ABSTRAK Gerakan Jumadilkubra tahun 1871 yang dibahas di dalan studi ini terjadi di daerah-daerah bagian selatan Pekalongan dan bagian utara Banyumas, Jawa Tengah. Gerakan ini dipelopori oleh seorang guru agama yang bernama Achmad Ngisa, yang menyatakan bahwa Syeh Jumadilkubra dari Wanabadra telah memberikan pesan suci kepadanya. Ia meramalkan akan datangnya Pangeran Erucakra, yang diiringi oleh tentaranya. Mereka ini akan bangkit melawan para penguasa asing dan mengusir ke luar, tetapi mereka diperbolehkan kembali dengan syarat bahwa mereka berpindah ke agama Islam dan terbatas hanya berdagang. Gerakan Jumadilkubra ini pada hakekatnya tidak memiliki gagasan-gagasan, baik mesianisme maupun milenarisme, namun semata-mata sebagai refleksi ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial keagamaan di daerah mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan suatu peristiwa gerakan sosial-keagamaan yang terjadi di daerah Jawa Tengah. Tujuan apa yang ingin dicapai oleh Jumadilkubra beserta kawan-kawannya? Bagaimana corak kondisi masyarakat yang mendorong munculnya gerakan tersebut? Apa pandangan pemerintah kolonial terhadap gerakan itu? Apa tindakan pemerintah untuk mengatasinya? Bagaimana pandangan masyarakat di daerah "itu" terhadap meletusnya gerakan tersebut? Hasil penelitian ini tentu diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.Guna memperoleh eksplanasi yang memadai atas peristiwa sejarah yang menyangkut suatu gerakan sosial, tentunya agak sulit jika hanya menggunakan satu bidang ilmu saja. Karenanya, selain menggunakan Ilmu Sejarah, penelitian ini juga menggunakan pendekatan disiplin ilmu lainnya, dalam hal ini khususnya Sosiologi. Sebagai upaya untuk merangkai serta menganalisis fakta-faktanya, maka sumber-sumber yang menjadi landasan upaya itu didapatkan melalui Studi Kepustakaan, baik dalam bentuk tercetak maupun dokumenter.Memang benar, bahwa gerakan Jumadilkubra yang terjadi di Jawa Tengah ini tidak sampai menimbulkan akibat-akibat yang dapat menggoyahkan, baik sendi-sendi kehidupan kemasyarakatan maupun eksistensi pemerintah kolonial. Hal ini dikarenakan, di dalam keadaan yang tidak seimbang, pihak penguasa jelas lebih beruntung dalam faktor kekuatan. Namun, kita tidak dapat mengatakan gerakan itu sebagai sesuatu yang tidak ada artinya, sebab bagaimanapun juga, adanya sebuah pemberontakan yang betapapun kecilnya di tengah-tengah kehidupan kolonial, menunjukkan suatu hentakan hati nurani manusia serta manifestaai insani yang mendambakan kebebasan atas diri pribadi . |