Prospek penerapan pidana pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi.
Hibnu Nugroho;
Loebby Loqman, supervisor; Mardjono Reksodiputro, examiner
([Publisher not identified]
, 1997)
|
ABSTRAK Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangunmembutuhkan biaya yang sangat besar, tetapi di sisi lain terjadikebocoran dana yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi. Tindakpidana korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar sehingga sejaklama Pemerintah berupaya memeranginya. Undang-Undang Nomor 3Tahun 1971 merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mencegahterjadinya korupsi yang makin merajalela. Undang-undang itu memberikanancaman yang berat bagi si pelaku.Di samping pidana pokok dan denda yang berat, undang-undangitu juga mengancam pelaku dengan pidana tambahan berupapembayaran uang pengganti yang diatur pasal 34 sub c. Dari hal-haltersebut di atas, pengkajian permasalahan yang timbul karenanyamenjadi penting yaitu sebagai berikut.Pertama, dalam hal bagaimanakah pelaku tindak pidana korupsidijatuhi pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti.Kedua, bagaimanakah fungsi dan kedudukan pidanatambahan yang berupa pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Ketiga, faktor-faktor apakah yang menyebabkan pidanapembayaran uang pengganti ini tidak dapat dilaksanakan.Keempat, bagaimanakah prospek penerapan pidana pembayaranuang pengganti dalam tindak pidana korupsi.Dari penelitian yang dilakukan, terhadap permasalahan tersebut diatas ternyata diketemukan fakta-fakta sebagai berikut.a. Pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti dijatuhkanhakim pada terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi,besarnya uang pengganti ditentukan berdasarkan kerugian negarayang timbul oleh karenanya. Namun, apabila selama prosespenyidikan, penuntutan dan peradilan terdakwa berhasil mengembalikannya,hakim tidak akan menjatuhkannya. Selama tahun 1988 s.d.1996 di Pengadilan Negeri Purwokerto hanya delapan perkara yangdijatuhi pidana ini.b. Pidana tambahan pembayaran uang pengganti berfungsi melindungidan menyelamatkan dana pembangunan nasional dari kebocoranakibat tindak pidana korupsi. Adapun kedudukannya adalahsebagai pidana tambahan yang bersifat fakultatif, sehingga hakimbebas memilih untuk menjatuhkan atau tidak. c. Faktor-faktor penyebab tidak dapat dilaksanakan pidana ini adalahadanya keragu-raguan penegak hukum untuk menerapkan dalamkasus yang dihadapi karena kesulitan eksekusinya; belum adanyaketentuan pelaksanaan setingkat undang-undang; adanya birokrasiyang bertele-tele untuk dapat langsung menjerat pelaku.d. Pembayaran uang pengganti mempunyai prospek yang sangat baik,tetapi permasalahan essensiil yang menghadang harus dipecahkanterlebih dahulu.Sehifigga disarankan agar secara yuridis pembuat undang-undangmengubah ketentuan yang ada dalam penjelasan Pasal 34 sub C undangundangNomor 3 Tahun 1971 serta adanya.Upaya pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia khususnyabagi para jaksa (eksekutor) agar dapat mengantisipasi sedini mungkinteijadinya pengalihan aset-aset pelaku tindak pidana korupsi sebelumdilakukan penyitaan oleh negara. |
T36432-Hibnu Nugroho.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1997 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | x,172 pages : illustration ; 28 cm |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-Pdf | 15-19-779083947 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20267242 |