:: UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Tinjauan hukum perdata internasional terhadap pelaksanaan Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi serta PP nomor 42 tahun 2002 tentang badan pelaksana kegiatan hulu migas dalam kaitannya dengan kedudukan negara serta imunitas negara dalam production sharing contract

Rika Roosmanti Rusman; Fatmah Jatim, supervisor; Oppusunggu, Yu Un, supervisor (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007)

 Abstrak

Sebagai landasan hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, maka Pemerintah pada tanggal 23 Nopember 2001 telah menetapkan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PP No.42 tahun 2002 tanggal 16 Juli 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas. Berlakunya UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi membawa beberapa perubahan penting dalam kegiatan hulu migas. Salah satu perubahan yang signifikan adalah UU ini menghendaki didirikannya suatu badan pelaksana kegiatan hulu minyak yang akan menggantikan peran Pertamina dalam penandatanganan Production Sharing Contract (PSC).
Badan pelaksana kegiatan hulu migas (BPMigas) yang pengaturannya terdapat dalam PP No 42 Tahun 2002 ini berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN), berbeda dengan Pertamina yang sebelumnya berbentuk Badan Usaha milik Negara (BUMN). Perubahan ini akan membawa konsekuensi pergeseran status negara dalam Poduction Sharing Contract yang dilaksanakan dengan investor. Sebelumnya, penandatangan PSC antara Pertamina yang berbentuk BUMN dengan investor bersifat business to business (B to B). Kini, penandatanganan kontrak production sharing antara BP Migas dengan investor asing bersifat Business to Government (B to G), di mana BP Migas merupakan institusi Pemerintah penandatanganan PSC. Hal ini membawa kepada keadaan di mana negara dalam PSC telah melakukan kegiatan komersial (Iure Gestionis) yang akan berdampak pada status kedaulatan negara dalam PSC.
Dalam melakukan tindakan komersial, negara tidak lagi mempunyai kekebalan dari pengadilan asing sebagai bagian dari kedaulatannya. Hal ini akan berpotensi kepada aset Pemerintah yang dapat disita oleh arbitrase internasional dalam hal terjadi sengketa, mengingat penandatangan PSC adalah BPMigas sebagai institusi Pemerintah yang merupakan bagian dari Pemerintah. Hal ini berbeda dengan sebelumnya, di mana penandatangan kontrak production sharing dilakukan oleh Pertamina yang berbentuk BUMN, di mana aset Pertamina terpisah dengan aset negara.
Pihak investor dalam PSC umumnya adalah perusahaan minyak asing, dan penyelesaian sengketa dalam PSC adalah melalui Arbitrase ICC dengan menggunakan ICC Rules, di mana setelah berlakunya UU No. 22 tahun 2001 dan PP No 42 Tahun 2004 kedudukan Pemerintah sebagai pihak dalam PSC telah bergeser sehingga Pemerintah tidak dapat lagi mengklaim kedaulatan dalam hubungannya dengan PSC tersebut, dan aset Pemerintah dapat disita dalam forum arbitrase tersebut, sehingga permasalahan ini adalah permasalahan Hukum Perdata Internasional yang aktual.

 File Digital: 1

Shelf
 S26120-Rika Roosmanti Rusman.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : S26120
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : ix, 113 hlm. ; 28 cm. + lamp.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S26120 14-22-62866523 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20326364