Full Description

Cataloguing Source LibUI ind rda
Content Type text (rdacontent)
Media Type unmediated (rdamedia); computer (rdamedia)
Carrier Type volume (rdacarrier); online resource (rdacarrier)
Physical Description xii, 137 pages ; 28 cm + appendix
Concise Text
Holding Institution Universitas Indonesia
Location Perpustakaan UI, Lantai 3
 
  •  Availability
  •  Digital Files: 1
  •  Review
  •  Cover
  •  Abstract
Call Number Barcode Number Availability
T32556 TERSEDIA
No review available for this collection: 20335948
 Abstract
ABSTRAK
Kedudukan Pelapor dan Saksi tindak pidana pencucian uang dalam sistem peradilan pidana berpotensi mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang tidak menginginkan kasusnya terbongkar sehingga mereka tidak berani mengungkapkan kesaksiannya. Kebutuhan atas perlindungan terhadap Pelapor dan Saksi suatu tindak pidana pada umumnya tidak terlepas dari pentingnya peranan Pelapor dan Saksi dalam proses peradilan pidana. Khusus untuk perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, ketentuannya telah ada sejak Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan pertama kali tahun 2002, selanjutnya diubah pada tahun 2003 hingga pada tahun 2010 disahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menggantikan Undang-Undang yang lama. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturanperaturan dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan : Apa yang menjadi dasar pemikiran dari ketentuan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi tindak pidana pencucian uang?, Bagaimana pelaksanaan ketentuan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU setelah keluarnya Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010? dan Kendala apa yang akan muncul dalam pelaksanaannya?. Teknis pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU mengacu pada PP Nomor 57 Tahun 2003 dan Peraturan Kapolri Nomor 17 Tahun 2005 yang mengamanahkan pelaksanaan pemberian perlindungan khusus bagi Pelapor dan Korban kepada Kepolisian RI. Pada tahun 2006 disahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang berlaku sebagai ketentuan payung dalam pemberian perlindungan Pelapor, Saksi dan/atau Korban di tanah air. Undang-Undang tersebut mengamanahkan pemberian perlindungan dilaksanakan oleh lembaga khusus bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Undang- Undang Perlindungan Saksi dan Korban ternyata memiliki berbagai kelemahan yang sedikit banyak akan mempengaruhi implementasi dalam pemberian perlindungan. Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi lain yang menjadi sub sistem dalam Sistem Peradilan Pidana yakni, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu LPSK juga dapat bekerja sama dengan PPATK yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
ABSTRACT
The position of Reporting Parties and Witnesses of money laundering in the criminal justice system, potentially under threat from those who do not want the case revealed that they did not dare reveal his testimony. The need for the protection of Reporting Parties and Witnesses of a crime is generally not independent of the importance of the role of Reporting Parties and Witnesses in the criminal justice process. Especially for the protection of Reporting Parties and Witnesses of money laundering, the terms have existed since the law of money laundering was first enacted in 2002, further it was amended in the year 2003. In the year 2010, The Legislature enacted Law No. 8 of 2010 Concerning Prevention and Eradication of Money Laundering legislation replacing the old law. By using the research method of normative juridical in which one of them is library study, which is analysing documents such as books, provisions, guidance, and also interview with experts. This study is aimed at answering some research questions : What was the rationale thought of granting protection for Reporting Parties and Witnesses of money laundering?, How the implementation of the provisions granting protection for Reporting Parties and Witnesses after discharge anti money laundering law No. 8 years 2010? and what obstacles would arise in its implementation?. Technical provisions for the implementation of Reporting Parties and Witnesses Protection of Money Laundering refer to Regulation number 57 in 2003 and Chief of Police rule Number 17 0f 2005 which mandated the implementation of granting special protection to Reporting Parties and Witnesses to The Indonesian Police. In the year 2006 came out Law No. 13 of 2006 on the protection of witnesses and victims, which acted as a main provision to protection Reporting Parties, Witnesses and/or victims in Indonesia. The Law mandated the responsibility for providing protection implemented by specialized institutions called the Witness and Victim Protection Agency (LPSK). The law of protection of the witnesses and victims had a weaknesses that influenced the implementation of granting protection. In the implementation of granting protection for reporting parties and witnesses in Money laundering, LPSK could cooperate with other institutions that included in sub system of criminal justice system such as Police, Attorney, Court, and Prison. Besides, LPSK also could cooperate with PPATK that has duty to prevent and eradicate of money laundering.