:: UI - Skripsi Open :: Kembali

UI - Skripsi Open :: Kembali

Pembuktian unsur itikad tidak baik dalam sengketa merek di pengadilan niaga pada pengadilan negeri Jakarta Pusat

Sri Milawati Asshagab; Henny Marlyana, examiner; Hening Hapsari Setyorini, supervisor; Arman Bustaman, examiner; Yoni Agus Setyono, examiner; Soroinda, Disriani Latifah, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010)

 Abstrak

Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek dalam dunia perdagangan atau jasa memegang peranan penting untuk mencegah adanya perbuatan curang atau persaingan usaha tidak sehat, terutama dalam era perdagangan global saat ini. Atas dasar itulah, merek sebagai salah satu hasil karya manusia harus mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Untuk mendapatkan perlindungan tersebut, maka suatu merek harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pada dasarnya, untuk dapat memperoleh sertifikat merek, suatu merek harus melalui beberapa tahap pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan formalitas hingga pemeriksaan substantif. Pada tahap itulah dilakukan penilaian apakah merek tersebut tergolong sebagai merek yang dapat didaftar atau harus ditolak oleh Ditjen HKI. Penilaian tersebut memang sangat bersifat subyektif, sehingga sering kali terdapat merek yang lolos pemeriksaan pada Ditjen HKI dan telah terdaftar, namun ada pihak lainnya yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap suatu merek tidaklah bersifat mutlak. Apabila terdapat pihak yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya, maka ia dapat mengajukan gugatan pembatalan merek ke pengadilan niaga dengan alasan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek dalam mendaftarkan mereknya. Pengadilan memeriksa adanya itikad tidak baik tersebut dari adanya persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam merek milik pemohon dengan merek terkenal atau merek orang lain yang telah terdaftar terlebih dahulu. Untuk itu, tidak ada cara lain selain memperbandingkan kedua merek yang bersangkutan. Adapun hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata, dengan masa sidang paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim pengadilan niaga dan Mahkamah Agung dalam memeriksa kasus-kasus gugatan pembatalan merek, terutama dalam mengartikan persamaan pada pokoknya sebagai indikator itikad tidak baik dalam pendaftaran suatu merek. Jadi, disarankan untuk meminimalisasi perbedaan di antara para hakim maupun pemeriksa merek di Ditjen HKI dan agar majelis hakim mempunyai satu pandangan, pengertian, dan persepsi yang sama dalam memutuskan perkara yang sama, maka perlu dibuatkan pedoman yang baku oleh instansi berwenang, Ditjen HKI, mengenai batasan yang jelas tentang itikad tidak baik, persamaan pada pokoknya, dan merek terkenal.

Law No. 15 of 2001 about Trademark stated that the Trademark in the world of commerce or service plays an important role to prevent any fraudulent or unfair business competition, especially in this era of global trade today. For this reason, the trademark as one of the work of man must have adequate legal protection. To obtain such protection, then a trademark must be registered prior to the Directorate General of Intellectual Property Rights (IPR DG). Basically, in order to obtain a certificate trademark, a trademark must go through several stages of inspection, from examination of formalities to examination of substantive. At that stage performed an assessment of whether the trademark is considered as a trademark that can be listed or be rejected by the Directorate General of Intellectual Property Rights. These assessments are highly subjective, so often times there are trademark that pass inspection at the Directorate General of IPR and has been registered, but there are others who feel the trademark has in common with the essence of his trademark. Therefore, the protection of a trademark is not an absolute one. If there are those who may have a common trademark in principle with his own trademark, then they can file suit in court cancellation commercial trademark on the grounds of bad faith from the owner to register the tardemark in its trademarks. The court did not examine whether the faith of the equation is essentially contained in the applicant's mark with a famous trademark or another trademark that has been registered beforehand. For that, there is no other way than to compare the two trademarks in question. The procedural law which is civil procedural law, a trial period not exceeding 60 (sixty) days after the lawsuit filed. Of research has been conducted, obtained results that the judges' verdict inconsistency commercial courts and the Supreme Court in examining the cases of cancellation lawsuit trademarks, especially the meaning of equality in principle as an indicator of bad faith in registration of a mark. Thus, it is recommended to minimize the differences between the judges and inspectors of the trademark in Directorate General of IPR and that the judges had a vision, understanding, and the same perception in deciding the same case, the guidelines need to be made a standard by the relevant authorities, the Directorate General of IPR, the clear limits of faith is not good, equality in essence, and brands.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : S22642
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 113 pages : illustration ; 28 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S22642 14-22-95971669 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20323782