ABSTRAK Dari berbagai kehilangan yang djumpai di usia lanjut, salah satunya yangterberat adalah kehilangan pasangan melalui kematian. Secara umum, kematianpasangan mendatangkan tekanan yang amat berat bagi individu yangmengalaminya terbukti dari dijumpainya peristiwa ini pada peringkat pertama dariskala penyesuaian diri atas sejumlah peristiwa dalam kehidupan, yang disusunoleh Hoimes & Rahe (1967). lndividu yang ditinggal mati pasangannya dapatdikatakan mengalami bereavement, yaitu situasi dimana individu kehilangan orangyang dicintainya melalui kematian.Berbagai Iiteratur yang ada menunjukkan bahwa wanita lebih mampubertahan dalam menghadapi kehidupan sendiri setelah ditinggal mati pasangan,dibandingkan dengan pria. Pada pria umumnya ataupun pria Ianjut usiakhususnya, dijumpai masalah-masalah yang berkisar dari kehilangan peransebagai pasangan, masalah rumah tangga, dan perubahan jaringan sosial.Mengingat penyesuaian terhadap kematian pasangan merupakan salah satu tugasperkembangan yang harus dihadapi pada masa usia Ianjut (Turner & Helms,1995), maka individu yang ditinggal mati pasangan harus melakukan upaya untukmenghadapi tuntutan ataupun kesulitan yang kemudian timbul dari peristiwa ini.Secara umum, upaya yang dilakukan individu untuk menghadapi tuntutan yangmendatangkan tekanan disebut coping (Lazarus, 1976).Secara garis besar Lazarus & Folkman (1984) membagi coping menjadi 2dimensi yaitu coping yang mengarah pada masalah, dan coping yang mengarahpada emosi. Untuk setiap dimensi, coping dapat terjadi pada taraf kognitif,perilaku, maupun secara bersamaan. Lebih lanjut Mikulincer & Florian (1996)mengembangkan klasirikasi respon coping khusus pada situasi bereavement,dengan diferensiasi pada coping yang mengarah pada emosi yang telahdikemukakan oieh Lazarus & Folkman, yaitu meliputi strategi berfokus padamasalah, reappraisal atau penilaian ulang, reorganisasi, dan penghindaran.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana lanjut usia pria rnengatasikesulitan yang timbul akibat kematian pasangan. Dengan menggunakan metodestudi kasus, dilakukan wawancara terhadap empat Ianjut usia pria yang ditinggalmati istri dalam kurun waktu maksimal dua tahun, sesuai perkiraan Iamanyaindividu pulih dari bereavement menurut Cook & Dworkin (1992).Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis coping disesuaikan dengankarakteristik masalah. Untuk masalah-masalah praktis (separti masalah rumahtangga, pendamping dalam menghadiri acara sosial), coping perilaku yangmengarah pada masalah banyak dijumpai. Sedangkan untuk masalah-masalahemosi (rasa sedih), subyek banyak menggunakan upaya kognitif untukmeredakannya. Coping yang menonjol dari para subyek dalam menghadapi emosiyang menekan adalah berpaling pada keyakinan religius. Strategi berfokus padamasalah dengan melakukan tindakan tertentu juga efektif meredakan emosi yangmenekan. Strategi reappraisai atau penilaian ulang banyak dijumpai dalam bentukpengarahan atensi secara selektif terhadap informasi positif seputar peristiwakematian istri. Keempat subyek sudah menunjukkan upaya reorganisasi denganberbagai pengalaman positif maupun negatif selama menjalani masa kehilangan.Adapun faktor yang berperan dalam membantu mengatasi kesulitan pada masabereavement dapat dibedakan menjadi faktor dari dalam diri subyek dan dari Iuar.Faktor dari dalam berupa iman, karakteristik kepribadian, dan pengalaman terlibatdalam tugas kerumahtanggaan, sedangkan faktor dari Iuar meliputi dukungansosial serta masih adanya kesibukan rutin untuk dijalani. Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk mengembangkan pusat penanganan masalah bagi para Ianjutusia yang mengalami kehilangan pasangan. Penelitian lanjutan dapat diarahkanuntuk mengetahui perbedaan pengaruh dukungan sosial yang diperoleh lanjut usiaberdasarkan sumber dukungan (dari pihak keluarga ataukah teman-teman),maupun bentuk-bentuk dukungan sosial yang diperiukan Ianjut usia sesuai dalamtahapan waktu tertentu selama menjalani masa kehilangan pasangan. |