Analisis yuridis prosedur pencatatan perkawinan antar agama (Studi kasus Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta No. 186/Pdt.P/2010/PN.Ska) = Juridical analysis registration of interfaith marriage procedure (Study case Court Order of Surakarta No. 186/Pdt.P/2010/PN.Ska)
Griselda Meira Dinanti;
Surini Mangundihardjo, examiner; Farida Prihatini, examiner; Purnawidhi W. Purbacaraka, examiner; Wismar Ain Marzuki, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013)
|
Perkawinan beda agama saat ini sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh pasangan-pasangan di Indonesia, tetapi sayangnya hal ini tidak diikuti dengan perkembangan hukum yang secara tegas mengatur hal tersebut. Setiap pasangan yang hendak melakukan perkawinan tentu saja menginginkan perkawinannya berjalan dengan lancar dan tidak berbenturan dengan peraturan hukum yang nantinya akan mengganggu jalannya perkawinan mereka, begitu juga dengan pasangan yang berbeda agama. Setiap perkawinan agar sah sudah seharusnya dilakukan berdasarkan hukum agama dan juga hukum negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka agar terjamin secara hukum perkawinan harus dicatatkan pada lembaga-lembaga yang telah ditunjuk oleh Undang-Undang yaitu Kantor Catatan Sipil bagi pasangan non Islam atau Kantor Urusan Agama bagi pasangan yang beragama Islam. Dalam perkawinan beda agama yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana hukum perkawinan di Indonesia mengatur perkawinan beda agama dan juga pencatatan perkawinan tersebut serta akibat hukum yang ditimbulkannya. Bentuk penelitian yang digunakan adalah kepustakaan dan lapangan yang bersifat deskriptif analitis. Maka dapat penulis simpulkan, bahwa Undang-Undang Perkawinan mengatur secara implisit mengenai perkawinan beda agama melalui Pasal 2 ayat (1) dimana sahnya perkawinan dikembalikan lagi kedalam hukum agama. Penelitian ini mengkhususkan kepada Agama Islam dan Kristen. Dalam Islam perkawinan beda agama diharamkan, sedangkan pada agama Kristen, dari penelitian ditemukan pada beberapa gereja memperbolehkan perkawinan beda agama dengan syarat tertentu. Berdasarkan Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pencatatan perkawinan beda agama dapat dilakukan pada Kantor Catatan Sipil melalui suatu penetapan pengadilan negeri, sedangkan dalam hal ini Kantor Urusan Agama tidak dapat mencatatkan perkawinan beda agama karena bertentangan dengan hukum Islam. Dengan dicatatkannya perkawinan beda agama, diakui secara hukum dan membawa akibat hukum terhadap pasangan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Interfaith marriage is now a very common thing being done by couples in Indonesia. Unfortunately, it is not followed by the development of laws which expressly regulates interfaith marriages. Couples of same faith marriages and interfaith marriages want their marriages to run smoothly and not in conflict with the laws which will affect the course of their marriage. For a marriage to be valid it should be done under the laws of their own religion and also under the laws of the country. This is stipulated under Article 2 of the Matrimonial Act No.1 of 1974. In order to ensure that the marriage preformed is legal, it must be listed in the Civil Registry Office or the Office of Religious Affairs. The issues at hand are how Indonesian law regulates interfaith marriages, registry of interfaith marriages and the legal consequences thereof. The form of research used in this Undergraduate Thesis is normative juridical, which emphasizes on the use of primary data and secondary data as a source. In conclusion, interfaith marriages whether permitted or not is not strictly regulated in the Matrimonial Act No. 1 of 1974. It implicitly states in Article 2 of The Matrimonial Act No. 1 of 1974 where it states that the legality of the marriage is reverted to the law of their religion. This research is focused on Islamic and Christian laws. In Islamic law, interfaith marriages are forbidden. Where as in Christianity, some Churches allows interfaith marriages with specific terms. In cases of interfaith marriages, the marriages that have been previously performed may be registered at the Civil Registry Office through a Court order which the requests are previously filed by the couple of interfaith marriages to the District Court. This is in accordance with the provisions of Article 35 subsection (a) of The Civil Administration Act No. 23 of 2006. With the marriage being registered in the Civil Registry Office, the marriage is legal and the legal consequences arising from the marriage is regulated in accordance with the Act. |
S45400 Griselda Meira Dinanti.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S45400 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | xii, 121 pages ; illustration ; 28 cm. + Appendix. |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S45400 | 14-20-253631824 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20330990 |