Tujuan: Defisiensi vitamin A pada anak masih merupakan masalah gizi masyarakat di Indonesia. Pengukuran kadarretinol serum/plasma merupakan cara terbaik untuk menentukan status vitamin A. Berbagai penelitian menunjukkanbahwa infeksi menurunkan kadar retinol serum, sehingga dapat salah mendiagnosa status vitamin A, dan dapatmempengaruhi kebijakan penanggulangan masalah defi siensi vitamin A di masyarakat. Penelitian ini bertujuanmemperlihatkan pentingnya menerapkan faktor koreksi berdasarkan status infeksi pada kadar retinol serum, sebagaipetanda status vitamin A.Metode: Survei yang melibatkan 54 anak sekolah sehat dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur. Pengukuran tinggi,berat badan, kadar retinol, CRP dan AGP serum dilakukan. Berdasarkan kadar CRP dan AGP serum, subyekpenelitian dibagi dalam empat kelompok: tanpa infeksi, masa inkubasi, penyembuhan awal dan penyembuhan akhir.Faktor koreksi didapatkan dengan membagi kadar retinol serum dari kelompok subyek tanpa infeksi dengan masingmasingtiga kelompok lainnya. Faktor koreksi tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan kadar retinol serumyang tidak dipengaruhi oleh adanya infeksi.Hasil: Prevalensi subyek yang pendek dan berat kurang adalah 43% dan 22%, dan tidak ada subyek yang kurus.Sebelum dan setelah kadar retinol serum dihitung dengan faktor koreksi, prevalensi defi siensi vitamin A menurun dari20.4% menjadi 18.5%, sehingga defi siensi vitamin A yang tanpa faktor koreksi merupakan masalah gizi masyarakatyang berat, menjadi masalah gizi menengah setelah faktor koreksi diterapkan. Perubahan tingkat masalah gizi inidapat merupakan faktor penentu rencana kebijakan penanggulangan masalah gizi tersebut.Kesimpulan: Menerapkan faktor koreksi berdasarkan keadaan infeksi menurunkan besaran masalah defi siensi vitamin A. Hal ini dapat mempengaruhi kebijakan perencanaan program gizi masyarakat. Abstract Aim: Vitamin A defi ciency among children is still a public health problem in Indonesia. Serum/plasma retinolconcentration is the best indicator in assessing vitamin A status. However, there is growing concern that infection/infl ammation lowers serum retinol concentration, thus creating potential misinterpretation of vitamin A status, whichcould affect policy makers in planning suitable nutrition programs targeted at community. The aim of this study wasto highlight the importance of applying correction factors, to better interpret serum retinol as a nutritional statusbiomarker.Methods: A cross sectional study involving 54 apparently healthy school children was conducted in East Nusa Tenggara.Height, body weight, concentrations of serum retinol, CRP and AGP were assessed. Based on concentrations of serumCRP and AGP, four infl ammation groups were determined, namely reference, incubation, early convalescence and lateconvalescence groups. Correction factor was obtained by dividing serum retinol concentration of reference group bythat of the other three groups. Correction factors were then used to correct serum retinol concentration without anyinfl uence of infection/infl ammation.Results: The prevalence of stunting and underweight were 43% and 22% respectively, but there was no wasting amongthe school children. Applying correction factor lowered the prevalence of vitamin A defi ciency from 20.4% to 18.5%;thus changing vitamin A defi ciency from a severe public health problem to a moderate public health problem.Conclusion: Correcting serum retinol concentration for the infl uence of infection reduced the apparent severity ofvitamin A defi ciency. This could affect policy for planning nutrition programs designed for communities |