:: UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Hubungan antara keterikatan terhadap norma maskulinitas dengan kesediaan bercerita pengalaman emosi pada pria

Ricci Vicika; Suprapti Sumarmo Markam, supervisor; Elizabeth Kristi Poerwandari, supervisor ([Publisher not identified] , 1997)

 Abstrak

ABSTRAK
Kehidupan manusia tidak terlepas dari emosi. Apapun jenisnya, emosi menyebabkan
bergesernya sistem fisiologis, kognitif dan sosial individu dari keadaan homeostatis menjadi non
homeostatis. Pergeseran ini mengganggu fungsi individu. Oleh karena itu, ketiga sistem tersebut
harus dikembalikan ke dalam keadaan homeostatis. Caranya adalah dengan menyalurkan
(?channeling") emosi baik melalui perilaku verbal maupun non verbal. Salah satu perilaku
verbal adalah perilaku menceritakan emosi kepada orang lain. Perilaku bercerita pengalaman
emosi adalah perilaku mendiskusikan pengalaman emosi dengan orang lain (Rime et.al, 1991).
Idealnya, semua orang dapat menceritakan pengalaman emosinya dengan leluasa. Namun
kenyataannya, pria cenderung memilih untuk tidak menceritakan pengalaman emosinya kepada
orang lain (Caldwell & Peplau, 1982 dalam Lips, 1988). Mengapa pria tidak menceritakan
pengalaman emosinya kepada orang lain? Hal ini disebabkan karena adanya "pendidikan" yang
diberikan bagi pria. Pria dididik untuk bersikap sebagai individu yang kuat, obyektif mampu
bertahan, tidak sentimentil, dan tidak ekspresif secara emosional (Jourad, 1971 dalam Dindia &
Allen, 1992). Pendidikan ini muncul karena adanya standar yang disebut sebagai norma
maskulinitas (Pleck, 1981 dalam Levant & Pollack, 1995). Dari uraian teoritis di atas, diduga
ada hubungan yang negatif antara keterikatan terhadap norma maskulinitas dengan kesediaan
pria untuk menceritakan pengalaman emosinya. Dalam penelitian ini, kesediaan bercerita
pengalaman emosi dioperasionalisasikan menjadi tiga aspek yaitu (1) muncul tidaknya perilaku
bercerita pengalaman emosi; (2) kedalaman cerita pengalaman emosi; dan (3) kesediaan untuk
menceritakan pengalaman emosi untuk peristiwa yang belum terjadi. Penelitian ini akan melihat
lima jenis emosi yaitu sedih, marah, takut, malu dan bersalah. Emosi sedih dan takut digolongkan sebagai emosi yang tidak boleh diekspresikan pria [Levant et al., 1996). Emosi
malu dan bersalah digolongkan oleh peneliti sebagai emosi yang tidak boleh diekspresikan pria
karena menggambarkan kelemahan. Pria juga dilarang untuk mengeskpresikan emosi yang
menggambarkan kelemahan. Sedangkan marah merupakan emosi yang boleh diekspresikan pria.
Pembagian emosi menjadi dua jenis ini menyebabkan munculnya dugaan lain mengenai hubungan
antara keterikatan terhadap norma maskulinitas dengan kesediaan bercerita pengalaman emosi
pada pria. Diduga, pria yang terikat pada norma maskulinitas tidak bersedia untuk menceritakan
pengalaman emosi sedih, takut, malu dan bersalah kepada orang lain. Sebaliknya, untuk emosi
marah, justru diduga bahwa pria yang terikat pada norma maskulinitas bersedian untuk
menceritakan pengalaman emosi marahnya kepada orang lain.
Penelitian ini melibatkan 45 subyek mahasiswa pria. Teknik penarikan sampel yang
digunakan adalah teknik insidental yaitu penarikan sampei yang didasarkan atas kemudahan
mancari sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang dapat diisi
sendiri tanpa bantuan wawancara. Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif.
Secara umum didapat hasil bahwa pria yang terikat pada norma maskulinitas tidak bersedia
menceritakan pengalaman emosinya kepada orang Iain. Hasil ini tercermin melalui tiga aspek
kesediaan bercerita pengalaman emosi di atas. Namun, hasil ini hanya berlaku pada emosi sedih
dan marah. Pada kedua emosi ini, ketiga aspek kesediaan bercerita pengalaman emosi sedih dan
marah menunjukkan hubungan yang negatif dengan keterikatan pria terhadap norma
maskulinitas. Sedangkan pada emosi malu dan bersalah, keterikatan pria terhadap norma
maskulinitas tidak berhubungan dengan kesediaan bercerita pengalaman emosi malu dan
bersalah. Keanehan terjadi pada emosi takut. Pada kedua aspek pertama didapatkan hasil bahwa
keterikatan pria terhadap norma maskulinitas tidak berhubungan dengan (1) muncul tidaknya
perilaku bercerita pengalaman emosi takut dan (2) kedalaman cerita pengalaman emosi takut.
Sedangkan pada aspek ketiga, diperoleh basil bahwa pria yang terikat pada norma maskulinitas
tidak bersedia untuk menceritakan pengalaman emosi takutnya untuk peristiwa lain yang belum
terjadi. Keanehan ini, mungkin, disebabkan karena alat yang dipakai tidak dapat menangkap
kompleksitas pengalaman emosi takut.
Untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk menambah beberapa pertanyaan yang dapat
menangkap pengalaman emosi secara lengkap. Selain itu, disarankan untuk melakukan
wawancara secara mendalam terhadap subyek.

 File Digital: 1

Shelf
 S2643-Ricci Vicika.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : S2643
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1997
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xii, 99 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S2643 14-18-904723554 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20286813