Proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu (studi kasus praperadilan terhadap jaksa penuntut umum dalam kasus Yohannes Timihardja dan Yani Timihardja di Pengadilan Tinggi Bandung)
Swasti Kartikaningtyas;
R. Narendra Jatna, supervisor; Febby Mutiara Nelson, supervisor
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004)
|
Sumpah palsu adalah delik yang terjadi apabila seorang saksi yang berada di bawah sumpah menyatakan keadaan lain daripada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki dengan sengaja. Pengaturan mengenai delik sumpah palsu terdapat dalam KUHP pasal 242 ayat (2). Dalam peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana di Indonesia, proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu belum diatur secara jelas dan terperinci. Prosedur penyelesaiannya sebagaimana yang diatur dalam pasal 174 KUHAP, hanya menyebutkan untuk diserahkan kepada penuntut umum untuk selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan dalm undang-undang ini. Hingga pada akhirnya dalam praktek pelaksanaannya diserahkan kepada pengertian oleh aparat penegak hukum di setiap lembaga peradilan. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakjelasan dalam proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu, diantaranya mengenai tahapan-tahapan yang harus ditempuh, serta wewenang dan tanggung jawab masing-masing lembaga peradilan dalam proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu tersebut. Ketidakjelasan dalam penyelesaian perkara sumpah palsu terutama terletak pada harus atau tidaknya penyelesaian tersebut melalui penyidikan biasa oleh Polisi Republik Indonesia selaku penyidik tindak pidana umum. Sedangkan apabila tidak melalui penyidikan biasa, dipertanyakan apakah Jaksa Penuntut Umum juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam melengkapi berkas perkara. Seyogyanya Penuntut Umum setelah menerima salinan Berita Acara Sidang dari Panitera dapat langsung melaporkan saksi yang telah diduga melakukan delik sumpah palsu tersebut kepada penyidik Polri, untuk kemudian dilakukan penyidikan dan dilanjutkan dengan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum dalam setiap lembaga peradilan memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam proses penyelesaian perkara sumpah palsu. Selain itu, implikasi dari wewenang dan tanggung jawab aparat penegak hukum di setiap lembaga peradilan tersebut terkait dengan keberadaan lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. |
S22298-Swasti Kartikaningtyas.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xi, 131 pages ; 28 cm |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-Pdf | 14-22-74455086 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20323577 |