ABSTRAK Berbicara mengenai pergaulan remaja biasanya tidak lepas dari kegiatan-kegiatanyang dilakukan bersama teman sebaya, misalnya pesta-pesta, sekedar berkumpulbersama teman, bermain musik, berolahraga dan lain-lain. Pergaulan remaja juga seringdikaitkan dengan dimulainya hubungan pertemanan dengan lawan jenis dan meningkatpada hubungan pacaran atau kencan. Hampir semua remaja, dari keluarga kaya maupunmiskin, mengalami hal serupa ini.Kini muncul dan berkembang suatu istilah yang disebut dengan begaul. Istilahtersebut memberikan pengertian bahwa dalam pergaulan di lingkungan remaja terdapatremaja yang tergolong anak gaul' dan bukan anak gaul. Begaul kini menjadi sebuahfenomena khas remaja Jakarta di era tahun '90-an, yang artinya tidak hanya mempunyaibanyak teman dan melakukan kegiatan bersama tetapi juga menyangkut gaya hidup yangcenderung konsumtif dan materialistis. Mereka yang tergolong sebagai anak gaulbiasanya memang berasal dari keluarga golongan ekonomi menengah atas dan seringmenjadi sorotan negatif masyarakat.Menurut Andersson (1969) para tokoh pendidikan sejak lama telah mengemukakanbahwa seluruh proses sosialisasi merupakan proses pendidikan: Havighurst danNeugarten (1957) menyebut keluarga dan peer group sebagai suatu lingkungan belajar,dan Sjostrand (1967) berpendapat bahwa sekolah hanya mencakup sebagian kecil dariproses pendidikan yang terjadi dalam masyarakat.Menurut Lewin, perilaku remaja yang begitu mementingkan peer groupdisebabkan oleh keadaan remaja yang berada pada periode transisi di mana merekamengubah group membership (Lewin dalam Rice, 1990).Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep begaul menurutremaja dan bagaimana gambaran budaya remaja Jakarta. Konsep adalah ciri-ciri pentingdari suatu obyek atau peristiwa tertentu dan aturan-aturan yang menghubungkan ciri-ciriim (Solso, 1979). Konsep begaul mencakup pemahaman seseorang tentang apayang menjadi ciri-ciri atau unsur begaul tersebut, termasuk definisi, tujuan, manfaatdan kerugiannya.Subyek penelitian adalah remaja berusia 15-18 tahun yang tinggal di Jakartaminimal selama 1 tahun, dengan jumlah 102 orang. Pelaksanaannya dengan membagikankuesioner secara insidental dengan porsi yang seimbang antara remaja Iaki-laki danperempuan. Berdasarkan data yang diperoleh, penulis mengolahnya dengan teknikanalisis kuantitatif berupa persentase dan teknik analisis kualitatif yaitu dengan melakukan teknik content analysis, dengan cara menganalisis dan menggolong-golongkan isi hasil jawaban subyek.Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep begaul meliputi unsur-unsur sepertisosialisasi, informasi, hura-hura, dan friendship. Gambaran budaya remaja yang terdiridari unsur material dan non material menunjukkan adanya ciri khas pada remaja Jakartayang dapat membedakannya dengan remaja yang tinggal di kota-kota lain di Indonesia.Dalam diskusi, hasil penelitian ini dikaitkan dengan tugas perkembangan yangharus dipenuhi oleh remaja (Havighurst, 1972 dalam Rice, 1990) dan penelitian-penelitian mengenai konformitas pada remaja.Saran yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya adalah menggunakan alatpengumpul data berupa wawancara terstruktur dan observasi agar dapat lebih mudahmelakukan probing mengenai hal-hal yang masih belum jelas dan masih inginditanyakan lebih lanjut. Penulis juga menyarankan untuk melakukan penyebaran yangmerata dari setiap wilayah Jakarta supaya dapat sekaligus memperoleh dataperbandingannya. Teori mengenai popularitas pada masa remaja ternyata jugadibutuhkan untuk membahasnya lebih dalam.a |