ABSTRAK Pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri adalah prioritas utama untukdikejar oleh Pemerintah RI, KPK, PPATK dan lembaga penegak hukum lainnyadalam rangka mengembalikan kerugian negara karena para pejabat korupmenyamarkan aset-aset hasil tindak pidana korupsi di luar negeri melalui mekanismepencucian uang, sehingga sulit untuk ditelusuri, dibekukan, dan disita. Untukmemaksimalkan upaya pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri, makapemerintah RI dan KPK menjalin kerjasama internasional melalui Mutual LegalAssistance (MLA) sebagaimana mengacu pada Pasal 46 UNCAC. Indonesiamempunyai Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balikdalam Masalah Pidana, tetapi kelemahannya adalah tidak mengatur secara rincimengenai sharing fee forfeiture dan asset management, sehingga kedua hal iumenjadi kendala tersendiri bagi pemerintah RI dalam menjalin MLA dengan negaralain. Kemudian, mekanisme pengembalian aset hasil korupsi sebagaimana diaturdalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 57 UNCAC, terutama perampasan aset tanpapemidanaan (NCB) atau perampasan aset in rem, yang merupakan paling efektifuntuk mengembalikan aset-aset tersebut. Tetapi, hambatan-hambatan dalampengembalian aset hasil korupsi di luar negeri sering dihadapi pemerintah RI danKPK, seperti kinerja penegak hukum tidak maksimal, MLA ditolak karena alasanpenerapan hukuman mati di negara yang dimintakan MLA, perbedaan sistem hukumdan legal proceedings, beberapa negara yang tidak menegakkan anti moneylaundering, dan lain-lain. Dikarenakan Undang-Undang Pemberantasan TindakPidana Korupsi dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak PidanaPencucian Uang tidak mampu mendukung pengembalian aset hasil korupsi di luarnegeri, oleh karena itu, seharusnya pemerintah RI segera mengesahkan RUUPerampasan Aset untuk memaksimalkan upaya pengembalian aset hasil tindak pidanadi luar negeri, khususnya tahap-tahap pengembalian aset, kerjasama internasional,badan pengelola aset, dan lain-lain. ABSTRACT Recovering assets from corruption in aboard is a top priority to being chasedby the Government of Indonesia, KPK, and PPATK to recover state losses becauseof corrupt officials disguising assets proceeds of corruption in aboard through moneylaundering mechanisms, making it difficult to trace, frozen and seized. To maximizethe efforts in recovering assets from corruption in aboard, the government ofIndonesia and KPK to establish international cooperation through the Mutual LegalAssistance (MLA) as referred to in Article 46 of UNCAC. Indonesia has Law No.1/2006 on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, but the weakness is not setin detail regarding the sharing fee forfeiture and asset management, so that both arebecame an obstacle for the government of Indonesia in establishing MLA with othercountries. Then, a mechanism to recover assets from corruption cases under Article51 through Article 57 of UNCAC, especially confiscation of assets without a criminalconviction (NCB) or confiscation of assets in rem, which is the most effective way torestore these assets. However, the obstacles in recovering assets from overseascorruption in government, and often facing KPK, such as the performance of lawenforcement is not maximal, MLA rejected the application of the death penalty forreasons for which a MLA in the state, the legal system and legal differencesproceedings, some states not enforce anti-money laundering, and others. Due to theLaw on Corruption Eradication and Prevention Act and Anti-Money Launderingunable to support the return of proceeds of corruption assets abroad, therefore, theIndonesian government should immediately pass Draft Law of Asset Confiscationasset recovery efforts to maximize the the proceeds of crime abroad, particularly thestages of asset recovery, international cooperation, asset management agencies, andothers. |