ABSTRAK Kebijakan menambah kapasitas jalan untuk mendukung pengembangan jaringanangkutan umum massal dan meningkatkan layanan angkutan umum yang adamerupakan pilihan solusi mengurai kemacetan yang optimal. Hingga saat ini,prioritas penanganan sistem jaringan jalan cenderung hanya mempertimbangkannilai manfaat ekonomi yang diterima pengguna jalan dibandingkan dengan biayapembangunan dan pemeliharaan. Pembangunan dan pengoperasian jalan jugaberdampak terhadap lingkungan di sekitarnya, yang jika tidak dikelola denganbaik akan menimbulkan kerugian yang bakal ditanggung pemukim di sekitarjalan dan generasi penerus. Kesan keberpihakan dalam kebijakan tersebut dapatmenunda hingga batal terwujudnya jaringan jalan sebagai bentuk penolakanyang kuat oleh pihak yang paling dirugikan.Kajian dilaksanakan terhadap program kerja hasil perencanaan proyekpembangunan jalan layang non tol (program JLNT) pemerintah provinsi DKIJakarta. Penelitian dilakukan dengan cara pendekatan persepsi para pemangkukepentingan (Pengguna jalan, Pemerintah dan Pemukim di sekitar jalan) untukmempertimbangkan sejumlah kriteria penilaian dominan terpilih. Kriteriatersebut adalah waktu tempuh, biaya perjalanan, tingkat kemacetan,keselamatan,kelayakan ekonomi, besaran investasi dan pemeliharaan, polusi udara, polusisuara dan ketersediaan lahan. Persepsi atas kriteria mana yang paling prioritashingga yang paling kurang penting diperoleh melalui wawancara dan pengisiankuesioner yang dianalisis dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP).Tujuan kajian ini adalah diperolehnya suatu model yang menggambarkankondisi saling bertukar diantara para pemangku kepentingan dalam melakukanpenilaian skala prioritas dan pemeringkatan sejumlah alternatif yang diajukan.Penurunan tingkat kemacetan merupakan prioritas utama yang dipertimbangkandengan bobot penilaian 21%. Selanjutnya adalah penghematan waktu tempuhsebesar 15%, tingkat kelayakan ekonomi sebesar 12%, biaya investasi danpemeliharaan sebesar 12%, peningkatan keselamatan sebesar 10%, penghematanbiaya perjalanan dan pengurangan polusi udara masing-masing sebesar 9%.Kriteria minimalisnya pembebasan lahan dan pengurangan polusi suara sebagaitarget pertimbangan yang bobot pengaruhnya terendah masing-masingsebesar 6%.Penerapan model pengambilan keputusan ini diharapkan dapat salingmelengkapi kajian kelayakan teknis, sosial ekonomi dan finansial yang ada.Hasilnya sebagai dasar kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dalam upayamitigasi dampak sedini mungkin dan pemberian fasilitas dan pelayanan kepadaperan masyarakat dalam penyelenggaraan jalan. |