Sebuah organisasi yang ingin tetap tampil dan dapat bertahan padamillenium ketiga ini, harus melakukan banyak tindakan. Hal ini terutama karena semakin tipisnya batas antar negara dalam arti perdagangan,pengaruh teknologi, informasi dan budaya, yang semua itu akan menciptakan sebuah dunia tanpa batas. Dalam persaingan bebas di alam globalisasi, tidak ada lagi proteksi dari negara. Persaingan dalam memperebutkan pasar disuatu negara bukan hanya milik organisasi-organisasi negara tersebut, tetapijuga organisasi-organisasi dari negara lain. Bila suatu organisasi tidak memiliki kemampuan bersaing secara internasional, sulitlah bagi organisasi tersebut untuk dapat bertahan. Dengan perkataan lain untuk dapat bertahan hidup dan berkembang di jaman ini, perusahaan harus menjadi OrganisasiPembelajaran (Learning Organization) (Hartanto, 1995).Salah satu tokoh organisasi pembelajaran, Peter M. Senge (1995)mengatakan bahwa organisasi pembelajaran adalah suatu tempat yangorang-orangnya secara terus-nnenerus memperluas kapasitas untukmenciptakan hal-hal yang memang mereka inginkan. Di dalam organisasipembelajaran orang-orangnya juga mempunyai pola pikir baru dan ekspansif terpelihara, aspirasi bersama dibebaskan, dan orang-orangnya secara berkesinambungan belajar bagaimana belajar bersama. Di Indonesia ada perusahaan-perusahaan yang terguncang pada saat krisis, namun mampu bangkit kembali dan terus menjalankan bisnisnya. Namun ada pula yangbangkrut. Bila diperhatikan lebih lanjut, kemampuan belajarlah yangmerupakan fasilitator utama yang membuat perusahaan-perusahaan dapatmempelajari situasi sehingga mereka mampu bangkit dari kesulitannya.(Hartanto, 1995; Prama, 2000).Menurut Kline (1993), untuk dapat bangkit: dan menjadi suatuorganisasi pembelajaran, sebuah organisasi dapat menjalankan sepuluhlangkah menuju organisasi pernbelajaran. Dalam sepuluh langkah menujuorganisasi pembelajaran dikemukakan bahwa hal ini dimulai dari langkahmengases budaya belajar yang ada di organisasi, dilanjutkan denganmemajukan ha!-hal positif, membuat tempat kerja aman untuk berpikir,memberi imbalan pada pengambilan risiko, membantu setiap orang untuksaling menjadi sumber daya bagi orang lain, membuat kekuatan belajarmenjadi berfungsi, memetakan Visi, membawa visi ke kenyataan,menghubung-hubungkan sistem-sistem yang ada, dan langkah yang terakhiradalah menyatukan keseluruhan. Agar kesepuluh langkah langkah benjalandengan baik, peran pemimpin sangatlah penting (Klien, 1993).Pentingnya peran pemimpin sejalan dengan pendapat Senge (1996)yang menyatakan bahwa perubahan yang signifikan tidak akan terjadi kecuali dimotori dari atas, tidak ada gunanya memulai suatu proses perubahan tanpakeikutsertaan CEO, dan tidak akan terjadl apa-apa bila manajemen puncak tidak menginginkannya. Namun dari hasil penelitiannya di berbagai organisasiyang melakukan organisasi pembelajaran, kemauan dari CEO saja tidak cukup (Senge, 1999). Seluruh lapisan karyawan. mulai dari CEO sampai pemimpin lini, harus turut memiliki atau menghayati visi yang sama, bahwa organisasi mereka adalah organisasi pembelajaran. 'Karakteristik pemimpin dalam suatu organisasi sangat menentukankeberhasilan suatu organisasi untuk menjadi organisasi yang belajar.Pemimpin dari tingkat atas sampai satu tingkat diatas pelaksana harusmenjadi agen perubahan yang diinginkan. Kemampuan dan kematangandalam berkomunikasi sangat diperlukan seorang pemimpin yang efektif.Seorang pemimpin harus mampu menggerakkan bawahannya dan mendorongmencapai produktivitas dan semangat kerja yang optimal. Untuk dapatmelakukan hal tersebut seorang pemimpin harus mampu melihat situasi,mendukung bawahannya dan penuh antusias dalam bekeija. Menurut Villere(1981) pemimpin seperti ini disebut pemimpin yang efektif. Dalammenggambarkan pemimpin yang efektif ini, Villere menggunakan konsepTransaksional Analysis (Analisis Transaksional) yang ditemukan oleh Eric Berne. Menurut Villere (1981) kita dapat melihat kepribadian dan gaya kepemimpinan seseorang secara sekaligus dengan mengetahui ego state apa yang dominan pada diri seseorang. Pemimpin efektif menurut Villere dapat digambarkan sebagai seorang yang memiliki ego state Dewasa sebagai eksekutif dalam kepribadiannya dan didukung oleh ego state Nurturing Parent(orang Tua Pengasuh) dan ego state Free Child (Anak Bebas). Dengan egostate Dewasa sebagai eksekutif dalam kepribadiannya, ia dapat secararasional memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, merekamkejadian-kejadlan untuk dipelajari dan selanjutnya dimanfaatkan. Dengan ego state Orang Tua Pengasuh, ia juga mampu mengembangkan bawahannya untuk menjadi Dewasa pula. Keantusiasannya dalam bekerja membawa suasana yang bersemangat dalam bekerja, yang merupakan ciri khas ego state Anak Bebas. Profil pemimpin seperti ini yang sudah diteliti dan dikembangkan melalui pelatihan di berbagai berusahaan oleh Villere dan teman-temannya.Penelitian Vlllere dan Wagner (1981) menunjukkan banwa denganpendekatan analisis transaksional pemimpin di organisasi-organisasi yang diteliti dapat dikembangkan menjadi pemimpin yang efektif. Penelitian Kline tentang sepuluh langkah yang dapat digunakan untuk menjadikan organisasimenjadi organisasi pembelajaran juga menunjukkan bahwa peran pemimpinsangat pentlng. Pertanyaan yang muncul adalah apakah pemimpin efektifseperti yang dikembangkan oleh Viliere dan Wagner ini dapat membawaorganisasinya menjadi organisasi pembelajaran? Oleh karena Itu peneliti tertarik untuk melihat apakah pemimpin yang memiliki profil ego state pemimpin efektif seperti yang dlkemukakan Wlere dan Wagner memiliki organisasi dengan ciri-ciri organisasi pembeiajaran sebagaimana dikemukakan Kline, pada beberapa perusahaan di Jakarta.Melalui metode uji korelasi koefisien blserlal, dilakukan uji hipotesis mengenai hubungan antara ego state pemimpin dengan tingkat Organisasi pembelajaran dilaksanakan dalam unit kerjanya. Dari hasil penelitian ini dibuktikan ada hubungan antara ego state pemimpin dengan tingkat pembelajaran dalam organisasi yang dilaksanakan di unit kerjanya. |