ABSTRAK Tesis ini mengangkat permasalahan yang bermula dari kisruh impor garam padatahun 2011 lalu. Hal ini mengundang persepsi bahwa Indonesia belum mampumengelola potensi kelautannya yang besar karena harus bergantung pada garamimpor. Untuk itu, perlu digali mengenai faktor-faktor yang dapat menjelaskanpenyebab ketidakmampuan tersebut. Melalui pendekatan kualitatif dengan metodedeskriptif analitis, analisa terhadap data yang dikumpulkan dari berbagai sumbermengantarkan kepada hasil bahwa pengembangan sektor pergaraman nasionalterkendala oleh faktor-faktor internal seperti akses teknologi yang kurang danproteksi pemerintah yang minim. Lebih dari itu, juga didasari kepada faktorliberalisasi perdagangan. Perdagangan bebas memungkinkan Indonesia untukmengimpor dengan lebih mudah dan murah demi memenuhi kebutuhan garamnya.Lebih lagi, di tengah-tengah kampanye internasional untuk menggunakan garamberiodium yang masih sulit diproduksi di dalam negeri. Ini menjadi celah keuntunganbagi negara pengekspor garam seperti Australia dan para importir garam di dalamnegeri. Pencarian kepentingan juga dilakukan oleh agensi transnasional yang diwakilioleh NGO dan pihak industri garam berskala besar terkait dengan kampanye tersebut.Namun ketika pamor garam berkurang karena terbukti memiliki efek samping bagikesehatan, negara produsen garam tetap tak mau kehilangan pasarnya. Bagi Australia,Indonesia akan dipertahankan sebagai salah satu pasar garam yang potensial.Pertama, karena Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan garam sendiri.Kedua, karena tren gaya hidup sehat belumlah disadari penuh di Indonesia. Yangartinya, kebutuhan akan garam tidak akan berkurang. Untuk mengatasi segala kendaladi sektor pergaraman, yang paling utama adalah perlunya keberpihakan pemerintahkepada ekonomi rakyat dengan proteksi dalam negeri melalui kebijakan yang tepatdan tegas. Inilah yang mengantarkan Indonesia pada keberhasilan programswasembada garam nasional. Abstract Pro and Contra on Indonesian imported salt on 2011 is background of this thesis. Saltimport issue rise a perception that Indonesia disabled to develop its abundant marinepotential resources. So that, it is an urgent needs to study factors that make itdisabled. Qualitative approach using descriptive analysis methode showing thatdisability in developing national salt sector caused by internal factors such as less ofprotection and technology. Furthermore, disability is also caused by tradingliberalization. Free trade make it easier and cheaper to importing salt to meet nationalsalt demand. Furthermore, international campaign regarding important need toconsume iodized salt that only produced in very limited amout in Indonesia makeimporting salt an instant way to be done. Importer agents, Non-governmentalorganization (NGO), Salt industrial companies and Salt exporters country such asAustralia take this fortune opportunity to make a big profit income. In contrary whensalt demand decrease because of health issue that give bad influence to human health,this particular opportunist parties does not want to loose their market. Facing thisfact, Australian exporters still can maintain its market in Indonesia because lack ofhealthy awareness and lifestyle of its people. This means Indonesian salt demand isnot decreasing. In years of 2004 Indonesian government rise imported salt policies,and instantly start salt sector liberalitation and meet its peak poin also in this year. Inaddition to minimum protection to national salt sector, this policies legalize importedsalt and be a catalyst to emergence of importers in nation. In condition of highinfluence from global liberalization, there is no other solution to imported salt issue,that Indonesian government must put their concern to take side with people centeredeconomic by protect nation salt production with precise and unequivocal policies. Inthe future, this policies can bring success in nation salt self-supporting program tomeet national salt demand. . |