Deskripsi Lengkap
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text (rdacontent) |
Tipe Media : | unmediated (rdamedia); computer (rdamedia) |
Tipe Carrier : | volume (rdacarrier); online resource (rdacarrier) |
Deskripsi Fisik : | xiii, 110 pages : illustration ; 28 cm. + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
- Ketersediaan
- File Digital: 1
- Ulasan
- Sampul
- Abstrak
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S3005 | 14-19-796588471 | TERSEDIA |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20287156 |
Abstrak
ABSTRAK
Tolong menolong sudah merupakan tradisi bangsa kita. Namun pada generasi muda tradisi ini mulai memudar dengan meningkatnya kekerasan, yang bahkan cenderung menjadi kriminal. Menyadari adanya kecenderungan ini perlu diadakan suatu upaya untuk mengatasi hal ini. Salah satu upaya yang dianjurkan adalah upaya bersifat preventif, yang menurut Pulungan (1993) memiliki pendekatan dua dimensi, yaitu pembinaan dan pengembangan tingkah laku sosial positif serta pencegahan dan penanggulangan perilaku sosial negatif. Yang dimaksud dengan perilaku sosial positif adalah tindakan yang tujuannya adalah kesejahteraan atau keuntungan orang lain atau kelompok lain. Salah satu bentuknya adalah menolong orang lain. Menolong orang lain sebenarnya merupakan salah satu minat remaja (Huriock, 1980). Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan tingkah laku sosial positif dapat dilakukan dengan memperkenalkan pada remaja suatu wadah kegiatan yang dapat menyalurkan minat tersebut, misalnya ikut bergabung dalam suatu organisasi sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan sebagai relawan. Selain itu penerapan upaya preventif untuk mencegah berkembangnya perilaku sosial negatif, diperlukan usaha yang bersifat integral, yaitu melibatkan berbagai unsur, terutama unsur keluarga, yang sumber pendidikan utama dalamnya adalah orang tua. Tingkah laku sosial positif, atau yang disebut prososial dapat dipelajari melalui proses sosialisasi. Dan salah satu cara yang dianggap efektif adalah dengan proses pembelajaran sosial (Schroeder dkk., 1995). Dan sebagai sumber penting bagi pendidikan anak dalam keluarga, proses pembelajaran ini dapat dilakukan oleh orang tua dalam pengasuhan anaknya. Salah satu dasar dari pembelajaran sosial yang dianggap efektif dalam meningkatkan atau menumbuhkan tingkah laku prososial adalah cara direct reinfocement (Schroeder dkk., 1995). Konsep dasar direct reinforcement adalah perilaku yang memiliki konsekuensi menyenangkan akan cenderung diulang atau muncul kembali di masa yang akan datang, dan perilaku yang berasosiasi dengan konsekuensi negatif akan cenderung tidak akan diulang atau muncul kembali di masa yang akan datang. Dalam konteks tingkah laku prososial, reward atau penguat yang diberikan dapat bersifat positif dan negatif. Positive reward dapat berbentuk materi atau sesuatu yang nyata seperti hadiah, uang dan sebagainya. Sementara itu negative reward, dapat berbentuk punishmertt atau disiplin yang terdiri dari tiga macam tehnik, yaitu power assertion, love withdrawal, dan induction (Hoffman, 1994). Berdasarkan penjelasan teoritis tersebut, peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kecenderungan timbulnya tingkah laku prososial dengan pemberian direct reinforcement dari orang tua. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti kaitan pemberian direct reinforcement dari orang tua dengan kecenderungan tingkah laku prososial. Dan untuk memperjelas hubungan ini peneliti menggunakan remaja yang berkegiatan sebagai relawan dalam suatu organisasi sosial yang bergerak dalam bidangbidang kemanusiaan, seperti kesehatan masyarakat dan pembinaan anak jalanan, karena diasumsikan mereka memiliki tingkat kecenderungan prososial yang tinggi. Metode penarikan sampel dilakukan dengan nonprobability sampling, sedangkan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara incidental sampling. Alat yang digunakan untuk mengukur kecenderungan tingkah laku prososial dibuat berdasarkan pengukuran intensitas jaringan kognisi dalam personal goal yang meliputi orientasi perasaan positif terhadap orang lain, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain. Selain itu alat ini juga mempertimbangkan aspek hubungan interpersonal antara pelaku dan orang yang dikenakan tingkah laku. Sementara itu untuk mengukut pemberian direct reinforcement peneliti menggunakan kuesioner persepsi remaja tentang direct reinforcement dari orang tua, yang dibuat berdasarkan teori direct reinforcement yang mempertimbangkan tugas perkembangan remaja. Kedua kuesioner berbentuk skala sikap. Adapun tehnik analisis data yang digunakan adalah Pearson Product Moment, Anova One-Way, dan Crosstabulation. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan tingkah laku prososial relawan remaja dengan persepsi terhadap pemberian direct reinforcement dari orang tua. Pada semua subvariabel kecenderungan tingkah laku prososial, terjadi hubungan yang signifikan pada pemberian materal reward, social reward, dan induction\ tidak ada hubungan yang signifikan pada peberian love withdrawal; dan terdapat hubungan terbalik yang signifikan pada pemberian power assertion. Dari hasil anova yang diperkuat dengan crosstabulation, terlihat bahwa ada ketergantungan tingkat kecenderungan tingkah laku prososial dengan keikutsertaan orang tua dalam organisasi sosial, posisi remaja dalam organisasi tempatnya menjadi relawan, dan frekuensi kegiatan remaja sebagai relawan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa saran yang perlu diperhatikan adalah perlunya memperluas sampel penelitian dan alat pengumpulan data sebaiknya diperkaya dengan metode wawancara. Dan untuk lebih jauh lagi peneliti menyarankan untuk lebih banyak lagi diadakan penelitian mengenai tingkah laku prososial di Indonesia, mengingat masih sedikitnya penelitian tersebut.
