ABSTRAK Bagaimanapun juga peri kehidupan manusia itu berputar di sekitarkepentingannya dan lingkungan hidupnya. Secara alamiah setiap manusia memilikikecenderungan untuk terus memenuhi kebutuhan hidupnya baik sesaat dan juga jangkapanjang. Seiring dengan itu, sebagian manusia dikodrati dengan daya kreasi dankreativitas yang tinggi sehingga berkemampuan untuk menciptakan sesuatu yangberguna untuk meningkatkan taraf kehidupan, meskipun disadari pula bahwa hanyasebagian kecil manusia yang memiliki keunggulan untuk memproduksi barang-baranguntuk keperluan kehidupan. Sementara itu, sejumlah besar lainnya hanya mampumenikmati langsung produk-produk yang diciptakannya itu. Dalam keadaan demikianlahirlah sebuah siklus yang saling menentukan antara satu sama lainnya, yang hinggakini lebih dikenal dengan istilah produsen di satu sisi dan konsumen pada sisi lainnya.Kepentingan konsumen memang merupakan titik sentral perhatian konsumen. Betapatidak, hampir seluruh kegiatan seorang individu konsumen, dengan memeras otak, danadan tenaga sepanjang hampir seluruh usianya adalah untuk memenuhi tanggungjawabnya pada keluarga dan rumah tangga. Suatu hal yang tidak adil apabila hasil jerihpayahnya yang ia peroleh dengan membanting tulang dan pikiran, sirna begitu sajakarena barang atau jasa ia peroleh tidak bermanfaat (karena mutu tidak sesuai denganinformasi yang ia terima, kurang dalam volume, atau bahkan mengandung cacat tertentuyang menyebabkan ia dapat bukan saja kehilangan harta bendanya tetapi mungkin pulajatuh sakit atau kehilangan jiwanya).Bagi Indonesia, negeri yang mayoritas muslim ini (85%), belum menemukan formatyang pasti. Konsumen muslim masih diwarnai ketidakpastian apakah suatu produkmakanan dan minuman yang dikonsumsinya benar-benar halal, atau justru mengandungunsur haram. Kalaupun muncul format, sayangnya, sepertinya bukan hanya sekedaruntuk melindungi konsumen (muslim) secara umum, tetapi justru ada interest lain yangsangat dominan, yaitu dengan munculnya Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag)Nomor 518 Tahun 2001 tanggal 30 Nopember 2001 tentang Pedoman dan Tata CaraPemeriksanaan dan Penetapan Pangan Halal; SK Menag Nomor 519 Tahun 2001 tanggal30 Nopember 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal; dan SKMenag Nomor 525 Tahun 2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Penunjukan PerumPeruri sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal. Hal ini menimbulkan kotroversi, disatu sisi pihak pemerintah dengan Stikerisasi Label Halal bermaksud melindungikonsumen Muslim dari produk makanan dan minuman dalam kemasan dari produkpangan yang tidak halal, tetapi di satu sisi kalangan DPR, Lembaga SwadayaMasyarakat, pengusaha, dan masyarakat lainnya merasa keberatan dengan alasan darilegalitas, teknis pelaksanaan, biaya tinggi, tidak kompetitif, dan sebagainya.; |