Indonesia sebagai negara berkembang memiliki keterbatasan dana dalam negeri dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengolah kegiatan di bidang eksplorasi sumber daya alam, terutama kegiatan operasi pertambangan, yang bersifat padat modal, padat karya, sarat teknologi, sarat (high cost, high tech, dan high risk. Oleh karena itu peranan investor asing sangat dibutuhkan untuk mengolah dan mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pemerintah mengundan investor asing melaui kontrak kerjasama, dimana didalamnya diatur hak dan kewajiban antara investor dan pemerintah. Pada tahun 1982 Pemerintah dengan PT Kaltim Prima Coal menandatangani Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara (PKP2B). Salah satu kewajiban investor yang diatur dalam PKP2B tersebut berkaitan dengan promosi kepentingan nasional adalah divestasi saham/indonesianisasi saham. Namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak mudah dan berlarut-larut antara lain dikarenakan keinginan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang ingin memiliki 51% saham PT KPC sampai dengan Transaksi akuisisi off shore PT Bumi Resources terhadap saham induk PT KPC. Penundaan tersebut tentu saja sangat merugikan pihak Indonesia, karena dengan semakin tertunda investor semakin banyak menarik keuntungan dari kekayaan alam Indonesia . Dengan semangat jiwa otonomi daerah Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dimana sumber daya alam yang dikeruk berasal dari Kalimantan Timur berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memiliki otonomi seluas-luasnya atas kekayaan alam di daerahnya, sehingga berhak untuk mendapatkan prioritas dalam divestasi tersebut. Transaksi off shore PT BR terhadap saham induk PT KPC tersebut pun tidak dapat menghilangkan kewajiban PT KPC untuk melaksanakan divestasi saham sesuai dengan PKP2B, karena PT KPC tetap berstatus PMA dan mandiri terlepas dari induknya yakni PT BR, meskipun PT BR adalah Badan Hukum Indonesia. Indonesia as a development country is lack of capital, knowledge, and technology to explore its natural resources, especially in mining operation. Mining operation characteristic is high cost, high tech, dan high risk. Therefore foreign investor role in Indonesia is needed to process and explore Indonesia’s natural potential. The Government of Indonesia invites foreign investors by joint venture contract, in the contract there were ruled the rights and the obligations beetween investors dan the government of Indonesia. In 1982 the government of Indonesia with PT Kaltim Prima Coal signed Coal Contract of Work. One of the obligation of PT KPC as a contractor in the contract in connection with promoting the national interest is divestment share to the Indonesian/Indonesianisation share. However the implementation is not easy, because of the willingness of PT KPC postpone it, the demand of the Government Province of Kalimantan Timur who wants 51% share of PT KPC until the off shore acquitition transaction of PT Bumi Resources to hold 100% share of PT KPC’s holding in Caymand Island. Posponing it could disadvantage the Indonesian, because the investor could take more advantages from Indonesia’s natural resources which in Indonesian Constitution year 1945 article 33 Indonesian Natural Resources authorized by Indonesian Government for the welfare of Indonesian people. With the spirit of autonomy the Government Province of Kalimantan Timur who has the natural resources and where the exploration and exploitation of PT KPC takes place, by the Law No. 32 year 2004 about provincial autonomy, is given wider autonomy on its natural resources in its area, so that the Government Province of Kalimantan Timur has the right to get priority in the divestment obligation of PT KPC. The off shore acquitition transaction PT BR doesn’t erase the obligation of PT KPC in implementing the divestment policy as ruled by ariticle 26 in the Coal Contract of Work altough PT BR is an Indonesian participant. |