Dampak dari berbagai pembangunan fisik untuk mendukung perekonomian mulai mengancam kelestarian situs-situs arkeologi dan lingkungannya baik ancaman secara langsung seperti penghancuran, penggusuran, dan perusakan, maupun ancaman secara tidak langsung seperti polusi, perubahan iklim mikro, penelantaran situs-situs, dan kurangnya perlindungan. Oleh karena itu, untuk situs-situs yang belum secara langsung menghadapi ancaman fisik dart pembangunan perlu diberi perhatian yang intensif sehingga kemungkinan-kemungkinan akan adanya kontlik kepentingan terutama yang berhubungan dengan proses pembangunan fisik oleh pemerintah daerah di kernudian hari akan dapat diminimalisasi. Dengan mengoptimalkan sistem pengelolaan dan penataan situs maka situs tersebut dapat mernenuhi sendiri kebutuhan pelestariannya dan meminimalisasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya gangguan serta tidak hanya bergantung pada pemerintah daerah atau pusat.Latar belakang pengambilan Candi Panataran sebagai objek adalah karena candi ini tttemiliki keistimewaan-keist newaan nilai yang berpotensi untuk lebih dikembangkan lagi (baik nilai-nilai budaya, sosial, dan ekonomi) menjadi situs yang dapat memenuhi kebutuhan pelestariannya sendiri. Sebagai kompleks percandian, candi ini merupakan kunci sejarah Pang sangat panting karena masa pernbangunannya melalui suatu rnasa yang sangat panjang dan melampaui beberapa masa kerajaan di Jawa Timur selama kurang lebih 250 tahun. Metode pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan strategis dengan metode analisis SWOT (Strengh, Weakness, Oportunity, dan Threat) pada kondisi-kondisi internal dan ekstemaldan menyesuaikannya dengan tahapan-tahapan Manajemen Sumber Daya Budaya yang dikemukakan oleh Feilden dan Jokilehto yang menyusun tahap-tahap perencanaan yang diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen situs.Dalam tulisan ini diuraikan potensi-potensi internal (historis, arsitektural, lingkungan, dan kondisi situs) dengan kelemahan-kelemahart dalam pengelolaan situs dan potensi-potensi eksternal (pariwisata, sosial, budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan) yang masih belum optimal serta tantangan-tantangan yang dihadapi oleh situs. Dengan penguraian potensi-potensi yang ada maka dapat disusun sebuah strategi pengelolaan situs yang mandiri. Situs cagar budaya yang mandiri dapat memenuhi kebutuhannya sendiri untuk menjaga eksistensi situs, melancarkan jalannya proses pelestarian yang berkesinambungan, dan dapat memaksimalkan potensi sumber daya yang ada untuk pengembangan sektor-sektor terkait (seperti penelitian, budaya, dan ilmu pengetahuan).Kebutuhan situs di sini secara spesifik dapat disebutkan sebagai kebutuhan dana, sumber daya manusia, kegiatan kerja, dan fasilitas-fasilitas penunjang. Strategi pengelolaan situs dilakukan dengan memperhatikan perbaikan manajemen perkantoran dan organisasi serta mengembangkan manajemen situs (meliputi pemintakatan, penataan lingkungan dan pembangunan infrastruktur) dan manajemen pariwisata (pengadaan fasilitas umum, pemngembangan kawasan pariwisata, promosi, dan pengembangan sistem inforrnasi). Kemudian menyesuaikannya dengan potensi-potensi yang ada (internal dan eksternal) untuk menemukan strategi pengelolaan yang tepat sesuai dengan karakteristik situs dan daerah tersebut. |