Berbagai krisis yang terjadi di masyarakat kita yang dijumpai dalamkehidupan sehari-hari menimbulkan pertanyaan akan efelctivitas pendidikan agama disekolah. Pendidikan ini seharusnya menjadi dasar bagi tumbuhnya perilaku yang baikpada anak bangsa. Namun sayangnya, pendidikan agama nampaknya kurangdirasakan manfaatnya oleh sebagian alumni SMU. Mereka merasa cukup mendapatbekal pengetahuan, namun tidak menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Olehl-:arena itu, menarik untuk mengevaluasi efektivitas pendidikan agama, khususnyapendidikan Agama Islam, dari segi afektifWalaupun pendidikan agama pentlng untuk mulai diberikan sejak dini, namunbam pada masa remaja inclividu mendapatkan makna yang berbeda mengenaipendidikan agama. Dengan perkembangan kognitifnya yang berada pada tahap formaloperasional dari Piaget, remaja sudah mampu berpikir secara abstrak (Turner &Helms, 1995), sehingga memungkinkan remaja untuk memahami konsep-konsepagama dengan baik. Pada masa ini pula remaja berusaha menemukan identitas dirimereka (Erikson, 1970 dalam Santrock, 2001). Dalam menyelesaikan krisis ini,remaja membutuhkan suatu ideologi yang dapat mereka anut, dimana salah satuideologi ini adalah agama. Paloutzian dan Santrock (2001) menyatakan bahwa isuagama adalah isu yang panting bagi remaja.Berdasarkan teori tentang perkembangan remaja dan pentingnya perananagama pada masa ini, maka kegiatan evaluasi akan membatasi diri pada siswa kelasIII SMU, yang diasumsikan berada pada tahap perkembangan remaja dan telahmengenyam hampir tiga tahun masa pendidikan Agama Islam di SMU, selain jugaketika duduk di jenjang pendidikan sebelumnya Tujuannya adalah untuk melihathasil belajar dari pelajaran tersebut dari segi afektif.Hasil helajar pelajaran Agama Islam berorientasi pada aspek afektif danpsilcomotor. Sementara Ruang lingkup pendidikan Agama Islam sendiri terdiri darilima aspek, yakni: A] Qur'an, keimanan, ibadah, akhlak, dan tarik. Kegiatan evaluasiini membatasi pada aspek materi keimanan akidah, karena keimanan adalah hal yangsangat penting bagi seorang muslim. Mengacu pada Surat Al-Furqan ayat 23, Shihab(1996) menyatakan bahwa amal baik yang dikerjakan tanpa dilandasi oleh imanadalah amal yang sia-sia.Keimanan yang merupakan karakteristik afelctif ini alcan dilihat perkembanganintemalisasinya pada siswa kelas Ill SMU dengan taksonomi hasil belajar domainafektif dari Krathwoh (1964, dalam Anderson & Bourke, 2000)l. Urutan taksonomiini dari jenjang internalisasi yang paling rendah adalah: Receiving RespondingValuing Organization, dan Characrerizarion by value or value complex. Standarkompetensi pelajaran Agama Islam akan digunakan sebagai pembanding atau kriteriatercapai atau tidaknya tujuan belajar pelajaran Agama Islam di sekolah. Lfntuk ilu,Fathia Saripuspita,standar kompetensi ini diterjemahkan dan diklasifikasikan sebagai tahap Valuing dariTaksonomi Domain Afektif KrathwohlBerdasarkan Taksonomi Domain Afektif Krathwohl (1964, dalam Anderson &Bourke, 2000) dan cakupan materi keimanan dalam Agama Islam, evaluatormengembangkan alat ukur instrumen berupa kuesioner. Analisa hasil akanmendapatkan data mengenai tahapan setiap siswa, dan rata-rata tahapan siswa disekolah tersebut. Siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMUN 8 Jakarta.Nilai rata-rata ini akan dibandingkan dengan kriteria yang dijadikan pembandinguntuk menentukan apakah tujuan pendidikan Agama Islam di SMUN 8 Jakarta sudalltercapai atau belum.Analisa dari data yang didapat dari 198 orang siswa kelas [II SMUN 8 Jakartayang mengambil jurusan IPA adalah bahwa tahapan yang mendapat persentaseterbanyak adalah tahap Characterization by value or value complex, Responding danValuing dari domain afektif Krathwohl (1964, dalam Anderson & Bourke, 2000),Sementara itu, rata-rata siswa kelas III SMUN 8 Jakarta telah mengintemalisasi nilaikeimanan Agarna Islam pada tahap Vahring, hal ini berarti bahwa tujuan pelajaranAgama Islam di SMUN 8 Jakarta telah dicapai oleh rata-rata siswa kelas III di sekolahTersebut.Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa semua siswa mengakuipenghayatan nilai keimanan Agama lslam mereka dipengaruhi oleh lebih dari satuagen. Oleh karena itu, tercapainya kompetensi dasar pelajaran Agama Islam dalam halkeimanan tidak hanya dipengaruhi oleh penyelenggaraan pendidikan agama disekolah tersebut.Banyaknya siswa yang mengintemalisasi nilai keimanan Agama Islam denganbaik, yakni pada tahap Characreriznrforr by valure dan Valuing, dapat dijelaskan olehteori perkembangan remaja. Asumsi baiknya perkembangan kognitif siswa sekolahunggulan ini memungkinkan lebih memahami konsep ajaran Agama Islam danmemecahkan masalah yang mereka hadapi sehari-hari, termasuk masalah pencarianidentitas diri. Kedekatan dengan teman yang penting pada masa ini membuat merekamemiliki teman berdiskusi yang bisa membantu mereka memeoahkan masalah krisisidentitas mereka.Sementara itu, menurut teori perkembangan moral dari Kohlberg (1986, dalanSantrock, 2001) dan perkembangan perilaku religius dari Fowler (1996, dalanSantrock, 2001), remaja masih mengikuti aturan yang diberikan orang lain kepadamereka karena ingn memuaskan pihak lain atau menghindari pihak lain tidakmenyulcai mereka. Penjelasan ini sejalan dengan tahapan sebagian besar siswa yangberada pada tahap Rexgporrdifrg.Sementara untuk mereka yang berada pada tahap Chraracretization danValuing, penjelasan mengenai karakteristik khusus siswa SMUN 8 Jakarta perluditambahkan. Sebagai sekolah unggulan siswa SMU ini juga dianggap lebih patuhkepada guru dan berdedikasi tinggi pada kegiatan akademis dibanding sekolah lain.Kecenderungan patuh dan dedikasi mereka ini bisa saja juga teljadi dalam halmengikuti ajaran agama. Akibatnya diasumsikan siswa yang menginternalisasi nilaikeimanan pada tahap Valuing dan Characterization, bisa saja mencapai tahap inikarena secara siap menerima nilai yang dikenakan pada mereka. Dengan kata lainmereka tidak melalui proses mempertanyakan ajaran ataupun ideologi.Kesimpulan yang dibuat dalam kegiatan evaluasi ini hanya didasarkan padadata kuesioner. Data tambahan masih dibutuhkan untuk mempertajam kesimpulan. |