ABSTRAK Perkembangan teknologi digital dan internet selain membawa manfaat bagipencipta bagaimana suatu ide diekspresikan dalam bentuk ciptaan digital jugamenimbulkan adanya bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta baru terkait ciptaandigital. Hal ini semakin menegaskan perlunya penggunaan sarana teknologisebagai alat perlindungan dan pencegahan pelanggaran hak cipta atas karyadigital. Bentuk perlindungan dengan menggunakan cara atau sarana teknologi ataskarya digital perlu mendapatkan legitimasi hukum, sehingga pada tahun 1996diadakan WIPO Diplomatic Conference yang membahas bentuk perlindunganbaru atas karya digital, sebagai tambahan dari apa yang sudah diatur dalam BernConvention. Salah satu hal penting dalam WIPO Copyright Treaty (WCT) adalahdiaturnya larangan atas tindakan pembobolan (circumvention) dalam pasal 11 atasteknologi proteksi atas ciptaan (technological protection measures), dan jugalarangan tindakan pengubahan/peniadaan identitas digital dari suatu ciptaan(rights management information-RMI) dalam pasal 12, sebagai mekanismeproteksi ganda (double protection) atas ciptaan. Uni Eropa dan terutama AmerikaSerikat merupakan penggagas utama kebutuhan perlindungan atas karya digital.Sebagai bentuk harmonisasi ketentuan hak cipta atas ditandatanganinya WCT olehnegara peserta, maka baik AS dan Indonesia menerjemahkan aturan tentang RMIpada ketentuan masing-masing negara. Studi ini mencoba menjelaskan denganmetode perbandingan hukum bagaimana aturan tentang RMI dalam WCTditerapkan dalam Digital Millenium Copyright Act 1998 di AS dan UU No.19tahun 2002 di Indonesia, dimana ternyata ada perbedaan variasi dan corakpengaturan ketika diterjemahkan dalam legislasi nasional. Perbedaan tersebuttercermin dalam 5 (lima) hal : sistematika pengaturan, definisi pengaturan,tindakan yang dilarang, sanksi, serta pengecualian/pembatasan. Dalam Pasal 25UUHC tercermin bahwa selain pengaturannya tidak sesuai dengan konsep dalamRMI dalam WCT juga terdapat perbedaan yang menonjol apabila dibandingkandengan pengaturan di AS. Perbedaan-perbedaan tersebut diharapkan menjadimasukan yang berarti bagi arah perumusan ketentuan RMI pada ketentuan UUHak Cipta di Indonesia pada masa yang akan datang. ABSTRACT Development of digital technology and the internet is not only bringing benefitsto the creator of how an idea is expressed in the form of digital works, but alsogave rise to new forms of copyright infringement related to new digital creation.This further confirms the need to use technology as a means of protection andprevention of copyright infringement on digital works. Form of protection byusing a method or means of digital technology on the works seeks to get legallegitimacy, so that in 1996 WIPO Diplomatic Conference held to discuss newforms of protection for digital works, as an addition to what is already regulatedin the Berne Convention. One of the important point in WIPO Copyright Treaty(WCT) is arrangement of banning on acts of circumvention as regulated in Article11 on technological protection measures, and also bans the alteration action /removal of digital identity of a works (rights management information -RMI) inchapter 12, as a double mechanism protection of works. The European Union andespecially the United States is the main initiator for enhance and develop theprotection of digital works. As a form of harmonization of the provisions of thecopyright as legal consequence for the signing of the WCT by participatingcountries, the U.S. and Indonesia both translate the rules of the RMI to theprovisions of each country. This study attempts to explain how the rules of theRMI in the WCT were interpreted in the Digital Millennium Copyright Act 1998(DMCA) in the U.S. and Act 19 of 2002 in Indonesia, where there weredifferences in variety and style settings when it translated into nationallegislation. Differences are reflected in the 5 (five) things: a systematicarrangement, the definition of regulation, provision which prohibited acts,penalties, and exclusion / limitation. UUHC as reflected in Article 25 reveals thatthe arrangements do not fit with the concept of the RMI in the WCT also there is adifference that stands out when it compared to the U.S DMCA. These differencesare expected to be a significant input for the formulation of the provisions of theRMI in developing better Indonesian Copyright Law in the future. |