Kesulitan belajar adalah fenomena yang umum terjadi di sekolah. Bentukkesulitan belajar yang paling banyak ditemukan adalah kesulitan membaca ataudyslexia, sekitar 80% anak yang mengalami kesulitan belajar di diagnosamengalami dyslexia (Aaron dalam Sattler, 2002). Dyslexia adalah ketidakmampuan untuk menguasai keterampilan dasar membaca sesuai dengan tahapanperkembangammya (McDervitt & Ormrod, 2002). Anak-anak dengan gangguan inimengalami kegagalan untuk menguasai proses dasar seperti pengenalan hurufmeskipun taraf inteligensi mereka baik (McDervitt & Onnrod, 2002).Gangguan tersebut baru mulai terlihat pada saat mereka memasuki bangkuSekolah Dasar (SD) karena pada tingkat taman kanak-kanak, anak belumberhubungan dengan tugas akademik (Hallahan & Kaufirnan, 1998). Di SD mulaidibutuhkan kemampuan membaca dan menulis (Santrock, 2002).Anak yang mengalami dyslexia dapat memanifestasikan dirinya secaraberbeda di sekolah (Lemer dalam McDevitt & Ormrod, 2002). Pada masa ini anakdengan disabilities menjadi lebih sensitif terhadap perbedaan mereka danbagaimana hal tersebut di persepsikan oleh orang lain (Santrock, 2002). Haltersebut dapat mempengaruhi rasa kepercayaan diri anak (Mayes & Cohen, 2002).Akibatnya anak dyslexia dapat membentuk persepsi yang buruk mengenai dirinya.Persepsi seseorang mengenai diri, karakteristik yang dimiliki sertakelebihan dan kekurangarmya disebut sebagai konsep diri (McDevitt & Omrrod,2002). Secara umum, anak dengan keterbatasan tertcntu biasanya memilikikonsep diri yang lebih negatif dibandingkan dengan teman-temannya sebayanya.Menurut Song & Hattie (dalam Marsh & Hattie, 1996) komponen dalamkonsep diri adalah academic self-concept, yang didalamnya terdapat achievementself-concept; ability self-concept, dan classroom self-concept, serta non-academicself-concept yang didalamnya terdapat social self-concept dan selfregard/presentation self-concept.Kesulitan membaca membuat anak-anak yang mengalaminya menjaditerhambat dalam bidang pendidikan dan dapat mengganggu kepercayaan diri,status sosial serta hubungan interpersonal anak (Sattler, 2002). identifikasi dinidan intervensi yang tepat dapat membantu anak dengan kesulitan belajar suksessecara akademis dan sosial, di dalam ataupun di luar kelas (Sattler, 2002). Salahsatu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran konsep diri adalahmelalui tes proyeksi. Dari tes proyeksi dapat diketahui proses pemikiranseseorang, kebutuhan, kecemasan dan konflik-konflik yang dialami individu(Anastasi & Urbina, 1997). Bender (dalam Rabin & Haworth, 1960) mengatakanbahwa anak-anak dengan kesulitan belajar seringkali menunjukkan kemampuanartistik yang sangat baik sebagai kompensasi dalam mengkomunikasikan masalahemosi dan sosial serta kebutuhan-kebutuhannya.Tes gambar proyeksi yang biasa digunakan untuk mendapatkan gambaranmengenai konsep diri seseorang adalah tes Human Figure Drawings (HFD) danHouse Thee Person. Tes ini mudah bagi anak karena kebanyakan anak-anakmenyukai kegiatan menggambar. Melalui HTD dapat diketahui gambaran dirianak, konsep diri yang dimilikinya, hal-hal yang penting bagi anak serta konflikdan keinginannya saat pengambilan tes (Koppitz, l968)- Yang perlu diingatadalah tes gambar proyeksi hanya digunakan sebagai pelengkap dalam keperluanklinis. Salah satu sumber data yang paling panting dalam evaluasi psikologisadalah wawancara (Groth & Mamat, 1999; Anastasi & Urbina, 1997). Tanpa datadari wawancara, tes psikologis tidak berarti Karena itu dalam penelitian ini,selain menggunakan kedua tes diatas juga digunakan hasil wawancara denganorang tua dan anak untuk mengetahui gambaran konsep diri anak yang mengalamidyslexiaPenelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri anak yangmengalami dyslexia melalui HFD, HTP serta hasil wawancara dengan orang tuaanak dyslexia.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu denganmelihat kasus anak yang di diagnosa mengalami dyslexia pada klinik BimbinganAnak dan Remaja Fakultas Psikologi UI, Depok Dari kasus tersebut ditemukan 3subyek yang memenuhi kriteria subyek, yaitu berusia antara 6 hingga 12 tahundan didiagnosa dyslexia.Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah academic sc(/'concept, yang dimiliki subyek tidak sepenuhnya negatiti Abiligv self-conceptsubyek yang dapat diketahui negatif Sedangkan classroom self-concept hanyasatu subyek yang dapat diketahui, yaitu subyek E. Ia memiliki classroom self-concept yang negatif karena ia tidak tertarik pada pelajaran yang tidakdikuasainya. Untuk non-academic self-concepr, dua subyek memiliki social self-concept positif dan satu subyek memiliki social self-concept negatif Ketigasubyek merasa ditolak atau menemui hambatan untuk dekat dengan orang tua.Self-regard/presenrastion of the .self pada satu orang subyek negatif karena iakurang percaya diri.Temuan lain dalam penelitian ini adalah temyata tidak semua academicself-concept anak dyslexia negatii terdapat beberapa tanda dari HPD ataupunHTP yang dapat digunakan untuk mengetahui konsep diri anak serta faktor yang mempengaruhi konsep diri anak.Beberapa saran praktis yang didapat dalam penelitian ini adalah pemeriksasebaiknya memperhatikan konsep diri anak yang mengalami dyslcxia serta Fungsipenerimaan orang tua pada konsep diri anak yang mengalami dyslexia. |