ABSTRAK Tingginya mobilitas dan interaksi manusia memungkinkan dua orang yangberbeda agama untuk bertemu, menjalin hubungan, dan kemudian melakukanperkawinan dimana masing-masing tetap mempertahankan agamanya. Dengan segalahambatan, anjuran, bahkan larangan untuk tidak melakukan perkawinan beda agama,masih banyak pasangan yang tetap memutuskan untuk melakukannya. Berdasarkansebuah penelitian, baik di Amerika atau Indonesia, jumlah pasangan yang melakukanperkawinan beda agama semakin meningkat. Berbagai masalah dapat timbul dalamkehidupan perkawinan beda agama karena perbedaan agama dapat menyebabkanperbedaan nilai, perilaku, dan cara pandang. Masalah tersebut dapat menimbulkanketegangan dan ketidakharmonisan hubungan, sehingga pasangan akan berusahamenyelesaikan permasalahan yang ada. Salah satu penyelesaiannya adalah melaluipenyesuaian perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat masalah-masalahyang muncul pada perkawinan beda agama serta penyesuaian perkawinan yangdilakukan untuk masalah tersebut.Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui studi kasus.Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara dan didukung denganmetode observasi. Wawancara dan observasi tersebut dilakukan kepada delapanorang subyek, empat laki-laki dan empat perempuan. Subyek tersebut telah menikahsecara beda agama lebih dari tujuh tahun dan masih berbeda agama sampaidilakukannya wawancara, mempunyai anak dengan usia anak tertua minimal enamtahun, beragama Islam dan Kristen Protestan, berpendidikan minimal SMU, danberdomisili di wilayah Jabotabek. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masalah yang timbul dalamperkawinan beda agama dirasakan dalam bentuk dan intensitas yang berbeda-bedapada setiap subyek. Masalah lingkungan dialami oleh satu subyek, masalah keluargaoleh dua subyek, masalah ibadah oleh tujuh subyek, masalah anak oleh lima subyek,masalah kehidupan sehari-hari menyangkut makanan oleh satu subyek danmenyangkut pakaian oleh tiga subyek, masalah saat menghadapi waktu sulit olehlima subyek, dan tidak ada subyek yang mengalami masalah menyangkut seksualitas.Selain itu empat subyek merasa berdosa telah melakukan perkawinan beda agama dantiga orang tua subyek tidak menyetujui perkawinan subyek. Penyesuaian perkawinanyang dilakukan oleh setiap subyek berbeda-beda untuk setiap masalah, walaupun adacara penyesuaian perkawinan yang lebih dominan digunakan oleh beberapa subyek.Satu subyek menggunakan cara pasif dan aktif akomodatif secara seimbang, duasubyek lebih banyak menggunakan cara pasif, dua subyek lebih sering menggunakancara pasif walaupun menggunakan cara aktif akomodatif di masalah tertentu, dan duasubyek lainnya lebih sering menggunakan cara aktif akomodatif walaupunmenggunakan cara pasif di masalah tertentu.Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar dilakukan wawancaraterhadap pihak lain yang dekat dengan kehidupan perkawinan, seperti anak subyek;dilakukan wawancara suami dan istri pada saat bersamaan; menggunakan jumlahsubyek yang lebih banyak; dan menggunakan gabungan antara metode kualitatif dankuantitatif. Bagi pasangan perkawinan beda agama hendaknya sejak awal menyadaribahwa perkawinan beda agama membawa masalah yang cukup banyak, membuatperjanjian sebelum perkawinan, mengembangkan sikap toleransi, dan lebih banyakmelakukan penyesuaian secara aktif. |