Setelah India dan Pakistan memiliki senjata nuklir pada tahun 1998, banyak analis politik yang mulai mempertanyakan kemungkinan perang nuklir keduanya. Hal ini berdasarkan pada pandangan teori penangkalan yang mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi persyaratan penting untuk menciptakan kemungkinan yang lebih kecil untuk terjadinya perang nuklir tersebut. Faktor-faktor yang dikernukakan oleh pemikiran teori penangkalan tersebut terkait dengan beberapa hal, seperti: kemampuan masing-masing negara-negara dalam mengembangkan Second strike, sistem demokrasi yang berkaitan dengan sistern komando peluncuran senjata nuklir, hotline antara kedua negara yang berkaitan dengan sistem kornunikasi keduanya, dan sejarah hubungan kedua negara tersebut terkait dengan keterlibatan secara langsung kedua negara ini dalam konflik bersenjata. Keseluruhan faktor tersebut menjadi jawaban penting apakah kemungkinan terjadi perang nuklir antara India dan Pakistan itu kecil atau besar. After India and Pakistan have nuclear weapons in 1998, many political analysts are beginning to question both the possibility of nuclear war. It is based on the view that deterrence theory says that there are several factors that become important requirement for creating a smaller likelihood for the occurrence of nuclear war. These factors put forward by the theory of deterrence thinking is related to several things, such as: the ability of individual countries in developing a second strike, the democratic system associated with the launch of nuclear weapons command system, a hotline between the two countries relating to the second communication system , and the history of relations between the two countries is directly related to the involvement of these countries in armed conflict. All of these factors become important answer is the possibility of nuclear war between India and Pakistan is small or large. |