Full Description

Cataloguing Source LibUI ind rda
Content Type text (rdacontent)
Media Type computer (rdamedia)
Carrier Type online resource (rdamedia)
Physical Description xiii, 203 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Concise Text
Holding Institution Universitas Indonesia
Location Perpustakaan UI, Lantai 3
 
  •  Availability
  •  Digital Files: 1
  •  Review
  •  Cover
  •  Abstract
Call Number Barcode Number Availability
T33632 TERSEDIA
No review available for this collection: 20348603
 Abstract
ABSTRAK
Pelanggaran wilayah udara dan kontrol udara Indonesia oleh Singapuramerupakan aspek penting dan strategis bagi pertahanan dan keamanan wilayah negara Indonesia. Perhatian pemerintah Indonesia terhadap pentingnya ruang udara menunjukkan bahwa kualitas kebijakan negara terhadap matra udara belum signifikan. Ruang udara Indonesia yang dikontrol oleh Singapura merupakan merupakan hal penting bagi Indonesia untuk ditinjau kembali dalam rangka menegakkan keutuhan negara. Perjanjian antara Indonesia dan Singapura soal ruang udara dalam pelaksanaannya telah banyak menimbulkan kendala baik dari penerbangan sipil Indonesia maupun pelaksanaan operasi dan penegakan hukum di wilayah sekitar Tanjung Pinang dan Natuna yang dilaksanakan baik oleh TNI AU maupun oleh TNI AL yang melaksanakan operasi maritim maupun operasi udara, karena pengendalian ruang udara tersebut ada pada Air Traffic Control (ATC) Singapura. Sebagai pijakan teoritis penelitian ini menggunakan teori pembangunan politik dari Samuel P. Huntington, teori orientasi pembuat kebijakan dari K.J. Holsti, dan teori kebijakan publik menurut William Dunn. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, sedangkan tipe penelitian adalah deskriptif analisis sedangkan metode pengumpulan data dengan wawancara dan studi dokumen. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia terkait Flight Information Region (FIR) tidak sesuai dengan kepentingan pertahanan udara nasional Indonesia. TNI AU sebagai pelaksana tugas pokok pertahanan nasional matra udara bukan menjadi pihak insider untuk turut menentukan lahirnya kebijakan negara di bidang FIR. Pengambilan keputusan hanya berada dalam satu lembaga negara dan tidak mengikutsertakan lembaga lain yang berkompeten dalam merumuskan kebijakan strategis. Implikasi teori menunjukkan bahwa terori Huntington yang mengatakan bahwa salah satu unsur dari pembangunan politik (antara lain) membutuhkan penonjolan tegas kedaulatan eksternal negara bangsa dalam menangkal pengaruh internasional. Tesis Huntington tersebut mensyaratkan adanya ketegasan dengan menggunakan seluruh otoritasnya dalam menjaga seluruh wilayah kedaulatannya. Sementara K.J. Holsti mengatakan bahwa dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri, pengambilan keputusan didominasi oleh orientasi para pembuat kebijakan tingkat tinggi (high level policy makers). Holsti memberikan penekanan yang lebih kuat tentang pentingnya melihat orientasi para pembuat keputusan/kebijakan. Pendapat kedua ahli tersebut tidak terlihat digunakan dalam pembuatan kebijakan di Indonesia. Selain itu tahapan kebijakan publik dari William Dunn seperti : Penyusunan Agenda, Formulasi kebijakan, Adopsi Kebijakan, Implementasi Kebijakan, Evaluasi Kebijakan tidak menjadi referensi bagi pengambil kebijakan negara Indonesia.
ABSTRACT
The violation of the Indonesian air space and the control to Singapore is the crucial aspect even strategic to Indonesian security and defense. The deficient of Indonesian government attention to the air space is showing the quality of state policy to airspace tends to less significant. The air space, which has been controlling by Singapore, is becoming big issue to be reviewed in building the Indonesian sovereignty. The agreement of air space between Indonesia and Singapore has impacted to Indonesian civil flights even for operation implementation and law enforcement in Tanjung Pinang and Natuna authorities that conducted by both Indonesian Navy and Air Force that have implemented maritime and air space operations as the control base of air space using the Singapore Air Traffic Control (ATC). The theoretical base of this research applies the politic development of Samuel P. Huntington, policy maker orientation theory of K.J. Holsti, and the theory of public policy by William Dunn. This research is implemented a qualitative method and used descriptive analysis research type with interviewing and documents study in gaining the data collection. The findings from this research have shown that the policy of Indonesian government dealing with Flight Information Region (FIR) did not meet with the need of Indonesian national air force defense. The Indonesian Air force as the agent of the main duty in defending the national air space is not the insider party in determining state policies of FIR. The decision making was merely determined in a state institution without involving related institutions that have competence in designing strategic policy. Theory implication is showing that Huntington theory revealed that one element in politic development acquires a firm state and country external sovereignty in preventing international effects. Huntington thesis requires firmness in using whole authorities to defend all Indonesian sovereignty areas. Meanwhile, K.J. Holsti said that in a process of designing overseas policy, the decision taking dominated by an orientation of high level policy makers. Holsti strongly emphasized to the importance of orientation observation of the decision and policy makers. The opinion of the both experts seems unlikely implemented in policy designing in Indonesia. In addition, the William Dunn of public policy such as: Agenda arrangement, Policy formulation, Policy adoption, Policy implementation, and Policy evaluation are not implemented as references in policy taking in Indonesia.