Full Description

Cataloguing Source
Content Type
Media Type
Carrier Type
Physical Description xi, 129 hlm. ; 30 cm. + lamp.
Concise Text
Holding Institution Universitas Indonesia
Location Perpustakaan UI, Lantai 3
 
  •  Availability
  •  Digital Files: 1
  •  Review
  •  Cover
  •  Abstract
Call Number Barcode Number Availability
S-Pdf TERSEDIA
No review available for this collection: 20312853
 Abstract
Di tengah serbuan arus informasi pada era globalisasi sekarang ini, manusia dihadapkan pada tingginya kompetisi. Kegagalan dalam mengantisipasi perubahan yang demikian cepat dapat membuat manusia tertinggal oleh perubahan yang ada. Karenanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibarengi dengan kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang juga kian kompleks. Di sini terlihat arti penting pengembangan kreativitas , sejalan dengan upaya untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh.

Bagi bangsa Indonesia, upaya pengembangan kreativitas menjadi hal yang mendesak. Ini berkaitan dengan adanya kenyataan akan lemahnya kreativitas masyarakat Indonesia (Supriadi, 1994). Kesenjangan antara hal yang ideal dengan kenyataan di lapangan , mendorong penulis untuk meneliti bagaimana hubungan antara kreativitas, dalam hal ini sikap kreatif dengan sejumlah variabel.

Dalam Alisjahbana (1983), dikatakan bahwa rendahnya kreativitas di Indonesia antara lain diduga karena masih dominannya sikap santai. Selain sikap tersebut, dalam budaya kolektivis individu juga kurang tampil sebagai pribadi yang utuh, mereka terlalu melebur (Alisjallbana, 1983). Konformitas semacam ini menghalangi munculnya kreativitas individu. Di sisi lain, budaya individualis yang mengutamakan kebebasan indiyidu diduga akan ikut menunjang kreativitas. Dalam penelitian ini ingin dilihat apakah ada hubungan antara nilai idiosentrisme dengan sikap kreatif. Idiosentrisme adalah sebutan lain untuk konsep individualisme pada tataran individu.

Selain faktor individualisme di atas, penulis juga menduga bahwa faktor kepribadian mempunyai peran terhadap sikap kreatif. Dalam hal ini penulis rnengangkat konsep harga diri. Secara teoritis respon individu akan berbeda tergantung tingkat harga dirinya. Berdasarkan hal tersebut maka diduga sikap kreatif sebagai respon seseorang juga akan beragam tergantung tingkat harga dirinya. Mengenai harga diri, dikatakan bahwa individu yang mampu mengembangkan harga diri yang positif maka akan mencapai taraf aktualisasi diri atau berfungsi sepenuhnya (dalam Schultz, 1991). Salah satu ciri mereka adalah adanya kemampuan untuk mengekspresikan diri secara otonom serta dimilikinya keyakinan diri yang kuat. Selain itu mereka juga lebih ulet (Leary, dkk, 1995). Penulis menduga, sejumlah ciri tersebut akan berhubungan dengan sikap kreatif.

Penelitian ini melibatkan sampel remaja. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa dari segi kuantitas, jumlah mereka adalah satu per lima dari seluruh penduduk Indonesia. Jadi mereka melupakan aset yang besar bagi bangsa Selnin itu, adanya temuan yang memperlihatkan hubungan yang negatif antara proses berpikir remaja dengan kreativitas ikut mendorong penulis (Wolf dalam Rice, 1990).

Sebanyak 52 orang subyek dilibatkan dalam penelitian, di mana mereka diambil dengan cara non probability sampling. Alat ukur yang dipergunakan berupa kuesioner Skala Sikap Kreatif (Singgih, 1990), Indcol 1994 (Triandis, 1994) dan Culture Free Self Esteem Inventory (Battle, 1981).

Dengan menggunakan teknik perhitungan multiple regression, penulis mendapatkan sejumlah hasil. Secara keseluruhan ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara idiosentrisme dan harga diri dengan sikap kreatif. Variabilitas SK yang dipengaruhi oleh interaksi ke dua variabel adalah sebesar 14,235 %. Sementara dengan mengontrol salah satu variabel, ternyata hanya variabel harga diri yang berhubungan secara signifikan dengan sikap kreatif pada los 0,05 ; dengan sumbangan varians sebesar 39,9 %. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor harga diri maka makin tinggi pula skor sikap kreatif subyek. Sedangkan idiosentrisme tidak secara signifikan berhubungan dengan sikap kreatif. Dari hasil tambahan juga terlihat bahwa mayoritas subyek memiliki Sikap Kreatif (SK) sedang (73,1 %). Mean skor SK subyek yang antara lain dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, jabatan dalam kegiatan Ekstra Kurikuler di Sekolah, kegiatan membaca di waktu luang, , temyata juga tidak berbeda secara signifikan.

Sehubungan dengan hasil yang tidak signifikan antara idiosentrisme dengan sikap kreatif dapat dikatakan bahwa idiosentrisme tidak selalu berhubungan dengan sikap kreatif. Dalam hal ini dapat muncul dugaan baru, yakni alosentrisme lah yang ternyata berhubungan dengan sikap kreatif. Diduga teori yang dijadikan kerangka analisis dalam penelitian ini kurang sesuai dengan keadaan di Indonesia, atau dunia Timur (kolektivis/alosentris) pada umumnya. Artinya, bisa saja kondisi sosial yang dituntut unluk tumbuhnya kreativitas manusia Timur dan Barat tidak seluruhnya sama. Ini dituniang oleh sejumlah fakta yang diduga mempengaruhi kreativitas , yakni antara lain adalah adanya persepsi bahwa kerja merupakan sebuah pengabdian, adanya daya tahan dan kegigihan untuk menghasilkan prestasi yang maksimal, tidak cepat puas (ada delay gratification) , kemauan untuk bekerja keras dalam waktu yang lama, adanya wawasan ke depan (orientasi futuristik) yang mendorong mereka untuk gigih , tabah dan percaya diri. Penulis juga memandang ada faktor lain yang ikut berperan, yakni pengalaman sejarah, ketidak pastian masa depan dan kondisi alam.

Mengingat gambaran di atas maka diperlukan kajian yang lebih mendalam, antara lain dengan memperluas sampel dan ruang lingkup aspek yang dilibatkan. Instrumen penelitian juga perlu diperbaiki. Sementara saran aplikatif yang mungkin diwujudkan antara lain adalah perlunya pengembangan dan pemupukan harga diri.