Di tengah serbuan arus informasi pada era globalisasi sekarang ini, manusiadihadapkan pada tingginya kompetisi. Kegagalan dalam mengantisipasi perubahanyang demikian cepat dapat membuat manusia tertinggal oleh perubahan yang ada.Karenanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibarengi dengankemampuan untuk mengatasi permasalahan yang juga kian kompleks. Di siniterlihat arti penting pengembangan kreativitas , sejalan dengan upaya untukmenciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh.Bagi bangsa Indonesia, upaya pengembangan kreativitas menjadi hal yangmendesak. Ini berkaitan dengan adanya kenyataan akan lemahnya kreativitasmasyarakat Indonesia (Supriadi, 1994). Kesenjangan antara hal yang ideal dengankenyataan di lapangan , mendorong penulis untuk meneliti bagaimana hubunganantara kreativitas, dalam hal ini sikap kreatif dengan sejumlah variabel.Dalam Alisjahbana (1983), dikatakan bahwa rendahnya kreativitas diIndonesia antara lain diduga karena masih dominannya sikap santai. Selain sikaptersebut, dalam budaya kolektivis individu juga kurang tampil sebagai pribadi yangutuh, mereka terlalu melebur (Alisjallbana, 1983). Konformitas semacam inimenghalangi munculnya kreativitas individu. Di sisi lain, budaya individualis yangmengutamakan kebebasan indiyidu diduga akan ikut menunjang kreativitas. Dalampenelitian ini ingin dilihat apakah ada hubungan antara nilai idiosentrisme dengansikap kreatif. Idiosentrisme adalah sebutan lain untuk konsep individualisme padatataran individu.Selain faktor individualisme di atas, penulis juga menduga bahwa faktorkepribadian mempunyai peran terhadap sikap kreatif. Dalam hal ini penulisrnengangkat konsep harga diri. Secara teoritis respon individu akan berbedatergantung tingkat harga dirinya. Berdasarkan hal tersebut maka diduga sikap kreatifsebagai respon seseorang juga akan beragam tergantung tingkat harga dirinya.Mengenai harga diri, dikatakan bahwa individu yang mampu mengembangkanharga diri yang positif maka akan mencapai taraf aktualisasi diri atau berfungsisepenuhnya (dalam Schultz, 1991). Salah satu ciri mereka adalah adanyakemampuan untuk mengekspresikan diri secara otonom serta dimilikinya keyakinandiri yang kuat. Selain itu mereka juga lebih ulet (Leary, dkk, 1995). Penulismenduga, sejumlah ciri tersebut akan berhubungan dengan sikap kreatif.Penelitian ini melibatkan sampel remaja. Hal ini didasari oleh kenyataanbahwa dari segi kuantitas, jumlah mereka adalah satu per lima dari seluruhpenduduk Indonesia. Jadi mereka melupakan aset yang besar bagi bangsa Selnin itu, adanya temuan yang memperlihatkan hubungan yang negatif antaraproses berpikir remaja dengan kreativitas ikut mendorong penulis (Wolf dalamRice, 1990).Sebanyak 52 orang subyek dilibatkan dalam penelitian, di mana merekadiambil dengan cara non probability sampling. Alat ukur yang dipergunakanberupa kuesioner Skala Sikap Kreatif (Singgih, 1990), Indcol 1994 (Triandis, 1994)dan Culture Free Self Esteem Inventory (Battle, 1981).Dengan menggunakan teknik perhitungan multiple regression, penulismendapatkan sejumlah hasil. Secara keseluruhan ditemukan adanya hubunganyang signifikan antara idiosentrisme dan harga diri dengan sikap kreatif. VariabilitasSK yang dipengaruhi oleh interaksi ke dua variabel adalah sebesar 14,235 %.Sementara dengan mengontrol salah satu variabel, ternyata hanya variabel harga diriyang berhubungan secara signifikan dengan sikap kreatif pada los 0,05 ; dengansumbangan varians sebesar 39,9 %. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggiskor harga diri maka makin tinggi pula skor sikap kreatif subyek. Sedangkanidiosentrisme tidak secara signifikan berhubungan dengan sikap kreatif. Dari hasiltambahan juga terlihat bahwa mayoritas subyek memiliki Sikap Kreatif (SK)sedang (73,1 %). Mean skor SK subyek yang antara lain dikelompokkanberdasarkan jenis kelamin, jabatan dalam kegiatan Ekstra Kurikuler di Sekolah,kegiatan membaca di waktu luang, , temyata juga tidak berbeda secara signifikan.Sehubungan dengan hasil yang tidak signifikan antara idiosentrisme dengansikap kreatif dapat dikatakan bahwa idiosentrisme tidak selalu berhubungandengan sikap kreatif. Dalam hal ini dapat muncul dugaan baru, yakni alosentrismelah yang ternyata berhubungan dengan sikap kreatif. Diduga teori yang dijadikankerangka analisis dalam penelitian ini kurang sesuai dengan keadaan di Indonesia,atau dunia Timur (kolektivis/alosentris) pada umumnya. Artinya, bisa saja kondisisosial yang dituntut unluk tumbuhnya kreativitas manusia Timur dan Barat tidakseluruhnya sama. Ini dituniang oleh sejumlah fakta yang diduga mempengaruhikreativitas , yakni antara lain adalah adanya persepsi bahwa kerja merupakansebuah pengabdian, adanya daya tahan dan kegigihan untuk menghasilkan prestasiyang maksimal, tidak cepat puas (ada delay gratification) , kemauan untuk bekerjakeras dalam waktu yang lama, adanya wawasan ke depan (orientasi futuristik) yangmendorong mereka untuk gigih , tabah dan percaya diri. Penulis juga memandangada faktor lain yang ikut berperan, yakni pengalaman sejarah, ketidak pastian masadepan dan kondisi alam.Mengingat gambaran di atas maka diperlukan kajian yang lebih mendalam,antara lain dengan memperluas sampel dan ruang lingkup aspek yang dilibatkan.Instrumen penelitian juga perlu diperbaiki. Sementara saran aplikatif yang mungkindiwujudkan antara lain adalah perlunya pengembangan dan pemupukan harga diri. |