Kusta adalah penvakit menular yang disebabkan Mycobacterium leprae yang bersifat kronis dan menimbulkan masalah yang sangat komplek. Sampai saat ini mManusia merupakan Satu-satunya yang diketahui berperan sebagai reservoir. Terjadinya penyakit Kusta merupakan hasil interaksi antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi sebagai faktor risiko. Besarnya faktor tisiko berperan dalam timbulny2 kejadian penyakit Kusta. Tuiuan penelitian adalah untuk mengetahui sebaran kejadian penyakit Kusta berdasarkan perbedaan kondisi spasial dan mengetahui bagaimana hubungan kondisi spasial sebagai faktor risiko dengan prevalensi Kusta di wilayah Kabupaten Cirebon tahun 2006. Disain penelitian menggunakan studi ekologi dengan pendekatan analisis spasial. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa dinas instansi sesuai keperluan penelitian. Variabel bebas yang digunakan adalah kepadatan penduduk, keluarga miskin, luas lantai tanah, ketinggian wilayah dan jenis tanah, sedangkan variabel terikat adalah penyakit Kusta. Uji statistik hanya dilakukan terhadap variabel kepadatan penduduk, keluarga miskin dan luas lantaj tanah dengan prevalensi Kusta mengpunakan KruskalWallis, One- way Anova, dan uji beda dua Mean Independent. Sedangkan analisis spasial dilakukan pada semua variabel bebas sebagai kondisi spasial terhadap variabel terikat, Hasil menunjukkan variabel keluarga miskin yang berhubungan secara signifikan dengan prevalensi Kusta p < 0,05. Sedangkan yang tidak berhubungan adalah variabel kepadatan penduduk dan luas lantai tanah. Hasil analisis spasial memperlihatkan bahwa_ pola penyebaran kasus Kusta dengan prevalensi tinggi berdasarkan variabel kepadatan penduduk terdapat pada kategori Rendah (<1646,10 jiwa/km’) dan Sedang (1646,10 — 2667,61 jiwa/km”, yaitu Kecamatan Astanajapura, Gegesik. Ciwaringin, Cirebon Selatan dan Kecamatan Beber; variabel proporsi keluarga miskin berada pada kategori Rendah, Sedang dan Amat Tinggi (< 45,64; 62,92-76,06; dan >76.06), vaitu Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Ciwaringin, Cirebon Selatan dan Kecamatan Beber; variabel Proporsi luas lantai tanah berada pada kategori Rendah, Tinggi dan Amat Tinggi (<9,08; 12,17-14,.09; dan 14,09-18.32), yaitu Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Crwaringin, Cirebon Selatan dan Kecamatan Beber; variabel ketinggian wilayah berada pada ketinggian 0-500 meter dpl yaitu Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Ctwaringin, Cirebon Selatan dan Kecamatan Beber; variabel jenis tanah berada di Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Gegesik dengan dengan dominasi jenis tanah Giey dan 4ffuviad, scdangkan di Kecamatan Ciwaringin, Cirebon Selatan dan Kecamatan Beber mempunyai jenis tanah domian Podsolik dan Latosol. Dalam upaya menurunkan prevalensi kusta, perlu perhatian khusus dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon terutama pada area yang perpotensi dalam penyebaran penyakit Kusta. Kegiatan penemuan kasus dan pengobatan dini perlu ditingkatkan, kegiatan penyuluhan dan kegiatan yang dapat mengurangi faktor risiko dapat dilakukan hersama dengan sektor lainnya. Penerapan Sistem Informasi Geografis dan analisis spasial perlu terus dikembangkan dalam upaya meneari faktor risiko baru penyakit kusta. Leprosy is contagious disease caused. by mycobacterium leprae which chronically infected and generated various and complex problems. Until now the human being known as reservoir. Leprosy infected as result of interaction between human being and its behavior and environment component which own. Potency as risk factor. The level of risk role a play to infected leprosy disease. The objective research is to know the spreading leprosy disease occurrence bases on difference of spatial conditiun and to know how the reiation spatial condition as risk factor with leprosy prevalence at Kabupaten Cirebon Region on 2006, Design research utilized ecology study with spatial analysis approach. Research conducted at Kabupaten Cirebon by using secondary data obtained from some institution in accordance to research need. Free variable utilized is density, poor family, ground floor wide, soil or land type, the regional elevated. Meanwhile constant variable is leprosy disease. Statistically test only conducted on variable of density, poor family dan ground floor wide with leprosy prevalence utilized kruskal-wallis, one-way anova and tested two mean of independent mean while spatial analysis conducted at all free variable as spatial condition on constant variable. The spatial analysis shown that spreading patterns leprosy occurrence case with high prevalence bases on density found on low and medium condition (1186,932667,61 people/km’, there are Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Ciwaringin, Cirebon Selatan and Kecamatan Berber, variable on poor family as on low, high and very high level (30,52-45,64; 62,92-76,06; and 76,06-94,80), there are Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Ciwaringin, Cirebon Selatan and Kecamatan Beber, variable on proportion of ground floor wide at low and high and very high ccndition (7,79-9,08:9,08-12,17; dan 14,09-18,32), there are Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Ciwaringin, Cirebon Selatan and Kecamatan Beber, the variable of regional elevated be at 0-500 meter dp! there are Kecamatan Astanajapura, Gegesik, Ciwaringin, Cirebon Selatan and Kecametan Beber; variable of type land at Kecamatan astanajapuran and Kecamatan Gegesik with dominated gley and allluvial type of soil. While at Kecamatan Ciwaringin, Cirebon Selatan and Kecamatan Beber has dominant soil type is podsolik and latosol. In this circumstances to degrading leprosy prevalence, need special attention for Dinas Kesehatan Cirebon especially at region which has big potency to spreading leprosy disease. Early medication and identitication activity are require to improve and counseling activities and activity which is reduce a risk factor need to cerducted with other sector. Applying of information system and spatial analysis require to develops in order to search a new risk factor for leprosy disease. |