prinsipnva, mereka ?membuat desain tersebut berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia dan building code Propinsi Nonggroe Aceh Darussalam. Hal tersebut bertujuan supaya tidak lerjadi pelanggaran norma-norma ataupun ketentuan yang berlaku di negara ini. Padahal, aksesibilitas dapat diterapkan melalui pendekatan kebutuhan dan keadaan diri pengguna bangunan. Cara terakhir ini tentu saja suiit diterapkan di NAD karena akan memunculkan ketidakadilan antar korban yang selamat dan memakan waktu lebih lama lagi. Pada akhirnya, setiap desain yang ada di NAD saat ini, terutama rumah tinggal, memiliki kemiripan satu dengan yang lain, meskipun berusal dari NGO yang berbeda. Namun demikian, prinsip aksesibilitas yang ada pada setiap desain tersebut letap dapat menjadi bahan pembelaiaran yang berguna untuk diterapkan di masa yang akan datang. terutama di daerah-daerah vang rawan bencan alam di Indonesia. The tsunami tragedy in December 26, 2004 was very devastating, not only for tlie victims, butt also the people who watched it. In the other side, this tragedy also can be good lesson and reflection for all of us. One thing, can be sure is about the accessibility. As the most effected area caused by the tsunami, NAD cauht in the increasing of disabled people therefore they need help to support their live in the near future. One way to do that is by giving them suffice physical environment. That condition can be achieved by enforcing the accessibility inside it. Accessibility is not about giving facility, by erasing the barrier so that the physical environment can be used by all of the people, without making differentiatee between their strength and weakness. The helpers in NAD, especially Non-Government Organization (NGO), have their own design to enforce the accessibility. Principally, they make the design based on the regulations that prevail in Indonesia and buildig code of Nanggroe Aceh Darussalam Province. This matter happen head for to avoid violation against the norms or regulation in this country. Whereas, accessibility can be approach through needs and conditions of the users in the building. It's obvious that this last method is difficult to implement because it can bring out injustice among the victims and take more time. At the end, right now a lot of designs in NAD, especially houses, have a similarity, although it was made by different NGO. However, the principle of accessibility in these design still can be a useful substance of lesson to implement in the near future, especially in the area that potentially dangerous to nature disaster in Indonesia. |