Deskripsi Lengkap
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text (rdacontent) |
Tipe Media : | unmediated (rdamedia); computer (rdamedia) |
Tipe Carrier : | volume (rdacarrier); online resource (rdacarrier) |
Deskripsi Fisik : | viii, 199 pages : illustration ; 29 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
- Ketersediaan
- File Digital: 1
- Ulasan
- Sampul
- Abstrak
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S43672 | 14-17-684917358 | TERSEDIA |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20312974 |
Abstrak
ABSTRAK
Ajaran melawan hukum materiil dalam tindak pidana korupsi di Indonesia telah lama dipergunakan dan ditemui dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penafsiran dari melawan hukum pun mengalami perkembangan dan terpengaruh dengan konsep melawan hukum dalam hukum perdata. Permasalahan mengenai bagaimanakah penerapan dan pergeseran ajaran melawan hukum materiil dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI khususnya kasus korupsi sejak berlakunya UU No. 24 Tahun 1960 hingga UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31 Tahun 1999 menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung mengalami pergeseran pandangan ajaran melawan hukum dari bentuk formil ke dalam bentuk materiil. Bentuk materiil pun meliputi penggunaan dalam fungsi positif dan negatif. Pada masa sekarang ini, ajaran melawan hukum materiil cenderung dipergunakan dalam fungsinya yang positif dimana hakim juga sangat berhati-hati menggunakan fungsi negatifnya karena tuntutan sosiologis kemasyarakatan yang semakin besar dalam pemberatasan korupsi. Dengan demikian pendekatan yang digunakan tidak hanya pendekatan secara hukum tetapi juga secara sosiologis. Rekomendasi penelitian adalah pemberian batasan penggunaan fungsi positif ajaran ini dalam kasus serta hakim harus jeli menggali nilai-nilai dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan desain deskriptif.
abstract
The using of Substantive Law Concept against corruption cases in Indonesia has long been used and found in the Jurisprudence of The Supreme Court of The Republic of Indonesia. This concept has been influenced by civil law concept. The application and the shift of substantive law concept since Act No. 24 In 1960 until Act No. 20 In 2001 jo. Act No. 31 In 1999 has became the main problems in this research. The result reveal that The Supreme Court has shifted the view from formal law concept to the substantive law concept. The substantive law concept used in two kind of function: positive and negative where the judge also very careful about using negative function because of the demands from sociological community to eradicate corruption. Thus the approach used is not only legal approach but also sociological approach. Research recommendation is the provision limits the use of positive function of this doctrine in the case and the judge should be cautious explore values in the society. The methode used is the juridical normative with descriptive design.
Ajaran melawan hukum materiil dalam tindak pidana korupsi di Indonesia telah lama dipergunakan dan ditemui dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penafsiran dari melawan hukum pun mengalami perkembangan dan terpengaruh dengan konsep melawan hukum dalam hukum perdata. Permasalahan mengenai bagaimanakah penerapan dan pergeseran ajaran melawan hukum materiil dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI khususnya kasus korupsi sejak berlakunya UU No. 24 Tahun 1960 hingga UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31 Tahun 1999 menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung mengalami pergeseran pandangan ajaran melawan hukum dari bentuk formil ke dalam bentuk materiil. Bentuk materiil pun meliputi penggunaan dalam fungsi positif dan negatif. Pada masa sekarang ini, ajaran melawan hukum materiil cenderung dipergunakan dalam fungsinya yang positif dimana hakim juga sangat berhati-hati menggunakan fungsi negatifnya karena tuntutan sosiologis kemasyarakatan yang semakin besar dalam pemberatasan korupsi. Dengan demikian pendekatan yang digunakan tidak hanya pendekatan secara hukum tetapi juga secara sosiologis. Rekomendasi penelitian adalah pemberian batasan penggunaan fungsi positif ajaran ini dalam kasus serta hakim harus jeli menggali nilai-nilai dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan desain deskriptif.
abstract
The using of Substantive Law Concept against corruption cases in Indonesia has long been used and found in the Jurisprudence of The Supreme Court of The Republic of Indonesia. This concept has been influenced by civil law concept. The application and the shift of substantive law concept since Act No. 24 In 1960 until Act No. 20 In 2001 jo. Act No. 31 In 1999 has became the main problems in this research. The result reveal that The Supreme Court has shifted the view from formal law concept to the substantive law concept. The substantive law concept used in two kind of function: positive and negative where the judge also very careful about using negative function because of the demands from sociological community to eradicate corruption. Thus the approach used is not only legal approach but also sociological approach. Research recommendation is the provision limits the use of positive function of this doctrine in the case and the judge should be cautious explore values in the society. The methode used is the juridical normative with descriptive design.