:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Apakah reaksi masyarakat terhadap delik adat dapat dijadikan pelengkap dalam penghukuman menurut KUHP? suatu penikiran dalam rangka pembentukan hukum pidan nasional / Chrispinus Boro Tokan

Chrispinus Boro Tokan; Mardjono Reksodiputro, supervisor; Oemar Seno Adji, examiner ([Publisher not identified] , 1990)

 Abstrak

ABSTRAK
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun
1951, maka timbul anggapan seolah-olah hukum adat< idelik tidak
mempunyai tempat lagi dalam dinamika hukum pidana positif
di Indonesia. Namun kalau diteliti pasal 5 ayat (b)
UU tersebut, maka sebenarnya hanya dihapus hukum formil
(beracara) adat. Dalam arti hukum adat delik materiil masih
tetap berlaku.
Asas legalitas yang dianut dalam hukum pidana positif
di Indonesia, secara serta merta menumbuhkan sikap
apriori para penegak hukum, bahwa dengan demikian hukum
delik adat tidak diterapkan lagi. Tentunya hal ini bertentangan
dengan dinamika beberapa peraturan perundang-undang
an yang menunjukkan esensi dan eksistensi hukum delik adat
di Indonesia.
Esensi dan eksistensi hukum delik adat di Indonesia,
paling tidak mematahkan kekakuan dinamika hukum pidana positif
yang menganut asas legalitas. Walaupun dalam imple -
mentasinya, hukum pidana positif di Indonesia masih menampakkan
kekakuannya.
Menggembirakan bahwa dalam kandungan konsep Kitab Undang-
undang Hukum Pidana Nasional 1982/1983 tetap memberikan
peluang keberadaan hukum delik adat di Indonesia ,
seperti dalam pasal 1 ayat (4), pasal 57 ayat (3) butir 5.
Dalam menyonsong peluang keberadaan hukum delik adat
yang tetap dijamin dalam era implementasi hukum pidana nasional
di masa mendatang, maka pada tempatnya dikemukakan
pertanyaan : apakah setiap reaksi masyarakat terhadap delik
adat dapat dijadikan pelengkap dalam penghukuman?
Tentunya tidak secara serta-merta setiap reaksi masyarakat
terhadap delik adat diterima untuk melengkapisuatu
penghukuman. Melainkan harus melalui filter penyaring,
yakni Pancasila dan UUD 1945. Selain itu dalam batang tubuh
konsep KUHP nasional masih dapat diangkat Tujuan Pemidanaan
(pasal 43) sebagai alat ukur untuk mempertanyakan
apakah reaksi masyarakat terhadap delik adat dapat
dijadikan pelengkap penghukuman.
Dengan demikian tidak semua reaksi adat dapat diterima
sebagai pelengkap penghukuman, namun harus dikaji dan
disaring terlebih dahulu. Di sini dituntut kepekaan para
penegak hukum dalam menjiwai hukum delik adat suatu masyarakat.
oleh karena itu tidak terelakkan tuntutan akan
suatu pengetahuan hukum adat yang memadai serta penjiwaan
yang mendalam dari para penegak hukum mengenai hukum adat,
tidaklah dapat ditawar-tawar di era implementasi KUHP nasional
kelak. Dalam konteks di atas, maka penegak hukum jangan hanya
jadi corong atau mulut undang-undang belaka. Sebab kalau
penegak hukum memposisikan diri hanya sebagai trompet
dari UU, maka akibat hasil kerjanya tidak luput dari kekecewaan
pencari keadilan. Pencari keadilan merasakan bahwa
keadilan yang sedang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
tidak mendapatkan sahutan dari para penegak hukum
dalam setiap tahapan proses kerjanya.
Proses kerja para penegak hukum ini, berangkat dari
suatu sistem kerja yang dikenal dengan Sistem Peradilan
Pidana (SPP); SPP memperkenalkan dua model kerja, yakni
'crime control model' dan 1due process model' ( CCM dan
DPM) .
CCM, antara lain menghindari adanya 'second opinion'
(pendapat kedua), sehingga penegak hukum yang memposisikan
diri sebagai mulut undang-undang belaka, secara apriori
menutup diri terhadap dinamika hukum sosiologis yang
tidak atau secara kabur-kabur diatur dalam perundang - undangan.
Sedangkan DPM antar lain mengandalkan chek and
re-chek, sehingga menjadi suatu keharusan hadirnya 'second
opinion'. Hadirnya second opinion memberikan peluang pemerhatian
akan rasa keadilan yang sedang tumbuh dan berkembang
dalam nurani masyarakat. Dalam arti peluang hukum
delik adat sebagai hukum tidak tertulis tetap ada dalam
proses kerja SPP yang menggunakan model DPM.
Dalam konsep KUHP nasional mengenai ‘penghukuman'dikenal
'double track system' (sistem dua jalur); yaitu 'straf'
(pidana) dan 'maatregel' (tindakan).
Benang merah yang membedakan straf dan maatregel, ada
lah pada orientasi penghukumannya. Straf bermaksud menderitakan
setiap pelaku kejahatan karena berangkat dari
1backwardlooking', yakni hanya melihat perbuatan pelaku
itu saja (berorientasi ke belakang), sehingga pelaku kejahatan
dihukum setimpal dengan besarnya kesalahan. Sedangkan
maatregel tidak bermaksud menderitakan pelaku melainkan
mendidik (edukatif), yakni bertolak dari 'forwardlooking',
yang mempertimbangkan manfaat dan kegunaan sanksi
itu bagi masa depan setiap pelaku kejahatan.
Menjadi pertanyaan sekarang, reaksi adat dimasukkan
ke dalam straf atau maatregel? Hemat penulis reaksi adat
digolongkan ke dalam maatregel, karena reaksi adat itu sebenarnya
tidak bermaksud menderitakan pelaku tetapi merupakan
suatu upaya pemulihan kembali hubungan masing - masing
pihak, pengharmonisan kembali suasana masyarakat yang
tegang (kacau) karena adanya pelanggaran adat.
Dengan demikian reaksi masyarakat itu dapat dijadikan
pelengkap dalam penghukuman, apabila reaksi masyarakat adat itu bersikap mendidik, bukan menderitakan. Dengan
perkataan lain reaksi masyarakat adat itu harus merupakan
konkritisasi sahutan pl.aham 'utilitarian model',
yang menekankan adanya kegunaan yang maksimal dari penghukuman
bagi masa depan si pelanggar. Oleh karena itu
reaksi masyarakat adat yang bermaksud menderitakan, menyalahi
norma sosial, bersifat pemborosan, tidak diandalkan
sebagai suatu bentuk penghukuman.***

 File Digital: 1

Shelf
 T36489-Chrispinus Boro Tokan.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T36489
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1990
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xii, 246 pages : illustration ; 28 cm + appenddix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T36489 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20267303