Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia karenasudah menjadi sifat kodrat bahwa manusia adalah makhluk monodualis yang memiliki sifat makhlukindividu dan sosial. Dalam banyak hal, manusia memerlukan keberadaan orang lain untuk salingmemberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangankehidupan. Sejak bayi, manusia sudah memerlukan individu Iain, hingga saat individu memasukimasa usia lanjut pun, individu akan merasa hidupnya "Kaya" dengan kehadiran individu-individu lainyang memperhatikan dirinya (Papalia dan Olds, 1995; Grothberg, 1999).Seinng berlambahnya usia, banyak lanjut usia yang sudah ditinggalkan oleh pasanganhidupnya. Selain itu, banyak juga Ianjut usia yang mengalami sangkar kosong (empty nest) karenaditinggalkan anak-anaknya yang pergi untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja. Akibatnya, lanjutusia mengalami kesepian. Akan tetapi bagi sebagian lanjut usia, hal tersebut tidak menjadi masalahkarena ia berusaha memanipulasi Iingkungan secara aktif dan konstrulctif melalui aktivitas tisik,sosial, dan mental (Ryff, 1989). Dengan mengikuti aktivitas sosial, individu lanjut usia memilikikesempatan untuk manialin hubungan interpersonal dengan individu-individu Iain yang sebayadengan dirinya.Keinginan untuk mencari teman yang sebaya dengan dirinya merupakan karakteristik Khaspada masa usia lanjut (Schell, 1975; Carstensen, 1992). Hal ini dikarenakan terjadinya proses salingtukar pengalaman melalui suclut pandang yang sama sehingga timbul perasaan dimengerli dandidukung (Atwater, 1983; Craig, 1986; Ebersole dan Hess, 1990), aldbatnya dukungan emosi yangsangat dibutuhkan pada masa tua dapat terpenuhi (Antonucci dan Akiyama dalam Quadagno, 2002).Dari berbagai penelitian juga dikelahui bahwa tersedianya sumber dukungan dapat berguna sebagaiStress bufer (Thoits, 1985; Lin dkk., 1986; Cohen dan Willis, 1985 dalam Briselte, Carver, danScheier, 2002). Pertemanan dengan individu sebaya juga dapat mempertahankan kemampuanindividu lanjut usia untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap stress masa tua (Lowenlhal danHaven dalam Schell, 1975; Berkman dalam Birnan dan Schaie, 1990; Zander, 1990). Adanya temanpada masa tua juga dapat memperpanjang usia (Steinbeck, 1992 dalam Papalia dan Olds, 1995).Hal ini dapat terjadi karena individu lanjut usia yang memiliki teman akan merniliki sudut pandangyang positif terhadap kehidupan, yang akhimya akan meningkatkan kualitas hidupnya (Reitch danZautra, 1981 dalam Dwyer, 2000).Lebih jauh dijelaskan oleh Carstensen (1992) bahwa cara terbaik dalam memilih teman sebaya adalah dengan memperlahankan hubungan dengan teman-teman Iamanya. Lingkungantempat tinggal menjadi sarana yang memadai bagi para Ianjut usia untuk mempertahankan hubungandengan teman-teman Iama yang sebaya dengan dirinya. Hal ini clikarenakan mereka telah salingmengenal sejak lama sehingga resiko tenadinya selisih paham dapat diminimalkan, sorta sudahterbeniuknya social involvement dan mutual help (Adams dalam Papalia dan Olds, 1995). Olehkarenanya, tempat tinggal dan rasa memiliki temadap lingkungan sekitamya memiliki pengaruh yangcukup signiikan bagi psychological well being kaum Ianjut usia (Crown clan Longino dalam Tumerdan Helms, 1987; Datan dan Lohman dalam lndati, 1992; Quadagno, 2002).Peneliti menggunakan teori psychological well being yang clikemukakan oleh Ryfl (1989).Aclapun dimensi-dimensi psychological wellbeing dari Rylf (1989) adalah penerimaan diri, hubungandengan individu lain, kemandirian, penguasaan lingkungan perlumbuhan pribadi, dan tujuan hidup.Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being adalah faklor evaluasi lerhadappengalaman kehidupan, dan faktor dukungan sosial.Salah satu altematif yang dapat dilakukan Ianjut usia untuk menyaluikan kebutuhansosialisasi mereka adalah dibentuknya perkumpulan lansia. Peneliti tenarik untuk mengetahui adalidaknya gambaran psychological well being pada individu Ianjut usia yang al-clif dan tldak al-ctif dalamaktivitas sosial sesuai teori yang dikemukakan Neugarten, Havighurst, dan Tobin (1961 dalam Ryff,1909). Ketertarikan peneliti semakin dalam saat membaca kurangnya penelitian mengenai lanjut usiadi bidang psikologi konseling (Fassinger dan Schlossberg, 1992; Gelso dan Fassinger, 1990 dalamHanson dan Minlz, 1997). Padahal hasil sensus menunjukkan bahwa dewasa ini, 1 dari 10 orangyang ada di dunia berusia di atas 60 tahun. Data statistik terakhir yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa mamperlihatkan bahwa jumlah orang yang bemsia di alas 60 tahun diperkirakanberjumlah sekitar 605 juta jiwa. Diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, yakni sekitar 1,2 milyar jiwadi tahun 2025. Di negara-negara berkembang jumlah Ianjut usia mencapai hampir % dari jumlah yangdiprediksikan tersebut (Jurnal Perempuan, Oktober 2003). Adapun Indonesia diperlrirakan akanmenjadi negara ketiga terbanyak dalam jumlah Ianjut usia setelah China dan Amerika. Pada tahun2000 jumlah lanjut usia di indonesia sekitar 15,3 juta jiwa (Majalah Selip, April 2001 dalam Wakhidadkk, 2002). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian Studi Kasus untukmenjawab pem1asalahan dalam penalitian ini.Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa individu Ianjut usiayang aktif dapat menoapai psychological well being, dan individu yang tidak lagi aktif tidak dapatmemenuhi dimensi kemandirian, penguasaan lingkungan, perlumbuhan pribadi, dan mengalamikesulitan untuk memaknai keberadaannya atas kehidupan yang sudah dijalani.Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya digunakan lebih banyak subjek dengan latarbelakang yang Iebih beragam sehingga didapalkan gambaran yang Iebih bervariasi, triangulasi dataclan triangulasi melodologi, serta studi Iiteralur buku mengenai psychological well being yang IebihbanyakSaran praktis dari peneliti untuk palugas instansi terkait yang mangumsi masalah posyanduIanjut usia, hendaknya memberi perhatian seoara lebih baik sehingga dukungan sosial yangclibutuhkan benar-banar dapat dirasakan oleh Ianjut usia yang ada dalam kelompok binannya, danjuga buatlah inovasi-inovasi dalam membuat program kegiatan, Selain ilu, Sosialisasi kepadamasyarakat mengenai pentingnya aktivitas di usia tua sahlngga masyarakat tidak terjebak denganstereotipi bahwa masa tua adalah masa untuk menjauhkan diri dari berbagai aktivitas sosial. Yangtidak kalah panting, untuk keluarga yang memiliki lanjut usia hendaknya momberi kesempatankepada lanjut usia untuk letap aktif di masa tuanya. Keluarga dapat membantu dengan menyediakaninformasi mengenai organisasi Ianjut usia yang dapat dimasuki oleh orang tuanya. Lalu, untuk Ianjutusia yang lidak aklif tetap dijaga silaturahminya sehingga ia merasa tetap memiliki teman, khususnyapada Ianjut usia yang tidak dapat aktif karena alasan kesehatan. "Tidak ketinggalan, untuk pralansiasebaiknya mempersiapkan diri secara baik agar tetap dapat aktif di usia tua, misal dengan mulai rajinolah raga atau menjaga pola makan. Intinya, kembangkan gaya hidup sehat sedini mungkin. Janganlupa untuk banyak mencari informasi mengenai lanjut usia sehingga tidak adanya kekagetan bilanantinya menghadapi berbagai perubahan yang dialami, dimana hal ini dapat dilakukan denganbanyak terlibat pada aktivitas sosial sehingga saling belajar dari anggota lain. |