Tesis ini hendak menganalisa kebijakan pemerintah dalam pembinaan Usaha Kecil dan Menegah untuk menghadapi diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA terhadap para pengusaha kecil menengah di kawasan PIK Pulogadung. Kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya maka pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi harus melibatkan seluruh komponen di Daerah. Peran Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kewenangan penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom akan sangat menentukan bagi pembinaan UKM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kuantitatif yang memadukan input data kualitatif dan kuantitatif sekaligus (mix method). Karena pada penelitian ini, penulis beranjak dari studi kasus yang menghasilkan input data kualitatif dengan bantuan kuesioner. Namun dalam analisisnya, data kualitatif tersebut akan diolah menjadi data kuantitatif dengan menggunakan analisis rentang kriteria, dimana hasil analisisnya kemudian disimpulkan kembali melalui penjabaran hasil analisis yang berbentuk kualitatif. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode yang meneliti mengenai status dan obyek tertentu, kondisi tertentu, sistem pemikiran atau suatu kejadian tertentu pada saat sekarang. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Implementasi kebijakan pemerintah dalam pembinaan usaha kecil dan menengah untuk mengadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung berjalan 'Tidak baik'. Indikator ketepatan, kesamaan, responsivitas, efektivitas, kecukupan dan efisiensi menurut para pengusaha di kawasan PIK Pulogadung memiliki kriteria 'Tidak baik'. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung adalah variabel komunikasi, sumberdaya, dan kepatuhan. Variabel sumber daya tidak baik dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung. Responden belum merasakan adanya pembinaan maupun dukungan dari pemerintah untuk keberhasilan pembinaan UKM guna meningkatkan daya saing. Variabel komunikasi tidak baik dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung. Responden merasakan belum efektifnya mekanisme komunikasi oleh aparat dilapangan. Variabel kepatuhan tidak baik dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung. Responden mengemukakan masih sering menemui inkonsistensi di kalangan pembuat kebijakan. This thesis is about to analyze government policies in the development of Small and Medium Enterprises to face with the ASEAN-China Free Trade Agreement/ ACFTA towards small and medium entrepreneurs in the region PIK Pulogadung. Regional autonomy policy gives authority to the regions to organize and manage the interests of the society then the development of small and medium enterprises and cooperatives which involve all the components in the region. Role of local government as the executive authority of the autonomous region government administration will be decisive for the development of SMEs. The method used in this study is the method of case studies with a quantitative approach that combines qualitative and quantitative data input at once (mixed method). Because in this study, the authors move from case studies using qualitative data with the help of questionnaires. But in this analysis, qualitative data will be processed into quantitative data by using analysis of the criteria range, where the results of the analysis and then summed back through the elaboration of a form of qualitative analysis. This type of research is descriptive, a method that examines the status and certain objects, certain conditions, systems of thought or a particular event at the present time. The results of this study concluded that the implementation of government policy in develop small and medium enterprises to face with ACFTA in the PIK Pulogadung is "not good". Indicators of accuracy, equity, responsiveness, effectiveness, adequacy and efficiency according to the entrepreneurs in the region PIK Pulogadung have the criteria "not good". Factors that influence the implementation of SME development policy to face with ACFTA in the PIK Pulogadung are communication, resource, and compliance. Variable resource is not good in supporting the successful implementation of SME development policy to deal with ACFTA in the PIK Pulogadung. Respondents have not felt the coaching and support from the government for the successful coaching of SMEs to improve competitiveness. Variable Communication is not good in supporting the successful implementation of SME development policy to deal with ACFTA in the PIK Pulogadung. Respondents felt mechanism of communication by field officers weren't effective. Variable compliance is not good in supporting the successful implementation of SME development policy to deal with ACFTA in the PIK Pulogadung. Respondents often argued about the inconsistencies among policy-makers. |