Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran psychological well-being keluarga miskin di Kampung Pajeleran Gunung, Cibinong, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi psychological well-being mereka. Psychological wellbeing merupakan kondisi dimana seseorang mampu menerima dirinya apa adanya, membangun hubungan positif dengan orang lain, mandiri, mengatur lingkungannya, memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Sementara keluarga miskin adalah orangorang yang terhubung melalui darah, pernikahan, atau adopsi dan tinggal bersama yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tiga orang keluarga (ayah, ibu, dan anak di tahap remaja akhir) dengan jumlah pengeluaran perorang perbulan kurang dari Rp 175.179,00 serta tinggal di Kampung Pajeleran Gunung, Cibinong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi psychological well-being ketiga keluarga miskin memiliki keunikan, dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh penghayatan individu terhadap status sosial ekonomi dan pendidikannya, nilai-nilai agama yang diterapkan, dan interaksi yang terbentuk di dalam keluarga. Tentunya hal ini menimbulkan perbedaan dinamika psychological well-being pada ketiga keluarga, dimana salah satu keluarga memiliki kondisi psychological well-being yang lebih baik dibandingkan dua keluarga lainnya. The study aimed to see the picture of psychological well-being of poor families in Kampung Pajeleran Gunung, Cibinong, and the factors that affect their psychological well-being. Psychological well-being is a condition where a person was able to accept him as it is, bulid positive relationships with others, independet, arranging the environment, has goals in life, and developing potential. While the poor are the people who are connected through blood, marriage, or adoption and living together who have an average monthly per capita expenditure below the poverty line. This stude uses a qualitative approach with three familiy (father, mother, and child in the late adolescent stage) with a total expenditure per person per month less than Rp 175.179,00 as well live in Kampung Pajeleran Gunung, Cibinong. The results showed that psychological well-being condition of the three poor families are unique, where this is strongly influenced by the appreciation of individual socioeconomic status and education, religious values are applied, and the interactions formed within the family. Obviously this causes differences in the dynamics of psychological well-being in all three families, where one family has a condition of psychological well-being better than the two other familiies. |