Setiap manusia baik laki-laki atau perempuan memiliki masing-masing personal space yang dapat mempengaruhi nyaman atau tidaknya mereka ketika harus berjarak intim (intimate distance) dengan orang tidak dikenal (stranger) di dalam ruang. Skripsi ini membahas sejauh mana kualitas ruang yang ada dapat mempengaruhi kenyamanan mereka, dalam artian mengecilkan personal space tanpa terpaksa. Pertanyaan ini akan dikaji melalui perbandingan efek kualitas ruang pada studi kasus Halte Transjakarta Kampung Melayu dan Blitz Megaplex Grand Indonesia terhadap perilaku laki-laki dan perempuan saat berjarak intim dengan orang yang tidak dikenalnya, dan setelah itu hasilnya dikaitkan dengan eksistensi personal space berdasarkan gender. Didapati kesimpulan bahwa kualitas ruang mempengaruhi personal space namun tidak dapat dihubungkan dengan gender, karena gender merupakan produk sosial. Pengaruh berdasarkan gender hanya bisa ditemukan dalam personal space, dan bahkan dari sini gender dapat mempengaruhi ruang. Everyone whether male or female has his/her own personal space that can affect their comfort when each of them has to be in intimate distance situation with strangers in space. This mini thesis is an investigation about how far the presence of spatial quality can make each of them feel comfortable, which means make his/her personal space become smaller with no compulsion. The question will be answered by comparing the effect of spatial qualities in each case studies such as Transjakarta Shelter in Kampung Melayu and Blitz Megaplex at Grand Indonesia, toward behaviors of male and female when making intimate distance with strangers, and then relate the results with the existence of personal space above gender as background. The conclusion founded as spatial quality can affect personal space but cannot go along with gender, as gender itself is a social product. The affection of gender only can be found in personal space, instead influences space. |