:: UI - Skripsi Open :: Kembali

UI - Skripsi Open :: Kembali

Permohonan Wali Adhol menurut hukum Islam dan Undang-Undang nomor I tahun 1974 (studi kasus penetapan Pengadilan Agama Kota Tegal nomor 08/Pdt.P/2008/PA.TG, nomor 10/Pdt.P/2007/PA.TG dan nomor 11/Pdt.P/2007/PA.TG)

Nurjanah; Lubis, Sulaikin, supervisor; Wismar Ain Marzuki, supervisor (Universitas Indonesia, 2009)

 Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai permohonan wali adhol menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dimana yang menjadi pokok permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan dan peran wali hakim yang menggantikan wali adhol tersebut ditinjau dari hukum Islam dan UU Nomor 1 Tahun 1974, bagaimana upaya hukum yang dilakukan calon mempelai wanita dan pria menanggapi keengganan wali adhol dan apakah Penetapan Pengadilan Agama Kota Tegal (No.08/Pdt.P/2008/PA.TG, No.10/Pdt.P/2007/PA.TG dan No. 11/Pdt.P/2007/PA.TG) telah sesuai dengan hukum Islam dan UU No.1 Tahun 1974.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mencari data sekunder dengan melakukan studi dokumen. Salah satu rukun perkawinan adalah harus ada wali bagi calon mempelai wanita. Namun tidak selamanya antara calon mempelai wanita dan wali setuju apabila calon mempelai wanita menikah dengan calon mempelai pria. Menanggapi sikap wali tersebut, calon mempelai wanita dapat mengajukan permohonan wali adhol ke Pengadilan Agama di tempat kediamannya. Majelis hakim akan memberikan pertimbangan hukum apakah yang menjadi alasan dari wali adhol tersebut apakah berdasarkan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 atau tidak.
Pada Penetapan Pengadilan Kota Tegal ditetapkan bahwa yang menjadi alasan keengganan wali atau adholnya wali yaitu karena hari lahir jeblok, calon suami yang miskin dan belum mempunyai penghasilan tetap serta karena wali nikah mempunyai permasalahan pribadi dengan calon mempelai pria. Untuk itu majelis hakim menjatuhkan penetapan bahwa wali tersebut adhol dan menunjuk Kepala KUA Kecamatan untuk menjadi wali hakim. Jadi kesimpulannya apabila wali (wali nasab) adhol atau enggan menjadi wali nikah maka hak kewaliannya berpindah kepada wali hakim apabila yang menjadi alasannya enggannya wali tidak berdasarkan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Perkawinan akan lebih sempurna apabila yang menjadi wali nikahnya adalah wali nasab bukan wali hakim. Setelah perkawinan dilangsungkan, hendaklah pasangan suami isteri ini menjalin silaturahmi dengan orang tua atau wali nikah agar terjaga hubungan baik di antara mereka.

This undergraduate thesis describes File to Request for Adhol Guardian pursuant to Islamic Law and Matrimony Law Number 1 Year 1974, where the subjet how is the position and the role of hakim guard who replace adhol guardian in the view of the Islamic law and matrimony law number 1 year 1974, what legal effect maybe done by the bride and the groom responding to the rejection of the bride`s biological father (adhol guardian), Was the Verdict of Tegal`s Religious Court (Number 08/Pdt.P/2008/PA.TG, Number 10/Pdt.P/2007/PA.TG and Number 11/Pdt.P/2007/PA.TG) adjust to Islamic Law and Matrimony Law Number 1 year 1974.
This analysis uses qualitative methode which is analizing the literatures in order to find secondary data by studying documents. One of Matrimony terms is that the bride must have a guardian to be married. But there is time when between the bride and the guardian have a conflict about the groom (that the guardian doesn`t like/ doesn`t accept the groom to married the bride). Responding for the conflict, the Bride can file to request Guardian Adhol to the Relgious Court in her domicile. Judge Council can give consideration pursuant to the Islamic Law and Matrimony Law Number 1 year 1974 the reason for the Guardian Adhol.
On the Verdict decided that the reason for the guardian reject/disagree to the groom or the adhol`s of the guard is because of the down birth day, the groom is financially poor doesn`t have decisive job also because of personal problem with the groom. Therefore the judge council sentece that the guard is Adhol and appointed the Head of the subdistrict KUA/ Office of Religious Matters to be the judge guard. So that if the guard (nasab guard) adhol or doesn`t want to be the married guard, his guardianship right moved to the judge guard in condition that the reason is impursuant to the Islamic Law and Matrimony Law Number 1 year 1974. Marriage will be more perfect if the guard is the nasab guard not a judge guard. After the marriage was held, it will be better if the newlywed still pursue or keep the good relationship between the parents the guard or mariagge guard.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : S21500
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 2009
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : x, 97 hlm. ; 28 cm. + lamp.,
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S21500 14-20-217832486 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20323060