ABSTRAK Kedudukan Pelapor dan Saksi tindak pidana pencucian uang dalam sistemperadilan pidana berpotensi mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang tidakmenginginkan kasusnya terbongkar sehingga mereka tidak beranimengungkapkan kesaksiannya. Kebutuhan atas perlindungan terhadap Pelapordan Saksi suatu tindak pidana pada umumnya tidak terlepas dari pentingnyaperanan Pelapor dan Saksi dalam proses peradilan pidana. Khusus untukperlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, ketentuannya telah ada sejakUndang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan pertama kali tahun2002, selanjutnya diubah pada tahun 2003 hingga pada tahun 2010 disahkanUndang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang menggantikan Undang-Undang yang lama.Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studikepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturanperaturandan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengannarasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan : Apa yangmenjadi dasar pemikiran dari ketentuan pemberian perlindungan bagi Pelapor danSaksi tindak pidana pencucian uang?, Bagaimana pelaksanaan ketentuanpemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010? dan Kendala apa yang akan muncul dalampelaksanaannya?. Teknis pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor danSaksi TPPU mengacu pada PP Nomor 57 Tahun 2003 dan Peraturan KapolriNomor 17 Tahun 2005 yang mengamanahkan pelaksanaan pemberianperlindungan khusus bagi Pelapor dan Korban kepada Kepolisian RI. Pada tahun2006 disahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang PerlindunganSaksi dan Korban yang berlaku sebagai ketentuan payung dalam pemberianperlindungan Pelapor, Saksi dan/atau Korban di tanah air. Undang-Undangtersebut mengamanahkan pemberian perlindungan dilaksanakan oleh lembagakhusus bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ternyata memiliki berbagai kelemahanyang sedikit banyak akan mempengaruhi implementasi dalam pemberianperlindungan. Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan SaksiTPPU, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi lain yang menjadi sub sistemdalam Sistem Peradilan Pidana yakni, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan danLembaga Pemasyarakatan. Selain itu LPSK juga dapat bekerja sama denganPPATK yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidanapencucian uang. ABSTRACT The position of Reporting Parties and Witnesses of money laundering inthe criminal justice system, potentially under threat from those who do not wantthe case revealed that they did not dare reveal his testimony. The need for theprotection of Reporting Parties and Witnesses of a crime is generally notindependent of the importance of the role of Reporting Parties and Witnesses inthe criminal justice process. Especially for the protection of Reporting Partiesand Witnesses of money laundering, the terms have existed since the law ofmoney laundering was first enacted in 2002, further it was amended in the year2003. In the year 2010, The Legislature enacted Law No. 8 of 2010 ConcerningPrevention and Eradication of Money Laundering legislation replacing the oldlaw. By using the research method of normative juridical in which one of them islibrary study, which is analysing documents such as books, provisions, guidance,and also interview with experts. This study is aimed at answering some researchquestions : What was the rationale thought of granting protection for ReportingParties and Witnesses of money laundering?, How the implementation of theprovisions granting protection for Reporting Parties and Witnesses afterdischarge anti money laundering law No. 8 years 2010? and what obstacleswould arise in its implementation?. Technical provisions for the implementationof Reporting Parties and Witnesses Protection of Money Laundering refer toRegulation number 57 in 2003 and Chief of Police rule Number 17 0f 2005 whichmandated the implementation of granting special protection to Reporting Partiesand Witnesses to The Indonesian Police. In the year 2006 came out Law No. 13 of2006 on the protection of witnesses and victims, which acted as a main provisionto protection Reporting Parties, Witnesses and/or victims in Indonesia. The Lawmandated the responsibility for providing protection implemented by specializedinstitutions called the Witness and Victim Protection Agency (LPSK). The law ofprotection of the witnesses and victims had a weaknesses that influenced theimplementation of granting protection. In the implementation of grantingprotection for reporting parties and witnesses in Money laundering, LPSK couldcooperate with other institutions that included in sub system of criminal justicesystem such as Police, Attorney, Court, and Prison. Besides, LPSK also couldcooperate with PPATK that has duty to prevent and eradicate of moneylaundering. |