:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Penduduk Miskin di Marunda : Suatu Analisis Ekologi Budaya

Abdul Qadir Gassing; S. Budhisantoso, supervisor; Mohammad Soerjani, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1985)

 Abstrak

Beberapa permasalahan pokok masyarakat desa adalah: (1) rendahnya pendapatan perkapita; (2) rendahnya tingkat pendidikan; (3) belum digalinya sumber/potensi alam desa secara maksimal, disamping masih banyaknya tenaga kerja yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan (4) adanya nilai budaya lokal yang kadang-kadang justru menghambat pembangunan.
Tesis ini bertujuan untuk membahas beberapa sebab yang berpengaruh terhadap kemiskinan penduduk di Marunda, dengan penekanan utama pada nilai-nilai sosial budaya yang sering menghambat usaha-usaha pembangunan.
Dalam penelitian ini dijumpai bahwa kemiskinan penduduk Marunda adalah hasil dari perpaduan tekanan kondisi lingkungan fisik dan adanya hambatan nilai sosial
budaya.
Sawah, empang dan laut adalah merupakan tempat memperoleh nafkah sebagian besar penduduk Marunda. Penghasilan petani terkaya rata-rata mencapai 18 kali lipat
penghasilan buruh tani terkaya, sedangkan juragan nelayan terkaya rata-rata mencapai 9 kali lipat penghasilan buruh nelayan (kuli). Sekitar 70 persen sawaht 100 persen
empang, dan 65 persen modal/peralatan nelayan adalah merupakan milik orang luar ("orang kota"). Petani dan nelayan Marunda sebagian besarnya hanya berstatus sebagai buruh, status yang menempatkannya pada klasifikasi miskin sekali apapun jenis pekerjaannya.
Upaya meningkatkan pendidikan warga Marunda telah cukup berhasil, dan sekitar 90 persen anak usia sekolah benar-benar telah masuk sekolah (SD). Angka drop-out
pun telah banyak menurun sejak 8 tahun terakhir, yaitu dari 84 persen pada tahun 1976 menjadi 40 persen pada tahun 1984. Tetapi ternyata pendidikan konvensional
seperti ini telah berhasil mengasingkan sekitar 60 persen pemuda desa dari lingkungannya sendiri. Mereka (umumnya drop-out dan tamatan SLP) enggan memasuki
lapangan pekerjaan (kasar) yang ada di desanya, sedang untuk masuk ke lapangan pekerjaan formal masih terlalu tanggung, baik pendidikan maupun keterampilannya. Oleh sebab itu untuk jangka lama (biasanya sebelum kawin) mereka terpaksa menganggur.
Tidak jarang suatu program pembangunan, secara teoritis, sesunggguhnya telah dapat menyentuh atau meningkatkan taraf hidup si miskin, tetapi sering tidak sampai
kepada mereka sebab lebih dahulu dan lebih banyak dinikmati oleh golongan elit dan birokrat desa. Tetapi, memang ada beberapa nilai tradisional yang masih melekat
pada masyarakat Marunda yang harus ditinggalkan bila diinginkan adanya transformasi, yaitu :
a. Sikap tertutup yang mungkin berhubungan erat dengan rendahnya pendidikan dan kurangnya komunikasi dengan dunia luar. Mereka akan (1) tertutup terhadap setiap
ide-ide baru yang bertentangan dengan apa yang telah diyakininya benar; (2) keengganan mengoreksi diri atau menerima kemungkinan adanya sesuatu yang lebih
baik/benar dari luar lingkungannya; dan (3) penerimaan atau pewarisan nilai-nilai tanpa adanya upaya memperluas atau memperbaharui pemahamannya, mereka
cenderung menerima dan mewariskannya secara utuh; tidak ada peningkatan.
b. Pola berpikir dan bertindak konsumtif masih sangat mendominasi masyarakat miskin. Bila mereka memperoleh uang (banyak) hanya 10 persen yang akan memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan produktif, sedang selebihnya akan menghabiskannya pada tujuan-tujuan konsumtif.
c. Sikap fatalistik, terialu cepat puas, dan sikap malas dari masyarakat miskin memberi kesan bahwa mereka statis, kurang upaya untuk merobah nasib, kurang usaha
atau rencana-rencana yang berorientasi ke masa depan. Sesungguhnya mereka telah berusaha, tetapi usahanya begitu kecil dan sangat terbatas, sebab memang kemam -
puan, keterampilan, dan wawasan-wawasan yang dapat dijangkaunya sangat terbatas pula. Disamping itu keyakinan kepada takdir sering membuat mereka merasakan bahwa nasibnya selalu ditentukan oleh Tuhan, dan dengan demikian mereka merasakap pula bahwa kemampuannya untuk berbuat selalu terbatasi. Akibatnya, makin kabur sikap
mandiri dan makin tipis kepercayaan akan kemampuan dirinya sendiri. Mereka lebih banyak bergantung, dan miskin.
d. Nilai anak dalam keluarga masih sangat tinggi, dan walaupun sikap bahwa banyak anak banyak rezeki telah ternyata tidak banyak benarnya, tetapi masih merata dianut oleh masyarakat Marunda. Anak bagi mereka memang dapat berarti beban, tetapi sebaliknya, anak juga berarti investasi modal yang segera dapat dinikmati hasilnya, disamping anak banyak dijadikan taruhan masa depan. Selain itu ada kepercayaan di kalangan mereka, bahwa beranak banyak akan mengangkat derajatnya disisi Tuhan.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Abdul Qadir Gassing.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1985
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xii, 114 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-24-65200049 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20316184