Sudah lebih 25 tahun, sejak pertama ditemukan lahun 1981, berbagai bangsa di dunia berupaya untuk menanggulangi HIV/AIDS, tetapi penyakit ini terus berkembang dengan peningkatan yang cepat dan mengkhawatirkan. Estimosi jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia pada tahun 1990 adalah 7,8 juta dan pada akhir Desember 2007 sudah mencapai 33,2 juta, dimana 90% berasal dari negara berkembang (WI-IO&UNAIDS, 2007). Perkembangan epidemi HIV/AIDS di Indonesia termasuk dalam kelompok tercepat di Asia, fase epidemiknya telah berubah dari “low” menjadi “concentrated” . Sampai akhir September 2007 ,secara kumulatif jumlah pengidap infeksi HIV adalah 5904 dan kasus AIDS adalah 10384, yang tersebar di 33 provinsi. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sebesar 4,57 mf 1oo.ooo pcnduduk (1:>n.Jen PPM&PL, 2007). Papua mempunyai proporsi kasus AIDS tertinggi dibandingkan dengan provinsi Iainnya di Indonesia dan penularannya telah merambah ke masyarakat umum dengan prevalensi cukup tinggi yaitu lebih I persen. Bila dibandingkan dengan populasi penduduk maka cafe rare kasus/jumlah penduduk x 100.000) dl Papua adalah 60,93 per 100.000 penduduk dan merupakan 15,39 kali Iebih tinggi dibandingkan dengan rate nasional (3,96). Penularan HIV di Papua 90 persen disebabkan Oleh hubungan heteroseksual (BPS & Depkes RI, 2007). Tigginya penyebaran HIV/AIDS di Papua dikarenakan rendahnya penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi, rendahnya pengetahuan dan minimnya informasi tentano HIV/AIDS. Informasi mengenai hubungan antara ringkat keterpapamn infonnasi HIV/AIDS dengan perilaku kelompok risiko Linggi, seperti peianggan WPS dalam penggunaan kondom scks komemial sangat berguna sebagai masukan bagi pembuat kebijakan untuk membuat program penoegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS yang iebih efektif dan efisien, khususnya di Papua. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan tingkat ketcrpaparm informasi HIV/AIDS dengan perilaku penggunaan kondom pada pelanggan WPS di Papua seteiah dipadankan oleh variabel umur, status perkawinan, tingkat pcndidikan, tingkat pengetahuan dan riwayat mengalami gejala IMS yang berpcmn sebagai confounder, dcngan menggunakan modelling Propensity Score Matching_ Penelitian ini menggunakan data sckunder Survei Surveilans Perilaku HIV/AIDS 2004/2005 dari PZMPL Depkes Rl dan desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah tukang ojek dan tukang bongkar muat pelabuhan di Papua, yang selanjutnya disebut dengan pelanggan WPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang konsisten menggunakan kondom saat berhubungan scks dmngan WPS muih sangat rendah (|9?l4%). Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel umur (p=0,650), status perkawinan (p=0,403) tidal: berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada pelanggan WPS, sodangkan variabel tingkat pcndidikan (p=0,000l), tingkat pengetahuan (p=0,000),dan riwayat mengalami gejala IMS (p=0,000) menunjukkan hubungan yang sigtifikan dengan periiaku penggunann kondom pada pelanggan WPS. Pada analisis mukivasiat modelling Propensiry Score Marching baik dengan nearest neighbor maupun caliper, variabel umur dan status perkawinan hams dikeluarkan dari model, karena reduksi biasnya lebih rendah sebelum dipadankan daripada setelah dipada-nkan. Hmil akhir analisis PSM pada model fit didapatkan nilai yang sama antara kedua algoritma baik nilai OR maupun nilai T-stat. 'Nilai odds ratio (OKI adalah 2,3 (95%Cl=I,2-4,5), ini artinya pelanggan WPS yang Hngkat ketcrpaparan infonnasi HIV/AIDS cukup memiliki peluang 2,3 kali untuk menggtmakan kondom sccara konsisten dibandingkan dengan yang tingkat kCl¢l'P8P&l'|-ll infonnasi HIV/AIDS kurang dan nilai T-stat didapat 0,85(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bcnnaknu antara tingkat keterpaparan infomaasi HIV/AIDS dengan perilaku penggunaan kondom pads pelanggan WPS di Papua. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan kepada pengelola program HIV/AIDS baik di pnsat maupun daemh agar lebih meningkatkan intensitas dan kedalaman informui HIV/AIDS terutama bagi kelompok nusyanakat yang mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit HIV/AIDS, meningkatkan pemn tenaga kesehatan dan membangun kcmitraan dengan tokoh agama, tokoh adat/masyamkat, LSM, dunia usahalswasta dan Iembaga pendiclikan formal untuk kepentinan penyeharan informasi yang akurat dan benar tcntang HIV/AIDS, melibatkan pakar komunikasi dan mendorong perusahaan komunikasifmedia lebih berperan dulam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan sosialisasi kondom, pemberdayaan kelompok risiko tinggi(pecr group) dalam pcnyebaran infomuui HIV/AIDS dan menetapkan pttraturan daerah penggunaan kondom 100%. It has been more than 25 years, since the first time the HIV/AIDS we found in 1981, there are many different programs have been developtxl by countries around the world in attempt to control the growth and spreading of HIV/AIDS. But