Keterlambatan pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan (analisis penetapan pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 110/Pdt.P/2007/PN.JKT.PST)
Widya Corietania Basri;
Surini Ahlan Sjarif, supervisor; Nurul Elmiyah, supervisor; Rosa Agustina, examiner; Sri Soesilowati Mahdi, examiner; Abdul Salam, examiner
([Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010)
|
Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa seorang pria dan wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Bahwa macam atau corak aturan hukum kekayaan antara suami istri penting sekali artinya bagi pihak ketiga. Mengenai hal ini terkait dengan keberlakuan perjanjian perkawinan itu sendiri kepada pihak ketiga. Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian perkawinan mulai berlaku terhadap pihak ketiga sejak perjanjian perkawinan tersebut disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Artinya perjanjian perkawinan yang telah dibuat harus disahkan dan dicatatkan oleh pegawai pencatat perkawinan bersamaan dengan pencatatan perkawinan (dalam akta perkawinan) agar perjanjian perkawinan tersebut berlaku terhadap pihak ketiga. Timbul permasalahan dalam hal terjadi kelalaian dari para pihak suami istri untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka pada waktu pencatatan perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil dilakukan. Terutama dengan adanya kasus atau dimungkinkannya pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan setelah pencatatan perkawinan berlangsung sedangkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan seharusnya dilakukan bersamaan pada saat pencatatan perkawinan dilangsungkan. Skripsi ini membahas hal-hal apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan, bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak disahkan dan dicatatkan pada saat perkawinan berlangsung terhadap pihak ketiga dan bagaimana upaya hukum pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan yang dilakukan setelah pencatatan perkawinan berlangsung. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan seyogyanya hanya memuat hal-hal seputar hukum harta kekayaan perkawinan, perjanjian perkawinan yang tidak disahkan dan dicatatkan pada saat perkawinan berlangsung tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga dan agar suatu perjanjian perkawinan dapat disahkan dan dicatatkan setelah pencatatan perkawinan dilangsungkan maka dapat dilakukan upaya hukum pengajuan permohonan penetapan Pengadilan Negeri. Hal-hal yang dapat diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan sebaiknya perlu diatur secara lebih jelas, pemerintah perlu mensosialisasikan pengaturan mengenai pengesahan perjanjian perkawinan untuk menghindari kesimpangsiuran yang terjadi di masyarakat, dan batasan waktu sampai berapa lama permohonan penetapan Pengadilan Negeri masih dapat dilakukan sangat diperlukan untuk mengantisipasi penyelundupan hukum. |
|
No. Panggil : | S21537 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Penerbitan : | Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | xiii, 75 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S21537 | 14-24-19575686 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20323006 |