:: UI - Skripsi Open :: Kembali

UI - Skripsi Open :: Kembali

Kedudukan hukum putusnya perkawinan dalam putusan hukum yang dijatuhkan pada saat isteri hamil : studi kasus perkara pengadilan Agama No. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, 19/Pdt.G/2008/PA.Ngr, dan 1749/Pdt.G/2009/PA.Jr = Legal status of the claimed end of marriage verdict while the women at the maternity condition : case study of Islamic Court verdict No. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, No.19/Pdt.G/2008/PA.Ngr, and No. 1749/Pdt,G/2009/PA.Jr

Noorish Zulfina; Wismar Ain Marzuki, supervisor; Surini Ahlan Sjarif, supervisor; Farida Prihatini, examiner; Wahyu Andrianto, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012)

 Abstrak

Rumah tangga merupakan ibadah kepada Allah SWT sehingga perkawinan adalah ikatan yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidan dan patut dipertahankan. Perkawinan tidak selalu dapat berjalan secara langgeng, terkadang terjadi perceraian, bahkan terjadinya perceraian itu dilakukan pada saat isteri hamil. Menurut Islam dasar hukum dari talak adalah makruh (tercela), yaitu perbuatan yang halal (boleh) yang sangat dibenci Allah. Meskipun demikian, Islam telah mengatur tentang perceraian ini dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya. Oleh karena itu dalam skripsinya yang dibuat dengan bentuk penelitian yuridis normatif menggunakan metode analisis deskriptif dan pendekatan kualitatif, penulis tertarik untuk membahas mengenai ketentuan (aturan) hukum Islam mengenai putusnya perkawinan pada saat isteri hamil dimana terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai perceraian isteri dalam keadaan hamil yaitu pandangan yang berpendapat perbuatan ini terlarang, sangat tercela dan haram hukumnya. Sayuti Thalib berpendapat tidak boleh suami menjatuhkan talak kepada isterinya sewaktu isterinya hamil akibat percampuran dengan suaminya. Jika talak dijatuhkan maka suami berdosa melakukan suatu larangan, akan tetapi tetap jatuh talak sunny. Kalangan Sunni maupun Syi'i sependapat bahwa Islam melarang menceraikan seorang isteri yang baliqh dan telah dicampuri, dan bukan wanita hamil, dalam keadaan tidak suci, atau dalam keadaan suci tetapi telah dicampuri terlebih dahulu. Mahzab Sunni mengatakan larangan itu menunjukkan keharaman dan bukan fasad (ketidakabsahan), dan orang yang melakukan talak dengan tidak memenuhi persyaratan diatas, dinyatakan berdosa dan harus dijatuhi hukum, tetapi talaknya sendiri tetap sah. Sedangkan mahzab Syi'i mengatakan larangan tersebut mengandung arti fasad dan bukan pengharaman. Pandangan lainnya adalah diperbolehkan berdasarkan Al-Qur'an Surat Ath-Thalaq (65) ayat 4 dan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nasai, Abu Dawud Ibnu Majjah, dan Ibnu Abbas dimana talak hanya dapat dilakukan satu kali dan ketika sudah dapat dipastikan bahwa dia hamil, penulis menganalisis putusan Hakim Pengadilan Agama No. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, No. 19/Pdt.G/2008/PA.Ngr, dan No. 1749/Pdt.G/2009/PA.Jr berdasarkan Undangundang No. 1 Tahun 1974 jo. dan Kompilasi Hukum Islam, dan penulis juga membahas mengenai akibat hukum putusnya perkawinan pada saat isteri hamil menurut Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Household is a form of worship to God Almighty meaning marriage is a very strong bond or miitsaaqon gholiidan and should be maintained. Marriage is not always able to run smoothly, sometimes end with a divorce, the divorce was even happened when the wife in maternity condition or pregnancy. According to Islamic law the legal basis of talaq is maqruh (reprehensible) or the conducts of halal (allowed) but is hated by God. Therefore in the thesis which is made with a study conducted on the form of normative juridical norms research of positive law of Law No. 1/1974 and the Compilation of Islamic Law as evidenced by the usage of secondary data with a secondary data collection tool in the form of documents/literatures study using descriptive analysis method and qualitative approach, the author is interested to discuss about the terms (rules) of Islamic law on marriage separation when the wife is pregnant where there are two different views on act of divorce a pregnant wife in one side thinks this act is prohibited, reprehensible and haram. Sayuti Thalib said a husband is forbid to talaq his wife when his wife is pregnant due to previous relationship with her husband. If the talaq is declared then the husband is guilty for doing a sin, but the Sunni talaq is unchallenged. Sunni and Shiite schools ban to divorce a wife who has baliqh and has interfered by her husband, not a pregnant woman, in a state of not purity, or in a state of purity but it had interfered previously. Sunni school said the ban shows the prohibition and not a fasad (invalidity); while the Shiite school said the ban was a fasad (invalidity) and not a prohibition. Other views are allowed, based on the Qur'an sura Ath-Thalaq (65) verses 4 and the Prophet hadith narrated by Imam Muslim, Nasa'i, Abu Dawud Ibn Majjah, and Ibn Abbas that divorce can only be done once and when it can ascertained that the wife was pregnant, the author analyze the verdicts of Islamic Court Decision No. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, No. 19/Pdt.G/2008/PA.Ngr, and No. 1749/Pdt.G/2009/PA.Jr under the Law No. 1/1974 juncto Compilation of Islamic Law, and the author also discuss the legal consequences of marriage separation if the wife is pregnant.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : S43101
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resources
Deskripsi Fisik : x, 129 pages ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S43101 14-22-55195321 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20309513