unfortunately, the uncontrolable growth of this disease has attracted more serious attentions. The estimated number of sufferes litom the disease has increased dramatically from about 7,8 million people in 1990 to approximately 33,2 million sufferes in late December 2007. There was 90% of the total sufferers fiom developing countriw (WHO&UNAlDS, 2007). The growth of the HIV/AIDS epidemic in indonesia has been recorded as the fastest among Asian countries. It has progressed fiom “low” to “eoncentrated". Untill late September 2007, the total number of people infected by HIV cumulativcly reached 5904 and the number of AIDS cases was l0384, that found within 33 provinces of Indoneia. The national cumulative rate of the AiDS cases in Indonesia was 4,57 per 100.000 people (Dit.Jcr1 PPM&PL, 2007). The highest proportion of the I-HV/AIDS found in Indonesia is in Papua where the spread of the infectious disease has reached its most eomunities with the prevallance of the cases is more than l%. If this value is being compared with its population of the province in general, the case rate will be 60,93 per l00.000 peoples. This rate is 15,39 times higher than the national rate which is only 3,96. The most common cause of the spreading process of the disease in Papua is through heterosexual behaviours which is up to 90 percent (BPS & Depkes RI, 2007). The increased number of HIV/AIDS in Papua is also led by the usage of condom at high risk group still low, a lack of infomation and education about HIV/AIDS. The information about relationship between infomation exposed about HIV/AIDS with behavior in condom use among the consumer of FSW is necessary to be considered by public health policy makers as 2 sugestion to prevent and control ilu: growth ofHlV/AIDS effectively and effecient in Papua. This research is aimed to identify the relationship between the infomation exposed about HIV/AIDS with behavior in condom use among the consumer of FSW in Papua by focussing on ages, marital status, educational level, infomation level and the story of suffering from Sexual Transmited Infection symptoms which act as corrfounder, and using Pmpensity Score Marching Analysis. This research uses secondary data of Behavioral Surveillance Survey(BSS) of HIV/AIDS in 2004/2005 from P2MPL, Health Department of indonesia and the design of this research is cross sectional. The samples used in this research are the consumers of FSW. They are tukang ojelc (motorcycle taxi drivers) and tukang bongkar muat pelabuhan (workers loading goods in Papua’s harbour. Further they will be mentioned as the FSW consumers. The results of this research show that the number of respondents who are consistent to use condoms in conducting their sexual intercourses with FSW is still remaining low (l9,l4%). By bivariate analysis, the result shows that the variable age (p=0,650), marital status (p=0,403) have not significantly with the consumer of FSW behavlor’s in condom use. Meanwhile, the variable educational level (p=0,000l). knowledge level (p=0,000), and the history of suffering from IMS symptoms (p=0,000) have showed the significant relation with the behaviours of using condoms among FSW consumers. The multivariate analysis with Propensiry Score Marching, either nearest neighbor or caliper show that varlabel age and marital status have to be excluded hom the model because the reductive bias before matching process is lower than after the match. The final result of the analysis of PSM on a fit model is found the same value for both algoritma either OR value or T-stat value. The value of odds rario (OR) is 2,3 (95%Cl=l,2-4,5). This means that the FSW consumers with adequate exposed information of HIV/AIDS have 2,3 times of possibilities to use condoms consistently compared with the other ones, who do not have enough exposed infonnation of HIV/AIDS, and T-stat value is 0,85(p>0,05) which means the relationship between the level of exposed infomation of HIV/AIS and the behavior of condom use among FSW consumers in Papua have not significant. Based on the results of this research, it is suggested that the managers of the HIV/AIDS programs either in the centre or in district areas to improve the intensity and the depth of relevant infomation of HIV/AIDS for high risk community groups, to develop the roles of health workers, and to build a good relationships and supports with religionists, traditional/ cultural values, NGO‘s, local businesses and formal educational institutions in order to be able to spread and share accurate, adequate and proper information about HIVIAIDS. It is also suggested to involve communication experts and encourage companies and electronic medias of communication to be more active in anticipation and controling the spreads of HIV/AIDS and the socialisation of using condoms, empowering the high risk groups (peer group) to take in part of HIV/AIDS infomation spreading, and the local policy makers are suggested to make l00% condom policy. |