Wujud dari perhatian masyarakat dunia terhadap kejahatan internasional adalah dibentuknya berbagai macam pengadilan internasional untuk mengadili para pelaku kejahatan-kejahatan yang menjadi perhatian dunia. Mahkamah Pidana Internasional menjadi pengadilan pidana permanen pertama dunia dengan yurisdiksi terhadap genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan agresi. Mahkamah memerlukan sebuah mekanisme agar dapat menjalankan kewenangannya. Karena berasal dari sebuah perjanjian internasional, Mahkamah memiliki batasan-batasan dalam menjalankan kewenangannya. Karena kewenangan Mahkamah hanya dapat dijalankan terhadap negaranegara yang meratifikasi Statuta Roma, Kewenangan Mahkamah terhadap Negara non-Pihak menjadi pertanyaan. Kemauan dari negara untuk bekerja sama dengan Mahkamah menjadi faktor yang penting bagi aplikasi kewenangan Mahkamah. Perlu mekanisme alternatif bagi Mahkamah untuk memastikan negara-negara bekerja sama dengan Mahkamah. The epitome of the international community?s attention towards international crimes is forming an international court that tries individuals responsible for committing crimes that are of the deepest concern for international community. The International Criminal Court is the world?s first permanent criminal international court with jurisdiction over crimes of genocide, war crimes, crimes against humanity, and crimes of aggression. The Court needs some kind of trigger mechanism in order for it to exercise its authority. Since it is formed by an international treaty, the Court?s authority is limited only to those regulations stipulated inside the Statute. Hence, the Court has its statutory limitations. The Court can only exercise its authority with States that have ratified the Statute, hence its authority towards non-State Parties is questioned. States? willingness to co-operate is utmost important for the Court to exercise its authority. There should be alternative means in order to ensure States to co-operate conducted by the Court. |