Penahanan itu merupakan salah satu bagian dari upaya paksa, yang mana dalammelaksanakannya tidak dapat dilakukan sewenang-wenang tetapi harus dilakukansesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu sesuai dengan Kitab Undang-UndangHukum Acara pidana. Dalam hal ini ketika merujuk pada putusan kasasi No. 1934K/Pid/2008 yang pada putusan kasasi tersebut Mahkamah Agung membatalkanputusan bebas Pengadilan Negeri Surabaya dan Mahkamah Agungmemerintahkan untuk memeriksa dan mengadili kembali perkara tersebut,sehingga berdasarkan hal tersebut timbul permasalahan mengenai statuspenahanan terdakwa, apakah terdakwa akan ditahan kembali atau tidak.Berdasarkan kasus tersebut maka pada skripsi ini akan dibahas mengenai syaratsyaratbatalnya putusan pidana, status penahanan terdakwa dan tata carapenahanan terhadap terdakwa jika terdakwa ditahanan dan juga akan dijelaskansecara singkat mengenai tata cara memeriksa dan mengadili kembali perkara yangbatal demi hukum. Abstract Detention is one of the forcible means, which in implementation cannot be carriedout arbitrarily, but must be in accordance with applicable regulations, namely theCriminal Law Procedures code. In this case, when referring to the cassation No.1934 K/Pid/2008 in which the Supreme Court overruled the acquittal of theDistrict Court in Surabaya and the Supreme Court ordered to re-examine and retrythe case, a problem, due to this, arose regarding the detention status of theaccused, who will be arrested again or not. Based on the case, this undergraduatethesis will discuss the requirements for the annulment of the decision of criminal,defendant?s detention status and procedures for the detention of the accused if theaccused is arrested and will also be briefly described regarding the procedures forexamining and re-trying the case that is null and void by law. |