ABSTRAK Hak Tanggungan merupakan lembaga jaminan yang kuat, salah satu cirinya adalah mudahdan pasti dalam pelaksanaan eksekusi. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-undangNomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan menentukan bahwa apabila debitur ciderajanji, pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggunganatas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya darihasil penjualan tersebut. Penjualan ini disebut dengan parate executie. Namun, di dalamprakteknya, pelaksanaan parate executie ternyata tidak dapat berjalan dengan semestinyasebagaimana yang terjadi pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1429K/Pdt/2011. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penulisan ini adalahbagaimanakah bentuk upaya penyelesaian kredit macet dengan jaminan Hak Tanggunganberdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1429 K/Pdt/2011? Danhambatan-hambatan apa sajakah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan parate executie HakTanggungan sebagai jaminan kredit untuk memberikan perlindungan hukum bagikepentingan kreditur? Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan metode pendekatanyuridis normatif, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder yang bersifat ekspanataris.Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam hal kredit macet atau wanprestasi, krediturberhak menjual obyek hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.Namun, terdapat beberapa hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaan lelang umumtersebut, yaitu adanya gugatan yang dilakukan oleh debitur kepada pengadilan negerisehingga menghambat pelaksanaan lelang dan sulitnya mencari pembeli lelang. Terhadap haltersebut, penulis menyarankan agar kreditur hendaknya lebih gencar melakukanpengumuman melalui berbagai media, baik media massa maupun media elsktronik sehinggadiperoleh calon pembeli lelang. Selanjutnya dalam rangka penyaluran kredit, krediturhendaknya menerapkan prinsip 5-C (capacity, character, capital, collateral, dan condition ofeconomy) sehingga dapat meminimalisir terjadinya kredit macet. ABSTRACT Security on land is a powerful security agency, one of the it's character is easy anddefinitely in execution. Under the provisions of Article 6 of Law No. 4 of 1996Regarding Security On Land determines that if the debtor don't do like the contactsaid, the holders of security on land have the right to sell the object of security onland on its own power through a public auction and taking payment of its receivablefrom the sale proceeds. This sale is called parate executie. However, in practice, theimplementation parate executie was not able to walk properly, as happened in theSupreme Court of the Republic of Indonesia No.1429 K/Pdt/2011. The principalissues raised in this paper is how the form of the settlement of bad loans with securityon land based on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No.1429 K/Pdt/2011? And what are the obstacles will be faced in implementation parateexecutie as loan collateral to provide legal protection for the benefit of creditors? Thisresearch is a law with normative juridical approach, using primary and secondarylegal materials that are explained. The survey results revealed that in terms of baddebts or defaults, the lender has the right to sell the rights object Dependant on itsown power through a public auction. However, there are some obstacles that can beencountered in the implementation of the public auction, namely the claim made bythe debtor to the district court so that hinder the implementation of the auction andthe difficulty of finding buyers auction. Against this, the authors suggested thatlenders should be more incentive to do the announcement through a variety of media,both mass media and the media in order to obtain prospective buyers. Furthermore, inorder to lending, creditors should analize carefully by the principle of 5-C (capacity,character, capital, collateral, and condition of economy) so as to minimize theoccurrence of bad debts. |