Fobia ialah kelompok gangguan yang kecemasannya dictuskan olehadanya obyek yang jelas, yang sebenarnya secara umum tidak berbahaya; dansebagai akibatnya situasi obyek yang demikian secara khusus dihindari ataudihadapi dengan perasaan terancam.Fobia dapat mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari_ Penderita fobiamembutuhkan terapi agar mereka dapat rnenjalankan fungsi kehidupan sehari-hari dengan nyaman. Menumt beberapa kepustakaan desensitisasi sistematikmerupakan terapi yang efektif untuk mengatasi fobia. Atas dasar ini penulisingin meneliti tentang penerapan terapi desensitisasi sistematik terhadappenderita fobia.Desensitisasi sistematilg suatu teknik terapi perilaku yang diciptakanoleh Wolpe (1982) untuk menghilangkan respon cemas ini didasarkan padaprinsip counterconditioning dan recivrocal inhibition yang menyatakan bahwajika suatu penghambat respon cemas dapat diciptakan pada saat hadirnya stimuliyang menimbulkan cemas, maka penghambat ini akan memperlemah ikatanantara stimuli dengan kecemasan. Caranya ialah dengan menghadapkan secarabertahap pasien yang sedang dalam keadaan rilek kepada situasi/obyek yangmenyebabkan ia cemas.Penulis ingin meneliti apakah ada perubahan perilaku fobia padasubyek penelitian, khususnya apakah kecemasan terhadap obyek fobia menjadihilang atau berkurang sebagai hasil dari perlakuan desensitisasi sistematik.Penulis juga ingin mengetahui bagaimana berlangsungnya prosedur penerapanterapi desensiiisasi sistematik yang meliputi penyusunan hirarki lcecemasan,latihan :ileksasi dan desensitization proper; apa saja yang terjadi pada subyekselama menjalani terapi, bagaimana proses terapeutik berlangsung dan kndalaapa yang dialami subyek dalam menjalani terapi.Metoda yang dipakai adalah studi kasus tunggal dengan desain kuasieksperimen ABA yang terdiri dari fase baseline A yaitu masa sebelumperiakuan, fase perlakuan B yaitu masa terapi diberikan dan fasefoilow-rqn A.yaitu masa setelah terapi tidalc diberikan lagi. Menurut Kazdin (1992) studikasus tunggal kuasi eksperimen terletak di antara ekstrim studi kasus danpenelitian eksperimen kasus tunggal mumi sehingga mempunyai sebagian ciri-ciri kualitatif dan sebagian ciri-ciri kuantitatif yang mungkin tidak sempurnaMetoda seperti ini diperlukan karena dalam penelitian klinis persyaratan studieksperimen kasus tunggal mumi sulit dipenuhi_ Namun demikian Kazdinmenyarankan beberapa persyaratan yang sbaiknya diusahakan untukmeningkatkan validitas intemal dari penelitian yang dasarnya adalah studi kasusini. Dalam penelitian ini sebagian besar persyaratan yang diajukan oeh Kazdindiusahakan dipenuhi oleh penulis. Subyek penelitian terdiri dari lima orangmahasiswi. Pengambilan sampel dilakukan secara accidema! sampling, Teknik pengumpulan data adalah wawancara, obsewasi dan se# rating scale dengansubjecrivu uni: of dismrbrmce (su¢§ .scafe dari Wolpe (1982) dan alatnya ialahkuesioner, beberapa petunjuk pedoman perlakuan, fasilitas pendukung perlakuandan alat-alat yang diperlukan untuk pencatatan. Analisis dilakukan denganmelihat secara visual kepada gratik dan tabel hasil terapi serta didasarkankepada persyaratan yang diajukan oleh Kazdin (1992) lentang studi kasustunggal kuasi eksperimen.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi desensitisasi sistematik dapatmenurunkan taraf kecemasan terhadap obyek Fobia pada klima kasus danpenurunan kecemasan ini ditransfer dalam kehidupan sehari-hari bilaberhadapan dengan sitruasifobyek fobia dalam kenyataan.Atas dasar hasil penelitian ini disarankan agar terapi desensitisasisistematik ini dikembangkan di bidang psikologi klinis; agar terapis yangmelakukan terapi ini juga mernperhatikan pentingnya hubungan terapeutikterapis-Pasien, empati dan pembinaan harapan; memperhatikan persyaratanruang serta tempat duduk untuk rileksasi dan desensitisasi sistematik sehinggahasil terapi bisa optimal dan agar dilakukan penelitian dengan jumlah sampelyang lebih banyak; dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebihbanyak. |