ABSTRAK Dalam dunia pendidikan diketahui bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan disekolah baik karena rendahnya kemampuan umum ataupun kesulitan belajar dalam bidangtertentu. Siswa-siswa ini masih dapat mengembangkan potensinya bila aspekkelemahannya diketahui dan dapat ditangani. Untuk itu diperlukan tes seperti Detroit Testof Learning Aptitude-3 (DTLA-3) yang dikembangkan Donald D. Hammill pada tahun1991 berdasarkan teori dua faktor Spearman. Adapun berbagai kelebihan yang ditawarkanoleh DTLA-3 dibandingkan dengan tes inteligensi Iainnya adalah:l. mengukur kemampuan mental umum (general mental ability), meramalkankeberhasilan di masa yang akan datang (bakat/aptitude) dan menunjukkan penguasaanmateri dan ketrampilan tertentu (prestasi/achievement).2. menentukan kekuatan dan kelemahan di antara berbagai kemampuan (developedabilities) yang dimungkinkan melalui melalui analisis unjuk kerja subjek pada berbagaisubtes, serta analisis perbedaan skor antar berbagai komposit. Dengan mengetahuikekuatan dan kelemahan seseorang, dapat direncanakan program pendidikan yangtepat bagi individu tersebut.3. mengidentifikasi individu yang mempunyai kemampuan di bawah kemampuankelompok seusianya. DTLA-3 dpat digunakan untuk mendiagnosis apakah seseorangmembutuhkan pendidikan luar biasa karena kemampuan mental umum yang rendah,atau program penanganan kesulitan belajar bahasa, atensi atau motorikSebelum DTLA-3 digunakan di Indonesia, perlu diadakan diteliti apakah tes inimemenuhi persyaratan pengukuran yang baik, yaitu mempunyai item yang tersusun denganberdasarkan derajat kesulitan dan mempunyai daya pembeda, menghasilkan skor yangrelatif sama dari waktu ke waktu, serta mengukur apa yang hendak diukur. Adapunpenelitian dilakukan pada kelompok usia 10-12 tahun yang duduk di kelas 4-6 SD yangpaling banyak mengalami kesulitan belajar (Schmid et al., dalam Mercer, 1983). Denganalat ukur yang akurat seperti DTLA-3 diharapkan dapat mengidentifikasi siswa yangmembutuhkan program pendidikan yang direncanakan secara khusus.Subjek penelitian terdiri dari 93 siswa-siswi sekolah dasar dengan rentang usai IO-I2tahun, dengan rincian 31, 32 dan 30 orang pada masing-masing kelompok usia.Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probabilitas, yaitu secara insidental.Pengumpulan data dtlakukan dengan cara memberikan DTLA-3 dan WISC-R secaraindividual. Analisis data dilakukan dengan dua cara, pertarna analisis berdasarkan dataseluruh kelompok usia; kedua, analisis untuk masing-masing kelompok usia. Analisis itemdilakukan untuk mengetahui derajat kesukaran item, yaitu dengan menggunakan indekskesukaran rata-rata; dan untuk mengetahui daya pembeda item, dengan menghitung indeksvaliditas item yang dihitung dengan rumus korelasi point biserial dan Pearson productmoment. Uji reliabillitas konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan rumus alpha,sedangkan uji reliabilitas antar penilai dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson product moment. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang ditujukan untuk mengujiapakah DTLA-3 benar-benar mengukur kemampuan mental umum, dilakukan denganmengkorelasikan skor total DTLA-3 dengan skor total WISC-R.Analisis data memperlihatkan bahwa subtes-subtes DTLA-3 pada umumnyamempunyai item yang mempunyai daya pembeda item dan derajat kesukaran item yangtergolong pada taraf sangat mudah sampai sangat sukar pada kelompok usia 10-12 tahunwalalupun belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya (kecuali subtes DesignSequences dan Reversed Letters yang sudah tersusun berdasarkan derajat kesukaran yangsemakin meningkat). Subtes DTLA-3 pada umumnya memperlihatkan konsistensi internal,kecuali subtes Story Construction (kelompok usia 10 tahun), Design Sequences, SymbolicRelation, Story Sequences, dan Picture Fragments. Uji realibilitas antar penilai padasubtes Story Construction dan Design Reproduction untuk kelompok umur 10 sampai 12tahun memperlihatkan konsistensi penilaian antara satu penilai dengan penilai Iain. Ujivaliditas konstruk menunjukkan bahwa DTLA-3 mengukur kemampuan umum sepertiyang diukur dalam WISC-R.Saran yang diajukan untuk perbaikan metode adalah melakukan penelitian lanjutandengan menggunakan sampel lebih mewakili kelompok populasi di Indonesia; pengambilansampel secara acak; melakukan uji reliabilitas pengujian kembali (test-retest); sertamelakukan uji validitas dengan mengkorelasikan skor DTLA-3 dengan nilai ujian sumatifyang diselengggarakan Depdikbud DKI Jakarta, dan dengan prestasi subjek di masa yangakan datang. Saran lain adalah memperbaiki alat penelitian, yaitu menulis kembali item-item beberapa subtes berdasarkan penelitian mengenai kosa kata yang sudah dikuasai anakpada usia tertentu, yaitu Subtes Word Opposites, Word Sequences, dan Picture pada usia tertentu, yaitu subtes Word Opposites, Word Sequences, dan PictureFragments; menyesuaiakan jumlah kata item adaptasi dnegn jumlah kata item asli subtesSentence Imitation. ménggunakan stimulus gambar yang Iebih dikenal anak untuk subtesStory Constuction; menyusun item-item setiap subtes berdasarkan tingkat kesukaran;membuat kriteria bonus waktu untuk subtes Story Sequences yang sesuai dengan responssampel Indonesia. Secara umum disarankan melakukan penelitian lanjutan hinggadidapatkan norma yang berlaku bagi populasi Indonesia. |