Skripsi ini membahas tentang analisis terhadap dugaan terjadinya penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) terhadap PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex).Berawal dari laporan PT Graha layar Prima (Blizt Megplex) ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang melaporkan terjadinya dugaan PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang tercantum dalam pasal 17, pasal 18, dan pasal 19 tentang monopoli,monopsoni dan penguasaan pasar. Dan pasal 25, pasal 26,pasal 27 tentang posisi dominan serta pasal 15 tentang perjanjian tertutup. PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) menguasai sebagian besar perbioskopan di Indonesia (67,6 %) dan 76,9 % jumlah layar di Indonesia sehingga memiliki jangkauan pasar lebih besar dari jaringan perbioskopan sedangkan sisanya dimiliki oleh PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) dan pengusaha perbioskopan lainnya. Pokok permasalahan tulisan ini terletak apakah PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) telah melakukan pelanggaran seperti yang diindikasikan oleh PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menerima laporan dugaan pelanggaran tersebut sesuai bidang tugasnya melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan pelaku usaha juga melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan. Pada dasar dan pertimbangan Komisi Penggawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menolak dan tidak menemukan bukti yang mengindikasikan adanya pelanggaran sebagaimana dilaporkan oleh PT Graha Layar Prima (Bliz Megaplex). Dalam klarifikasi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tidak melanjutkan laporan PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) dengan alasan laporan tersebut dianggap tidak lengkap dan tidak mampu menunjukkan adanya dugaan pelanggaaran Undang?Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. This mini-thesis discusses the Analysis of allegations of abuse of dominant position by PT Nusantara Sejahtera Raya (21 Cineplex) against PT Graha Layar Prima (Blitzmegaplex). Starting from the report PT Graha Layar Prima to the Bussines Competition Supervisory Commission (KPPU) which reported the alleged PT Nusantara Sejahtera Raya (21 Cineplex) has committed an offense against the Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices an Unfair Business competition contained in article 17, article 18 and article 19 of the monopoly, Monopsony, and Market domination. And article 25, article 26, article 27of the dominant position as well as article 15 of the enclosed agreement. PT Nusantara Sejahtera Raya (21 Cineplex) controlled most of the cinemas in Indonesia (67,6 %) and 76,9 % in Indonesia so that number of screens has a range greater than the network market cinemas while the rest is owned by PT Graha layar Prima (Blitz Megaplex) and other cinemas entrepreneurs. Subject-matter of this paper is whether the PT Nusantara Sejahtera raya (21 Cineplex) has committed an offense as indicated by PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex). Business Competition Supervisory Commission (KPPU) that receive reports of alleged violations such as field duty conduct an assessment of bussines activity and business actors also do an assessment of the presence or absence of abuse of dominant position. On the basis and considerations of the Businnes Competition Supervisory Commission (KPPU), which rejected and found no evidence indicating the existence of violations as reported by the PT Graha layar Prima (Blitz Megaplex). In clarification of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) did not continue in its Report. The Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) by reason of the report is considered incomplete and unable to show any alleged violations of Act No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. |