Tolong menolong sudah merupakan tradisi bangsa kita. Namun pada generasi muda tradisi ini mulai memudar dengan meningkatnya kekerasan, yang bahkan cenderung menjadi kriminal. Menyadari adanya kecenderungan ini perlu diadakan suatu upaya untuk mengatasi hal ini. Salah satu upaya yang dianjurkan adalah upaya bersifat preventif, yang menurut Pulungan (1993) memiliki pendekatan dua dimensi, yaitu pembinaan dan pengembangan tingkah laku sosial positif serta pencegahan dan penanggulangan perilaku sosial negatif. Yang dimaksud dengan perilaku sosial positif adalah tindakan yang tujuannya adalah kesejahteraan atau keuntungan orang lain atau kelompok lain. Salah satu bentuknya adalah menolong orang lain. Menolong orang lain sebenarnya merupakan salah satu minat remaja (Huriock, 1980). Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan tingkah laku sosial positif dapat dilakukan dengan memperkenalkan pada remaja suatu wadah kegiatan yang dapat menyalurkan minat tersebut, misalnya ikut bergabung dalam suatu organisasi sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan sebagai relawan. Selain itu penerapan upaya preventif untuk mencegah berkembangnya perilaku sosial negatif, diperlukan usaha yang bersifat integral, yaitu melibatkan berbagai unsur, terutama unsur keluarga, yang sumber pendidikan utama dalamnya adalah orang tua. Tingkah laku sosial positif, atau yang disebut prososial dapat dipelajari melalui proses sosialisasi. Dan salah satu cara yang dianggap efektif adalah dengan proses pembelajaran sosial (Schroeder dkk., 1995). Dan sebagai sumber penting bagi pendidikan anak dalam keluarga, proses pembelajaran ini dapat dilakukan oleh orang tua dalam pengasuhan anaknya. Salah satu dasar dari pembelajaran sosial yang dianggap efektif dalam meningkatkan atau menumbuhkan tingkah laku prososial adalah cara direct reinfocement (Schroeder dkk., 1995). Konsep dasar direct reinforcement adalah perilaku yang memiliki konsekuensi menyenangkan akan cenderung diulang atau muncul kembali di masa yang akan datang, dan perilaku yang berasosiasi dengan konsekuensi negatif akan cenderung tidak akan diulang atau muncul kembali di masa yang akan datang. Dalam konteks tingkah laku prososial, reward atau penguat yang diberikan dapat bersifat positif dan negatif. Positive reward dapat berbentuk materi atau sesuatu yang nyata seperti hadiah, uang dan sebagainya. Sementara itu negative reward, dapat berbentuk punishmertt atau disiplin yang terdiri dari tiga macam tehnik, yaitu power assertion, love withdrawal, dan induction (Hoffman, 1994). Berdasarkan penjelasan teoritis tersebut, peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kecenderungan timbulnya tingkah laku prososial dengan pemberian direct reinforcement dari orang tua. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti kaitan pemberian direct reinforcement dari orang tua dengan kecenderungan tingkah laku prososial. Dan untuk memperjelas hubungan ini peneliti menggunakan remaja yang berkegiatan sebagai relawan dalam suatu organisasi sosial yang bergerak dalam bidangbidang kemanusiaan, seperti kesehatan masyarakat dan pembinaan anak jalanan, karena diasumsikan mereka memiliki tingkat kecenderungan prososial yang tinggi. Metode penarikan sampel dilakukan dengan nonprobability sampling, sedangkan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara incidental sampling. Alat yang digunakan untuk mengukur kecenderungan tingkah laku prososial dibuat berdasarkan pengukuran intensitas jaringan kognisi dalam personal goal yang meliputi orientasi perasaan positif terhadap orang lain, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain. Selain itu alat ini juga mempertimbangkan aspek hubungan interpersonal antara pelaku dan orang yang dikenakan tingkah laku. Sementara itu untuk mengukut pemberian direct reinforcement peneliti menggunakan kuesioner persepsi remaja tentang direct reinforcement dari orang tua, yang dibuat berdasarkan teori direct reinforcement yang mempertimbangkan tugas perkembangan remaja. Kedua kuesioner berbentuk skala sikap. Adapun tehnik analisis data yang digunakan adalah Pearson Product Moment, Anova One-Way, dan Crosstabulation. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan tingkah laku prososial relawan remaja dengan persepsi terhadap pemberian direct reinforcement dari orang tua. Pada semua subvariabel kecenderungan tingkah laku prososial, terjadi hubungan yang signifikan pada pemberian materal reward, social reward, dan induction\ tidak ada hubungan yang signifikan pada peberian love withdrawal; dan terdapat hubungan terbalik yang signifikan pada pemberian power assertion. Dari hasil anova yang diperkuat dengan crosstabulation, terlihat bahwa ada ketergantungan tingkat kecenderungan tingkah laku prososial dengan keikutsertaan orang tua dalam organisasi sosial, posisi remaja dalam organisasi tempatnya menjadi relawan, dan frekuensi kegiatan remaja sebagai relawan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa saran yang perlu diperhatikan adalah perlunya memperluas sampel penelitian dan alat pengumpulan data sebaiknya diperkaya dengan metode wawancara. Dan untuk lebih jauh lagi peneliti menyarankan untuk lebih banyak lagi diadakan penelitian mengenai tingkah laku prososial di Indonesia, mengingat masih sedikitnya penelitian tersebut.