Perubahan adalah suatu kepastian. Selama beribu-ribu tahun lamanya hingga sekarang pernyataan tersebut masih menemukan relevansinya. Di dunia ini segala sesuatunya berubah, tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri, la terjadi di mana-mana dan terus berlangsung kapan pun. Satu-satunya hal yang membedakannya adalah kecepatannya. Perubahan dapat berjalan dengan cepat, maupun berjalan dengan lambat. Pada abad modern sekarang ini, perubahan berjalan dengan sangat cepat. Hal ini beriringan dengan peningkatan mobilitas arus informasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesatnya, sehingga terjadi pula perubahan pada tatanan sosial, ekonomi, politik dan budaya di masyarakat. Tema perubahan tidak hanya terjadi pada masyarakat dalam arti luas, namun juga terjadi pada masyarakat dalam arti yang lebih sempit yaitu : organisasi.Organisasi tidak luput dari perubahan. Lingkungan yang terus berubah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan suatu organisasi berubah. Hal ini disebabkan organisasi merupakan suatu sistem terbuka dimana ia bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungannya tapi lebih dari itu, ia juga tergantung kepada lingkungannya (Hoy & Miskel, 2001). Ketergantungan ini membuat suatu organisasi tidak bisa memisahkan diri dari lingkungan. Oleh karena itu, suatu organisasi idealnya mampu untuk terus melakukan penyesuaian di tengah-tengah kondisi lingkungan yang berubah. Penyesuaian perlu dilakukan oleh suatu organisasi sehingga ia tidak hanya bertahan, namun juga mampu untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah perubahan.Namun demikian, sejumlah temuan dalam penelitian menyebutkan bahwa perubahan dalam organisasi bukanlah merupakan hal yang sederhana dan mudah dilaksanakan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mourier & Smith (2001) yang menyimpulkan bahwa 70 sampai 75 persen dari organisasi yang melakukan perubahan pada akhirnya menemui kegagalan. Salah satu penyebab kegagalan dari suatu organisasi untuk berubah adalah karena individu di dalamnya menolak untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu, sikap individu adalah salah satu faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam setiap perubahan organisasi.Dalam hal ini, sikap individu dapat dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah iklim organisasi. Iklim organisasi didefinisikan sebagai gambaran umum mengenai kualitas lingkungan organisasi yang dipersepsikan secara kolektif dan selanjutnya akan mempengaruhi bagaimana individu berperilaku dan bersikap.Penelitian ini mencoba untuk membuktikan hubungan antara iklim organisasi dengan sikap terhadap perubahan. Responden penelitian adalah guru yang bekerja di sekolah menengah umum negeri di Jakarta. Data yang dapat digunakan adalah sebanyak 68 responden dengan teknik pengambilan sampel non-probability sampling yaitu purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, dan diolah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.Hasil dari penelitian ini didapatkan korelasi yang positif dan signifikan antara skor skala iklim organisasi dengan skor skala sikap terhadap perubahan. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara bagaimana guru mempersepsikan lingkungan kerjanya dengan sikapnya terhadap perubahan. Pada subyek yang mempersepsikan iklim organisasinya sebagai positif, maka sikapnya terhadap perubahan juga cenderung menerima perubahan. Demikian pula sebaliknya. Selain itu, pada data analisis data tambahan, didapatkan perbedaan yang signifikan antara responden yang berjenis kelamin pria dengan responden yang berjenis kelamin perempuan dalam mempersepsikan iklim organisasi sekolahnya. Artinya, jenis kelamin turut berkontribusi dalam pembentukan persepsi terhadap iklim organisasi. |