ABSTRAK Tesis ini pada dasarnya merupakan suatu studi yang bertujuan untuk mengembangkanpengukuran mengenai kondisi integrasi. Dengan menggunakan aksi kekerasan ko1ektifsebagal fokus pengamatan, dan Indonesia sebagai kasus, tesis ini memperoleh temuan- temuanteoritik dan empirik sebagai berikutIntegrasi adalah suatu konsep derivasi dari struktur sosial. Bila struktur sosialmerujuk kepada pola hubungan di antara unit-unit sosial yang membentuknya~ rnakaintegrasi merujuk kepada derajat kekuatan hubungan di antara unit-unit tersebutAda berbagai cara untuk mengukur kekuatan hubungan di antara unit-unit yangterdapat dalam struktur sosial. Narnun dengan menggunakan perspektif keteraturansosial, studi ini memusatkan perhatian kepada aksi.aksi kekerasan kolektif Asumsinyaadalah semakin rendah tingkat aksi kekerasan semalkin tinggi tingkat keteraturansosial atau integrasinya, Dernikian pula sebaliknya.Secara konseptual, integrasi setidaknya memiHki dua dimensi: integrasi nasionaldan integrasi sosietaL Dimensi pertama merujuk kepada kek:uatan hubungan di antaranegara dan masyarakat, sedangkan dimensi kedua merujuk kepada kekuatan hubungan diantara unit-unit dalam masyarakat itu sendiri.Kategori integrasi terentang antara kuat hingga lemah. Dalam rentang tersehut,kategori yang paling ekstrim memang adalah disintegrasL Yakni, pemisahan antara unit-unit sosial yang terlibat Namun di antara dua kategori ekstrim --integrasi kuat dandisintegrasi masih terdapat kategori lairnya: maiintegrasi Berbeda dengan istilahpcrtama yang merujuk kepada penolakan bahkan pemisahan. istilah yang disebut terakhirlebih merujuk kepada adanya gangguan hubungan di antara unit-unit. Berdasarkan itu,studi ini kemudian mengembangkan tipologi: malintegrasi tipe A (kerusuhan), tipe B(penjarahan dan perusakan), dan tipe C (tawuran).Dengan memanfaa!kan data sekunder dari berbagal sumber~ penelaahanmenunjukkan bahwa Indonesia selama periode 1946 hingga April 1999 mengalamipeningkatan aksi kekerasan kolektif. Dan puncak aksl tersebut terjadi pada masa periodeOrde Reformasi. Namun berbeda dengan anggapan umum. kerusuhan sebenamyacenderung terus menurun; aksi-aksi kekerasan kolektiflainnya yang justru meningkat. Diantaranya adalah penjarahan. perusakan, tawuran. dan pertempuran etnik. Mengikutikonsepsi sebelumnya. studi ini memiliki kerangka pemikiran tersendiri dalammenggunakan aksi~aksi kekerasan koiektif sebagai indikator integrasi.Berdasarkan suatu rumus sederhana yang menyatakan hahwa integrasi nasionalsama dengan satu dikurangi aksi separatis (sebagai indikator disintegrasi nasional); sertaintegrasi sosietal sebagai satu dikurangf pertempuran primordial (sebagai indikatordisintegrasi sosietal); kerusuhan, penjarahan, perusakan dan 1awuran (sebagai indikatorindikatormalintegrasi), maka studi ini memperoleh kesimpulan sebagai berikut.Studi berkesimpulan bahwa, hingga batas keberlakuan data yang dikumpulkan,sebenarnya kondisi integrasi nasional Indonesia masih tinggi. Berdasarkan periodepemerintahan, hingga batas tertentu dapat dikatakan bahwa integrasi nasional di masaHabibie dan Soeharto cenderung lebih tinggi ketimbang masa Soekamo. Hal yangmemperihatinkan adaiah justru kondisi integrasi sosietal. Ada kecenderungan bahwakondisi integrasi sosietallndonesia tidak pernah mencapai tingkat paling optimal. Bahkanberdasarkan perkembangan periode, terlihat bahwa tingkat integrasi sosietal di masaHabibie yang baru beriangsung sekJtar setahun ini berada pada titik yang paling rendahdibanding masa Soeharto dan Soekamo.Secara umum tesis ini juga menyimpulkan bahwa sebenarnya kita tidak periumencemaskan kondisi disintegrasi nasional. Karena sebenamya fenomena ini tidak selaluberjalan penuh kekerasan. Hal yang hams ditakuti adalah fenomena disintegrasi sosietal,dan komplikasinya ke arah disintegrasi nasional. Hal inilah yang sebenamya tetjadi disemenanjung Balkan yang menghancurkan Yugoslavia.Narnun terlepas dari berbagai temuan empirik di atas, tesis ini masih memerlukansejumlah penyempumaan di masa mendatang. Dari segi alat ukur. ia p.erlu memasukkanaspek kuantitatif kerugian jiwa dan material sebagai indikator substantif. Sedangkan darisegi ketersediaan data, ia perlu memasuk berbagai data laiTlllya yang lebib lengkap danrelevan.
|