Fokus dari tesis ini adalah menganalisa kerjasama Indonesia - Korea Selatan dalam mengembangkan pesawat tempur generasi 4.5 KAI KF-X / IF-X bila membandingkannya dengan fenomena Revolution in Military Affairs (RMA) yang jamak terjadi di kawasan, dan dengan tingkat kapabilitas pertahanan kedua negara dalam menyukseskan program tersebut. Penulisan menggunakan teori dan/atau konsep stratatifikasi, RMA, dan beberapa konsep penunjang lain seperti inovasi militer, difusi teknologi militer, dan strategi integratif. Penelitaian ini menggunakan metode kualitatif, dan menjabarkan dengan komprehensif tinjauan historis dari kerjasama Indonesia - Korea Selatan; perkembangan, kajian, dan tingkatan industri pertahanan kedua negara; spesifikasi teknis KAI KF-X / IFX; serta Doktrin dan Postur angkatan bersenjata. Temuan yang didapatkan dari penelitian adalah bahwasanya pesawat tempur KAI KF-X / IF-X ini tidak mempengaruhi RMA Indonesia karena pesawat tempur tersebut akan memenuhi tuntutan operasional TNI AU di masa mendatang dan tidak akan menyebabkan perubahan signifikan terhadap Doktrin maupun Postur TNI. Yang terjadi adalah evolution in military affair, bukan RMA. This thesis is concentrated in analyzing the cooperation between Indonesia - South Korea in the development of a 4.5 generation jet fighter KAI KF-X / IF-X by comparing it to the Revolution in Military Affairs (RMA) phenomena that is raging in the region, and with the defense capability of the two countries. The theories and/or concepts used in the writing of this thesis are stratification, RMA, and a few other concepts such as military innovation, technology diffusion, and integrative strategy. The writings that are used are within the qualitative methods, that describes comprehensively the historical background of the Indonesian - South Korean relations; the level of both defense industries; technical specification of the KAI KF-X / IF-X; and the Doctrine of the armed forces. The findings of this research concludes by acknowledging that the KAI KF-X / IF-X jet fighter will not start nor alter Indonesia?s RMA, because the planes will be align with the future operational requirements of the Indonesian air force. Neither does the Doctrine will be affected. Thus, what is happening is not an RMA, rather the evolution in military affair. |