ABSTRAK Masalah perkawinan beda agama memang tidak banyak muncul kepermukaansebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan(selanjutnya disingkat UUP). Setelah ditetapkannya UUP yang menyatakan bahwaperkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum dan tatacara agamanyadan kepercayaannya masing-masing. Menurut negara sah apabila menurut agamanyasah. UUP tidak mengatur perkawinan beda agama. Pada kenyataannya ada teijadiperkawinan beda agama. Sebelum berlakunya UUP perkawinan beda agama diaturdengan Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken, St.1898 No. 158) selanjutnya disingkat GHR dan Ordonansi Perkawinan Orang-orangIndonesia-Kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon (Huwelijksordonnantie Christen-Indonesiers Java, Minahasa en Amboina, St. 1933 No. 74) atau disingkat HOCI.Perkawinan beda agama dengan cara penundukan diri pada aturan hukum pihakperempuan. Penundukan diri pada hukum perempuan ini dibuat dengan suatu aktaotentik. Akta otentik harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 1868KUHPerdata. Yang dimaksud dengan pejabat umum dalam pasal tersebut adalahnotaris. Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta.Hal ini diatur dalam Pasal 1 juncto Pasal 15 ayat 1 UUJN. Metode penelitian yangdipakai adalah kepustakaan penelitian hukum (legal research) yang bersifat yuridisnormatif, yang bersifat deskriptif analitis, dan analisis data dengan pendekatankualitatif. Adapun tujuan penulisan ini untuk mengetahui sejauh mana perkawinanbeda agama yang teijadi di Indonesia dikaitkan dengan pembuatan akta pernyataantunduk ke KUHperdata pada perkawinan beda agama dan peraturan perundangundanganyang terkait dengan perkawinan beda agama tersebut. Hasil penelitianternyata perkawinan beda agama teijadi dan dimungkinkan dilakukan mengacu padaaturan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 66 UUP, Pasal 35 huruf a bersertapenjelasannya UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan danyurisprudensi MA No. 1400 K/Pdt/1986. ABSTRACT The problem is the difference between religious marriage is not much appearbefore the introduction of Law Number 1 Year 1974 on Marriage (hereinafterabbreviated UUP). After UUP which states that marriage is considered legitimatewhen carried out according to legal procedure religious of each. According to thevalid state when the legitimate religion. UUP does not set the different religiousmarriage. In fact, there occurred the marriage is religious. Before the introduction ofUUP religious marriage is regulated by intermarriage (Regeling op de GemengdeHuwelijken St. No. 1898. 158) and then truncated GHR ordinance Perkawinan TheIndonesian Christians in Java, Minahasa and Ambon (HuwelijksordonnantieChristen-Indonesiers Java, Minahasa en Amboina, St. No. 1933. 74) or abbreviatedHOCI. Marriage is religious in a way bending the rules of law on women. Bendingthe law on women is made with an authentic letter. Authentic letter must meet theconditions stipulated in article 1868 KUHPerdata. The definition of public official inthe notary clause. Notary is a public official who has the authority to make ofauthentic letter. Notary is a public official who has the authority to make of authenticletter. This is stipulated in Article 1 juncto Article 15 paragraph 1 UUJN. Researchmethod used is literature study law (legal research) of juridical normative, adescriptive analytical, and data analysis with a qualitative approach. The purpose ofwriting is to know the extent to which marriage is a religious place in Indonesia isassociated with the making of a statement of authentic letter to KUHperdata on thesubject of marriage is religious and regulations related to marriage are differentreligions. Results of research that religious marriage is going on and made possible tothe rules Switching Rules Article I of the 1945 Constitution, Article 66 UUP, Article35 letter a with explanation of Law No. 23 Year 2006 about administration ofresidence and jurisprudence of MA No. 1400 K/Pdt/1986. |